Tintasiyasi.ID -- Merilis pernyataan sikap kepada Tintasiyasi.ID, Kamis (15/08/2025), Ahli Fikih Islam K.H. Muhammad Shiddiq Al-Jawi, M.Si. merespons dilepasnya hijab (kerudung) Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Putri 2024 yang disinyalir dilakukan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
"Memaksa Paskibraka Putri 2024 Lepas Hijab: BPIP
Meniru Cara Komunis?" tulisnya dalam judul pernyataan
sikap.
BPIP di Balik Pencopotan Hijab
Sejak Hari Rabu kemarin (14/08/2024) viral berita bahwa BPIP
telah memaksa Paskibraka putri 2024 (ada 18 orang) untuk melepas hijab
(kerudung).
Hal itu terbongkar setelah awalnya, ada yang aneh dengan foto
Paskibraka 2024 di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur, yaitu semua
Paskibraka yang perempuan tidak ada satu pun yang mengenakan kerudung atau
hijab.
Irwan Indra, seorang Pembina Paskibraka Nasional 2021,
menuding bahwa kewajiban copot hijab bagi Paskibraka perempuan merupakan ulah
BPIP. Saat ini, sambung Irwan Indra, penanggung jawab Paskibraka 2024 adalah
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), bukan Kemenpora (Kementerian Pemuda
dan Olah Raga) seperti tahun-tahun sebelumnya, yang tidak ada pemaksaan lepas
hijab. (republika.co.id, 14/08/2024).
Setelah dikonfirmasi, BPIP membenarkan pencopotan hijab
Paskibraka putri saat pengukuhan Paskibraka (oleh Presiden Jokowi) dan saat
pengibaran bendera 17 Agusrus 2024 nanti di IKN. Kepala BPIP Prof. Yudian
Wahyudi di Kaltim (14/08/2024) beralasan bahwa pencopotan jilbab itu dilakukan
demi persatuan. Yudian menyampaikan, saat proklamasi, Indonesia terdiri dari
berbagai kebinekaan. Dalam rangka menjaga kembali persatuan, sambung Yudian,
dibuatlah Paskibraka dalam bentuk seragam, untuk menjaga kebinekaan itu dalam
rangka kesatuan.
(https://news.republika.co.id/berita/si7etv484/aturan-pencopotan-jilbab-paskibraka-kepala-bpip-untuk-jaga-)
Kepala BPIP Prof. Yudian Wahyudi juga mengklaim pencopotan
jilbab itu dilakukan sukarela atas dasar surat pernyataan kesediaan melepas
jilbab yang bermeterai Rp10.000. Kepala BPIP menjelaskan dasar hukumnya adalah
Peraturan BPIP Nomor 3 Tahun 2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan
Presiden Nomor 51 Tahun 2022 tentang program Paskibraka yang mengatur mengenai
tata cara pakaian dan sikap tampang Paskibraka.
(https://news.republika.co.id/berita/si7etv484/aturan-pencopotan-jilbab-paskibraka-kepala-bpip-untuk-jaga-)
Lima Poin Kritik untuk BPIP menurut Perspektif Islam
Aturan BPIP yang mewajibkan pencopotan hijab itu sungguh
batil, tidak dapat diterima dalam pandangan Islam, karena setidaknya 5 (lima)
alasan berikut :
Pertama, merupakan kebohongan sejarah jika Kepala BPIP Yudian Wahyudi mengklaim
bahwa saat proklamasi, Indonesia terdiri dari berbagai kebinekaan, sehingga
hijab harus dilarang demi persatuan.
Padahal pada saat Proklamasi 17 Agustus tahun 1945 di Jakarta
oleh Bung Karno, sudah ada perempuan berhijab (kerudung) yang hadir sebagai
peserta upacara Proklamasi itu. Lihat fotonya di link ini! (https://www.saibumi.com/artikel-111994-foto-bersejarah-proklamasi-kemerdekaan-karya-mendur-bersaudara-yang-jarang-diketahui-.html)
Jadi omongan Kepala BPIP yang mengait-ngaitkan pencopotan
hijab dengan alasan kebinekaan sejak Proklamasi, adalah suatu kebohongan
publik, karena tidak sesuai dengan fakta sejarah yang ada.
