Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Keniscayaan Pengangguran dalam Sistem Kapitalisme

Jumat, 02 Agustus 2024 | 06:19 WIB Last Updated 2024-08-03T04:50:03Z

TintaSiyasi.id -- Menciptakan lapangan kerja dan ruang yang kondusif semestinya menjadi prioritas kebijakan politik ekonomi negara Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negeri terpadat di dunia, dengan jumlah penduduk sangat besar, mencapai 273,52 juta jiwa (per Januari 2023), proporsi angkatan mudanya pun sangat besar.

Jika dimanfaatkan dengan baik, Indonesia akan punya peluang besar untuk menjadi negara kuat dan berdaya. Namun, jika tidak dikelola dengan sebaik-baiknya, tentu hal itu akan jadi malapetaka.

Dilansir dari laman Okezone.com (21/07/2024), Dana Moneter Internasional (IMF) pada World Economic Outlock bulan April lalu mengungkap data tingkat pengangguran di Indonesia mencapai 5,2 persen tertinggi se-ASEAN. Posisi ini tak berubah dari tahun lalu, tetapi angkanya lebih rendah yaitu 5,3 persen. 

IMF mengungkap tingkat pengangguran (unemployment rate) sebagai persentase angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan. Untuk itu, penduduk usia produktif yang sedang tidak mencari kerja seperti mahasiswa, ibu rumah tangga, dan penduduk tanpa pekerjaan yang tidak lagi mencari kerja tidak masuk ke dalam pengangguran. Dikutip dari CNN Indonesia (19/07/2024). 

Problem pengangguran memang masih menjadi persoalan besar bagi pemerintah di berbagai negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia. Padahal, pengangguran berkorelasi positif dengan kemiskinan. Ditambah lagi kemiskinan menjadi salah satu faktor pemicu berbagai kerawanan sosial, sekaligus menjadi indikator kurangnya tingkat kesejahteraan.

Problem terbesar maraknya pengangguran yang berdampak pada minimnya kesejahteraan hari ini disebabkan sempitnya akses masyarakat terhadap lapangan kerja serta buruknya atmosfer untuk berusaha. Paradigma kapitalisme yang dikukuhi negara membuat penguasa lepas untuk memihak rakyatnya. Berdalih berusaha menyejahterakan, penguasa justru sering dan hampir selalu menzalimi rakyatnya dengan kebijakan yang menyengsarakan. 

Sebelum pandemi saja, dunia sudah kerap kali dilanda krisis, bahkan beberapa kali memasuki fase resesi. Kondisi ini diperparah dengan pandemi Covid-19 yang menghancurkan perekonomian dunia untuk berusaha. Pembangunan nyaris total berhenti dan banyak proyek berakhir mangkrak.

Masalahnya, selama ini pemerintah hanya fokus pada aspek pasokan atau supply tenaga kerja, bukan pada demand, yakni menciptakan lapangan kerja. Pendidikan vokasional digaungkan sedemikian rupa di tengah penerapan paradigma kurikulum merdeka. 

Hal ini merupakan konsekuensi dari penerapan sistem ekonomi Kapitalisme neoliberal yang menjadikan Indonesia tidak memiliki kemandirian dan kedaulatan yang hakiki. Peran negara dalam sistem ini pun hanya sebatas regulator. Bahkan, negara kerap berkolaborasi dengan kekuatan modal untuk memeras keringat rakyatnya.

Berbanding terbalik dengan sistem Islam. Islam sebagai agama yang sempurna telah memberikan aturan yang kompleks dan komprehensif dalam mengatur segala aspek kehidupan umat manusia. Negara sebagai penyelenggaran aturan tersebut memiliki peran yang sangat vital dalam melaksanakan kewajiban menegakkan syariat di tengah-tengah rakyat.

Dalam kapitalisme, rakyat berusaha sendiri dalam memenuhi kebutuhannya. Di sisi lain, negara justru menerapkan kebijakan ekonomi yang tidak berpihak pada rakyat justru mencekik rakyat. Adapun sistem Islam (Khilafah) memiliki sejumlah kebijakan untuk mencegah, mengatasi hingga menghapus pengangguran. Seperti memfasilitasi rakyat dengan pendidikan kususnya wajib bagi laki-laki agar memiliki kepribadian Islam yang baik sekaligus skill yang mumpuni untuk bekal bekerja. 

Pada saat yang sama, negara pun wajib menyediakan lapangan kerja yang halal serta suasana yang kondusif bagi masyarakat untuk berusaha. Negara akan menerapkan politik industri yang mengandalkan pada pengembangan industri berat. Hal ini akan mendorong perkembangan industri-industri lainnya sehingga dapat menjadi lapangan kerja bagi ketersediaan sumber daya manusia yang melimpah ruah dengan kompetensi yang tidak diragukan sebagai output sistem pendidikan Islam. 

Negara akan memberikan bantuan modal dari Baitul Maal dan memberi keahlian kepada rakyat yang membutuhkan. Bahkan, mereka yang lemah atau tidak mampu bekerja akan diberi santunan oleh negara hingga mereka pun bisa tetap meraih kesejahteraan.

Layanan publik dipermudah, bahkan digratiskan sehingga apa pun pekerjaannya tidak menghalangi mereka untuk bisa memenuhi kebutuhan dasar, bahkan hidup secara layak. Dengan begitu, kualitas SDM pun akan meningkat dan siap berkontribusi bagi kebaikan umat.

Demikianlah, beberapa mekanisme Khilafah dalam mengatasi pengangguran. 

Semua langkah ini belum seberapa dari berbagai solusi Islam yang lain. Dan langkah ini tidak akan terwujud tanpa penerapan islam secara kafah dalam sistem Khilafah. Nashrullahi wa fathun qariibun. Wallahu a'lam bishshawab. []


Rosyidatuzzahidah
Duta Mabda Islam

Opini

×
Berita Terbaru Update