TintaSiyasi.id -- Keluarga adalah contoh miniatur kecil dari sebuah kepemimpinan. Di mana kepemimpinannya dipegang oleh ayah dan pengelolahan rumah dipegang oleh ibu. Namun tampaknya tugas tersebut sudah mulai bergeser dari fungsinya di mana sekarang banyak ibu yang menjadi penggerak roda ekonomi keluarga sementara ayah berlepas dari perannya sebagai pemberi nafkah. Ini adalah awal dari kehancuran bangunan ketahanan keluarga. Semua ini disebabkan karena sulitnya mendapatkan pekerjaan bagi si ayah dan tidak pahamnya seorang ibu akan tugas ummun warobatul bait-nya.
Seperti kasus yang terjadi di Kalimantan Barat, di mana seorang ibu tiri tega menganiaya anak tiri sampai meninggal dunia akibat cemburu kalau suaminya lebih sayang kepada anak dari istri pertama dari pada anaknya istri kedua. Maka dari itu istri kedua gelap mata dan tega bertindak yang demikian hina demi memuaskan amarahnya karena rasa cemburu buta kepada anak tirinya.
Polisi melakukan prarekonstruksi kasus pembunuhan Nizam Ahmad Alfahri (6), oleh ibu tirinya, IF (24) di sebuah rumah kawasan Pontianak, Kalimantan Barat (sindonews.com, 24/8/2024).
Masalah ini makin rumit karena telah tersistemik. Beragam kekerasan terjadi dalam ranah keluarga. Baik itu ibu tiri dengan anak tiri atau bahkan anak kandung mebunuh orang tua kandung sungguh miris karena kebanyakan pelakunya adalah anggota keluarga sendiri. Yang seharusnya saling menyayangi dan menghormati malah saling menyakiti bahkan sampai tega untuk membunuh. Binatang saja tidak setega itu. Manusia saat ini prilakunya sudah lebih buas dari binatang, demi memuaskan hawa nafsu sesaatnya ia mampu melakukan apapun juga tanpa takut terhadap azab Allah yang pedih.
Semua ini buah dari penerapan sistem hidup yang bernama sistem sekularisme kapitalisme yang membuat hubungan keluarga kalah dengan materi serta emosi dan juga membuat lupa hubungan keluarga dengan Allah SWT. Makin jauh hubungan kita dengan Allah maka akan makin banyak kerusakan yang terus-menerus terjadi dalam setiap lini kehidupan dan tidak terkecuali dalam rumah tangga. Sistem sekularisme kapitalisme beroreantasi pada kebebasan dan materi semata tanpa mempertimbangkan halal dan haramnya. Sehingga menghasilkan manusia tidak bermoral dan bejat.
Di mana negara juga berperan dalam menghilangkan dan merusak hubungan antar anggota keluarga. Semua ini merupakan bukti akan kegagalan sistem pendidikan yang di hasilkan dari penerapan sistem sekularisme kapitalisme. Sistem ini gagal dalam mencetak generasi rabbani. Demikian juga kegagalan dalam sistem ekonomi dan politik sehingga beban hidup semangkin berat karena sulit mendapatkan pekerjaan yang layak dan bahan pokok terus mencekik leher rakyatnya akibat oligarki yang rakus dan tamak hingga harta hanya beredar di antara pemilik modal dan pemilik kekuasaan. Pada hal negara adalah alat yang mampu menggati sistem rusak sekularisme kapitalisme dengan sistem hidup yang lebih baik dan sempurna yaitu sistem Islam.
Di dalam sistem Islam, menjadikan negara sebagai raa’in atau pelayaan umat. Yang akan menjaga fungsi dan peran keluarga secara maksimal karen keluarga adalah pondasi dari sebuah peradapan sebagai mana yang pernah di torehkan oleh kegemilangan Islam selama lebih kurang dari 13 abad. Islam juga memilki sistem pendidilkan berkualitas yang berasas aqidah Islam sehingga mampu menghasilkan generasi yang robbani dalam menjaga hubungan keluarga tetap harmonis.
Semua ini dapat tercapai apabila negara menerapkan syariat Islam kaffah sehingga mampu mewujudkan sistem kehidupan yang lebih baik dan menghasilkan keluarga yang baik dan terjaga. Negara akan mewujudkan maqashid syariah sehingga kebaikan terwujud di dalam keluarga dan juga masyarakat serta negara secara menyeluruh.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Beramita
Aktivis Muslimah