TintaSiyasi.id -- Beberapa hari lalu, ada berbagai indikasi yang menunjukkan pelanggaran dalam pelaksanaan ibadah haji tahun ini. Banyak pihak menilai tentang penyalahgunaan pembagian kouta haji. Seharusnya penyelenggaraan ibadah haji dilayani dan diatur dengan baik dan membuat jamaah haji nyaman dalam melakukan ibadah haji.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan pernyataan terkait pelaporan dirinya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pengalihan kouta haji reguler ke haji khusus. Dalam penyelenggaraan haji 2024 saat ditanya bagaimana tanggapan soal laporan tersebut, Yaqut hanya tersenyum dan malah tidak mau menanggapi pertanyaan awak media. Di sisi lain Yaqut telah memastikan tidak ada penyalahgunaan alokasi kouta tambahan operasional ibadah haji 2024.
Dia menjelaskan bahwa kota haji di Indonesia pada tahun ini mencapai 221.000 orang, terdiri dari 203.320 haji reguler dan 17.680 haji khusus. Disaat itu, Indonesia mendapatkan kota tambahan sebanyak 20.000 yang lantas dibagi menjadi 10.000 haji reguler dan 10.000 haji khusus, serta mengatakan bahwa tidak akan mengalah gunakan kuota haji dan akan menjalankan dengan sebaik-baiknya. (Cnnindonesia.com, 03/08/2024)
Dalam hal ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu sendiri memastikan akan mendalami laporan dugaan korupsi kuota haji 2024, tentu persoalan korupsi di negeri ini memang tidak ada habis-habisnya. Meski belum terbukti dugaan penyalahgunaan dana haji oleh Kementerian Agama (Kemenag) tetapi menjadi perhatian besar pada saat ini.
Pasalnya Kementerian inilah yang seharusnya bertanggung jawab agar dana haji cukup bagi rakyat, baik yang sudah mendaftarkan untuk berangkat haji atau yang sudah melunasinya. Di Satu sisi rakyat diminta mempercayakan uang puluhan juta milik mereka kepada Kemenag, disisi lain rakyat khawatir uang mereka disalahgunakan mengingat korupsi sudah merajalela di kalangan elit politik sekarang, sementara menyetor sejumlah uang adalah persyaratan pendaftaran haji.
Permasalahan saat ini tentu bukti buruknya sistem yang diterapkan saat ini yaitu sistem kapitalisme yang telah menghadirkan berbagai permasalahan yang terjadi saat ini, terutama tentang keberangkatan haji yang cukup rumit di negeri mayoritas muslim saat ini. Dalam sistem kapitalisme merupakan sistem yang memandang haji sebagai persoalan ekonomi, bukan sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Alhasil, negara yang harusnya hadir untuk menjamin terpenuhi hak-hak rakyat terkait pelanggaran haji yang berujung pada kesulitan bagi jamaah haji. Persoalan haji saat ini membuat rakyat sakit hati dan terzolimi, ini semua disebabkan mahalnya biaya haji dan antrian haji yang cukup panjang. Pelayanan yang dilakukan tidak maksimal sehingga menjadi isu tahunan setiap musim haji.
Semua permasalahan yang dihadapi rakyat saat ini membuktikan bahwa negara hanya sekadar regulator bagi rakyat bukan sebagai pelayan yang mengurusi urusan umat. Mirisnya negara menjadikan rakyat sebagai objek ekonomi untuk meraih keuntungan materi bagi kepentingan para kapitalis.
Negara juga terbukti gagal dalam memberantas korupsi di negeri kita ini, akibatnya tata kelola kapitalisme yang mengambil alih dalam mengurusi urusan rakyat, sungguh sistem yang diterapkan saat ini hanya memandang pemilik modal atau konglomerat.
Berbeda dengan pengelolaan haji di dalam Islam yang memiliki pandangan yang khas terkait kepemimpinan, dibdalam Islam kepemimpinan akan tegak di atas landasan akidah yaitu adanya unsur pertanggungjawaban seorang pemimpin bukan kepada rakyatnya tetapi kepada Allah SWT.
Rasulullah SAW telah mencontohkan sekaligus memerintahkan bahwa seorang pemimpin atau penguasa haruslah mengemban amanah ri'ayah (pengurus) dan junnah (penjaga umat). Dalam Islam haram hukumnya bagi negara menjadikan unsur pelayan dan penjagaan sebagian objek bisnis (ekonomi) sebagaimana dalam sistem kapitalisme.
Ibadah haji adalah bagian dari kewajiban umat Islam bagi yang mampu, sehingga seorang pemimpin atau yang di sebut Khilafah wajib memudahkan pelaksanaan haji dan pelayanan yang baik bagi masyarakat. Dalam Negara Islam (khilafah) tidak boleh menjadikan pengurus bagi haji bagi sebagai sumber pemasukan negara, maka biaya yang dikeluarkan rakyat hanya diperuntukkan untuk operasional pelaksanaan ibadah haji.
Maka dengan dorongan ruhiyah seorang pejabat yang amanah dan takut kepada Allah akan takut untuk korupsi atau mengambil keuntungan sedikitpun dari pengurusan haji dan tidak akan dilakukan kalaupun ada yang berani melakukan hal tersebut negara akan memberikan sanksi tegas dan menjeratkan berdasarkan syariat Islam.
Pelaksanaan ibadah haji adalah salah satu siar untuk menyebarkan Islam, sehingga negara akan memaksimalkan pelayanannya. Khilafah akan membentuk departemen khusus dalam pengurusan haji dan umroh dari pusat hingga ke daerah. Tugas mereka terkait dengan persiapan, bimbingan, pelaksanaan, hingga pemulangan ke daerah asal. Maka juga akan dibuatnya departemen kesehatan dan hubungan di bawah departemen kemaslahatan umat yang akan mendukung pelaksanaan haji setiap tahunnya.
Sebagai contoh yang pernah dilakukan pada masa Sultan Abdul Hamid ll, khilafah membangun sarana transportasi masyarakat massal dari Istanbul, Damaskus hingga ke Madinah. Tujuannya untuk mengantar jamaah haji dan pos layanan umum yang menyediakan logistik termasuk dana zakat bagi yang kehabisan lokal akan dibangun di masing-masing jalur haji. Semua itu dilakukan negara di berbagai bidang mulai dari melayani dan membimbing rakyatnya bukan malah mencari keuntungan.
Dalam negara khilafah semua pelayanan haji dan umroh akan dilayani dengan dengan baik. Demikianlah pelaksanaan haji dalam negara khilafah yang akan berjalan optimal dengan pengelolaan yang bersumber dari syariat Islam dan di tangan pejabat yang amanah dan bertakwa, seperti inilah jika sistem Islam diterapkan dalam negeri ini di bawah institusi Khilafah Islamiyah. []
Oleh: Marlina Wati, S.E.
(Muslimah Peduli Umat)