Buktinya, pada saat Proklamasi tahun 1945, sudah ada gambar
(foto) perempuan berhijab (kerudung), sebagai peserta upacara Proklamasi. Sudah
ada pula ada gambar (foto) perempuan pengibar bendera, meskipun gambar ini
mungkin bukan foto saat proklamasi bersama Bung Karno di Jakarta. Lihat fotonya
di link ini! (https://www.saibumi.com/artikel-111994-foto-bersejarah-proklamasi-kemerdekaan-karya-mendur-bersaudara-yang-jarang-diketahui-.html)
Jadi, omongan Kepala BPIP yang mengaitkan pencopotan hijab
dengan Proklamasi itu adalah suatu kebohongan, jika yang dia maksudkan adalah
sejak Proklamasi tidak ada perempuan yang berhijab yang mengikuti upacara
proklamasi 1945, atau tidak ada perempuan yang berhijab yang menjadi petugas
pengibar bendera.
Padahal Islam telah jelas mengharamkan kebohongan,
berdasarkan dalil dari Al-Qur`an dan As-Sunah. Berbohong atau berdusta dalam
Bahasa Arab disebut al-kadzib.
Definisi berbohong (al-kadzib) adalah :
اَلْكَذِبُ هُوَ إِخْبَارٌ بِخِلاَفِ الْوَاقِعِ
“Berbohong adalah (mengucapkan) perkataan yang tidak sesuai
dengan kenyataan.” (Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Syakhsiyyah Al-Islamiyyah,
2/201; Syekh ‘Abdul Karim bin Abdillah Al-Khadhir, Muqaddimah Syarah Shahih
Muslim, hlm. 91)
Berbohong hukumnya haram dalam Islam secara mutlak dan secara
umum, sesuai dalil keharaman berbohong dari Al-Qur`an, firman Allah Swt.:
اِنَّمَا يَفْتَرِى الْكَذِبَ الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِاٰيٰتِ
اللّٰهِۚ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْكٰذِبُوْن
Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang
yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah pembohong. (QS An-Nahl : 105). Dalil lain dari
Al-Qur`an, firman Allah Swt.:
ثُمَّ نَبۡتَهِلۡ فَنَجۡعَل لَّعۡنَتَ اللّٰهِ عَلَى الۡكٰذِبِيۡنَ
Kemudian marilah kita bermubahalah agar laknat Allah
ditimpakan kepada orang-orang yang dusta. (Q.S. ‘Ali Imran : 61).
Dalil haramnya berbohong dari Al-Hadis, antara lain sabda
Rasulullah saw.:
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ، فَاِنَّهُ مَعَ البِرِّ وَهُمَا فِى
الْجَنَّةِ، وَاِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَاِنَّهُ مَعَ الْفُجُوْرِ وَهُمَا فِى
النَّارِ
Wajib atasmu berlaku jujur, karena jujur itu bersama
kebaikan, dan keduanya akan berada di surga. Dan jauhkanlah dirimu dari dusta,
karena dusta itu bersama kedurhakaan (tidak taat), dan keduanya di neraka. (H.R. Ibnu Hibban).
Kedua, peraturan yang mengharuskan pencopotan hijab (kerudung) itu bertentangan dengan ajaran
Islam. Islam telah mengharamkan Muslim baik laki-laki maupun perempuan untuk
membuka aurat (kasyful ‘aurat), antara lain berdasar hadis sbb:
عَنْ جَباَّرِ ابْنِ صَخْر رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ قاَلَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُوْلُ: إِناَّ نُهِيْناَ أَنْ تُرَى عَوْراَتُناَ .أخرجه الحاكم (3 / 222 -
223) والبيهقي في شعب الإيمان (2 / 465 / 1) وصححه الشيخ الألباني في سلسلة
الأحاديث الصحيحة برقم 2763
Dari Jabbar bin Shakhr RA, dia berkata, “Aku telah mendengar
Nabi saw. bersabda, 'Sesungguhnya kita telah dilarang untuk menampakkan
aurat-aurat kita.”
