Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Karut-marut Pilkada, Wajah Buruk Demokrasi

Minggu, 18 Agustus 2024 | 19:37 WIB Last Updated 2024-08-18T12:37:29Z

TintaSiyasi.id -- Suasana politik yang panas lagi-lagi kita rasakan menjelang pilkada 2024. Tidak hanya didaerah, di pusat pun tengah sibuk menyiapkan dan mencari calon pasangan jagoan masing-masing.

Seperti suasana panas dingin hubungan PKS dan Anies yang tampak pecah kongsi di Pilgub Jakarta 2024 membuat pengamat politik Adi Prayitno mengunggah komentar yang terlihat dari foto headline sejumlah portal berita yang ditampilkan di instagram pribadinya. Adi Prayitno mengungkapkan prinsip politik hanya untuk mencari keuntungan dan manfaat semata. Hubungan baik hanya terjalin karena adanya unsur manfaat yang didapat dalam mendapatkan kursi kekuasaan. Sebaliknya akan sangat mudah menjadi musuh apabila sudah tidak ada lagi manfaat yang dapat diambil dari hubungan tersebut. (Liputan6.com, 11/08/2024) 

Pernyataan tersebut menjadi kenyataan pahit realita politik dinegeri ini. Politik seolah hanya menjadi milik para kapitalis yang ingin meraup keuntungan sebanyak banyaknya. Apapun bisa dilakukan jika sedang berkuasa. Mulai dari menerapkan aturan buatan sendiri hingga mengubah dan mempermainkan hukum. Melakukan banyak kecurangan dan juga menerapkan sistem pemerintahan yang mengangkat para penguasa yang memuluskan jalan para kapitalis dan korporasi.

Akhirnya, koalisi pun dibentuk dengan pertimbangan peluang kemenangan, meski berbeda ‘ideologi’, berbeda pandangan politik. Demikian pula pemilihan figur semata hanya pertimbangan kemenangan bukan pada kapabilitas apalagi integritas calon. Karena itu, banyak publik figur dari kalangan artis memenuhi panggung pilkada.

Inilah wajah buruk sistem politik demokrasi. Dalam sistem demokrasi, kekuasaan menjadi tujuan. Segala macam cara pastinya akan dilakukan demi meraih kekuasaan. Idealisme pun tergadaikan demi mendapatkan kemenangan. Mereka berkuasa bukan untuk memperbaiki kondisi rakyat. Tetapi hanya demi kepentingan pribadi dan kelompok nya. Tidak perduli dengan kondisi buruk dan kesulitan yang dihadapi masyarakat. Slogan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat hanyalah omong kosong belaka. Rakyat justru hanya menjadi tumbal untuk jalan mereka berkuasa. 

Demokrasi adalah sistem yang rusak dan merusak jika diterapkan. Sebab sistem ini berasal dari pemikiran manusia. Maka aturan yang dilahirkan dari sistem demokrasi ini adalah aturan manusia. Begitu pula para pemimpin yang lahir dari sistem ini, bukan lah para pemimpin yang menjalankan amanah dengan sungguh-sungguh melainkan para pemimpin yang justru korup dan zalim. Maka, siapa pun pemimpin yang lahir dari rahim demokrasi akan terus menjalankan dan melanggengkan kerusakan sistem ini.

Lain halnya dengan sistem Islam. Islam menjadikan Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai pedoman para penguasa dalam menetapkan hukum untuk diterapkan dalam kehidupan. Islam menetapkan kekuasaan adalah amanah yang akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT. Kekuasaan juga hanya untuk menjalankan aturan Allah dan RasulNya bukan menjalankan aturan manusia.

Penguasa dalam Islam akan bekerja dengan penuh tanggung jawab demi kemaslahatan umat baik muslim maupun non-Muslim dan bukan kemaslahatan segelintir orang saja.

Islam juga menetapkan syarat-syarat dalam memilih pemimpin yaitu Islam, laki-laki, baligh, berakal, merdeka, adil dan mampu. Semua syarat ini ditetapkan berdasarkan dalil syar'i.
Pemimpin yang dipilih juga harus memiliki kapabilitas dan integritas yang mumpuni bukan semata karena popularitas. Sebab, mereka akan menjadi pengurus rakyat yang bertanggungjawab atas terwujudnya kesejahteraan rakyat serta mampu menyelesaikan berbagai problem kehidupan berlandaskan syariat Islam kaffah.

Semua itu akan terwujud jika kita menerapkan sistem Islam kaffah. Menerapkan sistem politik dan hukum Islam dan membuang jauh sistem rusak demokrasi.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Yusniah Tampubolon
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update