(HR. Al-Hakim [Al-Mustadrak, 3/222-223], dan
Al-Baihaqi [Syu’abul Iman, 1/465/2], dan hadis ini adalah hadis shahih
menurut Syekh Nashiruddin Al-Albani dalam kitabnya Silsilah Al-Ahādīts
Al-Shahīhah, nomor 2763).
Pengertian Aurat
اَلْعَوْرَةُ :
ماَ يَحْرُمُ كَشْفُهُ مِنَ الْجِسْمِ سَواَءٌ مِنَ الرَّجُلِ أَوْ الْمَرْأَةِ ،
أَوْ هِيَ ماَ يَجِبُ سَتْرُهُ وَعَدَمُ إِظْهاَرِهِ مِنَ الْجِسْمِ
“Aurat adalah anggota tubuh yang haram untuk ditampakkan bagi
laki-laki atau wanita, atau anggota tubuh yang wajib ditutupi dan tidak boleh
ditampakkan.” (Al-Mausū’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 31/44).
Dalil Batas Aurat Wanita Muslimah
Aurat wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak
tangannya. Firman Allah Swt.:
وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
Dan janganlah mereka (para wanita) menampakkan perhiasannya,
kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. (Q.S. An-Nuur: 31). Ibnu Abbas RA berkata, ”Yang biasa nampak daripadanya, adalah wajah dan dua
telapak tangan.” (Ali Raghib, Ahkāmus Sholah, hlm. 42; Nashiruddin
Al Albani, Jilbāb Al-Mar`ah Al-Muslimah, hlm. 225).
Dalam sebuah hadis, batas aurat wanita tersebut ditegaskan
adalah sbb:
عَنْ عَائِشَةَ
رضى الله عنها أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِى بَكْرٍ دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ فَأَعْرَضَ عَنْهَا
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم وَقَالَ يَا أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ
إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلاَّ هَذَا وَهَذَا
وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ
Dari ‘A`isyah RA, bahwa Asma’ binti Abu Bakar masuk menemui
Rasulullah saw. dengan berpakaian tipis, maka Rasulullah saw. berpaling darinya
seraya bersabda,”Hai Asma’, sesungguhnya seorang wanita jika sudah haid, tidak
boleh dilihat darinya kecuali ini dan ini (sambil memberi isyarat kepada
wajahnya dan kedua telapak tangannya).” (H.R. Abu Dawud, no. 4106).
Berdasarkan penjelasan di atas, jelaslah bahwa peraturan BPIP
yang mengharuskan pencopotan kerudung (hijab) bagi Paskribaka adalah
bertentangan dengan ajaran Islam, karena Islam telah mengharamkan Muslim baik
laki-laki maupun perempuan untuk membuka aurat (kasyful ‘aurat).
Ketiga, pernyataan bermeterai itu batal demi hukum Islam, karena bertentangan
dengan ajaran Islam. Islam telah mengharamkan setiap syarat atau ketentuan yang
bertentangan dengan Islam, termasuk keharusan membuka aurat (kasyful ‘aurat),
dalam pernyataan bermeterai tersebut, berdasarkan sabda Nabi saw.:
كُلُّ شَرْطٍ لَيْسَ فَيْ كِتاَبِ اللهِ فَهُوَ باَطِلٌ وَإنْ كاَنَ
مِائَةَ شَرْطٍ
Setiap syarat yang bertentangan dengan Kitabullah, maka dia
adalah batil, meskipun ada seratus syarat. (HR. Bukhari).
Keempat, peraturan yang mengharuskan pencopotan hijab (kerudung) itu haram dilaksanakan karena
mengajak pada maksiat. Padahal Islam telah mengharamkan untuk menaati setiap
perintah yang mengajak kepada maksiat, yaitu meninggalkan yang wajib (tarkul
wājib) atau melakukan yang haram (irtikābul haram), dengan dalil
antara lain:
قاَلَ رَسُوْلُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَلىَ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ اَلسَّمْعُ
وَالطَّاعَةُ فِيْماَ أَحَبَّ وَكَرِهَ، إِلاَّ أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ،
فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طاَعَةَ. رواه البخاري (7144)،
ومسلم (1839)، وأبو داود (2626)، والترمذي (1707)، والنسائي ( 7 \ 160 )، وابن ماجه (2864)
Sabda Rasulullah saw., ”Wajib atas Muslim mendengar dan
menaati (pemimpinnya), pada apa-apa yang dia senangi atau yang dia benci,
selama dia tidak diperintahkan melakukan maksiat. Jika dia diperintahkan
melakukan maksiat, maka tidak boleh mendengar dan menaati (pemimpin).” (HR. Al-Bukhari, 1744; Muslim, 1839;
Abu Dawud, 2626; Tirmidzi, 1707; An-Nasa`I, 7/160; Ibnu Majah, 2864. Hadis
shahih).
Kelima, peraturan yang mengharuskan pencopotan hijab (kerudung) itu haram
dilaksanakan karena peraturan itu menyerupai peraturan kaum kafir (tasyabbuh
bil kuffār), khususnya kaum komunis. Islam telah mengharamkan umatnya
melakukan tasyabbuh bil kuffar, yaitu menyerupai kaum kafir dalam
hal-hal khusus yang terkait dengan kekafiran mereka. Sabda Rasulullah saw.:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk
golongan mereka. (H.R. Abu Dawud, no. 4031; Ahmad, no. 5114).
Dalam kasus ini, yaitu larangan berhijab, sesungguhnya jelas
bukan dari ajaran Islam, melainkan ajaran kaum kafir komunis atau atau kaum
kafir sekuler yang anti agama. Negara kafir sekuler yang melarang hijab
(kerudung) contohnya Prancis, yang terbukti melarang hijab sejak tahun 2004
(berita tahun 2021). *https://www.voaindonesia.com/a/jangan-sentuh-hijab-saya-perempuan-muslim-perancis-tentang-rencana-larangan-berhijab-/5892411.html
(16 Mei 2021))
Negara kafir komunis, seperti China juga jelas telah melarang
hijab (kerudung) (berita tahun 2015). https://internasional.republika.co.id/berita/ni5qni/cina-resmi-berlakukan-kebijakan-pelarangan-jilbab-ada-apa
(14 Jan 2015)
Khusus untuk kasus BPIP ini di Indonesia, patut diduga kuat
bahwa yang menjadi rujukan BPIP adalah negara kafir komunis, yaitu China,
dengan alasan bahwa PDIP sebagai ruling party (partai berkuasa) dan juga
Presiden Jokowi, mempunyai hubungan khusus dengan China, dengan dua argumen
sebagai berikut:
Pertama, pada tahun 2013, terbukti ada 15 kader PDIP telah melakukan studi
banding ke negara komunis China. https://www.merdeka.com/politik/15-kader-pdip-studi-banding-dengan-partai-komunis-china.html
(14 Oktober 2013).
Kedua, pada tahun 2016, Jokowi telah menerima kunjungan delegasi negara
komunis China. https://nasional.kompas.com/read/2016/04/13/16362071/Presiden.Jokowi.Terima.Delegasi.Partai.Komunis.China
(13 April 2016).
Kesimpulan
Kiai Shiddiq, sapaan akrabnya menyimpulkan, “Aturan BPIP yang
memaksa pencopotan hijab (kerudung) bagi Paskibraka putri tahun 2024, wajib
ditolak oleh umat Islam, dan BPIP wajib membatalkannya, karena setidaknya 5
(lima) alasan sebagai berikut:”
Pertama, peraturan itu bertentangan dengan fakta historis Proklamasi 1945 yang
memberi toleransi kepada perempuan yang berhijab. Merupakan kebohongan, jika
peraturan BPIP tersebut merujuk pada peristiwa Proklamasi 1945 yang justru
memberi toleransi kepada perempuan Muslimah untuk memakai hijab
(kerudung).
Kedua, peraturan itu bertentangan dengan ajaran Islam.
Ketiga, pernyataan bermeterai itu batal demi hukum Islam, karena bertentangan
dengan ajaran Islam.
Keempat, peraturan itu haram dilaksanakan karena mengajak pada maksiat.
Kelima, peraturan itu haram dilaksanakan karena menyerupai peraturan kaum kafir
(tasyabbuh bil kuffār), khususnya kaum kafir komunis China.[]
Rere