TintaSiyasi.com -- Ulama Aswaja dari Tabayun Center Ustaz Abu Zaid membeberkan tiga hal penting yang mestinya disampaikan oleh para ulama terkait kebijakan pertambangan.
"Terkait kebijakan pertambangan apa saja persoalan yang mestinya disampaikan oleh para ulama? Paling tidak ada tiga poin penting di sini," ungkapnya dalam Kabar Petang: Bahaya Ulama di Pintu Penguasa di kanal YouTube Khilafah News, (21/6/2024).
Pertama, mengoreksi penguasa dari kebijakan sekarang yang menyerahkan pengelolaan tambang bahkan tambang-tambang besar, seperti tambang emas di Papua ataupun batu bara di Kalimantan dan Sumatera kepada individu (swasta).
"Batu bara di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, batu bara di Sumatera Selatan itu kan luar biasa, entah berapa puluh ribu triliun kalau ditotal kekayaannya itu, bahkan ada yang mengatakan 200.000 triliun kekayaan Indonesia itu. Nah, kalau diserahkah ke orang, ini kenapa? Rusak. Hancur. Hancur semua, sementara rakyat tetap miskin, tidak mendapatkan manfaat apa pun dari tambang, kecuali sekedar mungkin kota itu jadi ramai," ujarnya.
Ia mengatakan menyerahkan pengelolaan tambang ke swata, kepada oligarki, bahkan asing, serta sekarang ormas merupakan kesalahan terbesar. Terlebih lagi, pengelolaan tersebut menimbulkan dampak luar biasa berupa kerusakan lingkungan di daerah tambang, baik kerusakan alam maupun kerusakan masyarakat, seperti pelacuran, miras, dan lain lain.
"Ini kebijakan pertama yang harus dikoreksi adalah tentang bagaimana pengelolaan tambang diserahkan kepada oligarki yang hanya menguntungkan segelintir orang, sementara kerusakannya ditanggung oleh seluruh masyarakat," sesalnya.
Kedua, para ulama harus menyampaikan bagaimana Islam mengatur pengelolaan tambang. Barang tambang itu milik umat, milik rakyat secara keseluruhan, wajib dikelola oleh negara. Karenanya, tidak boleh diserahkan kepada swasta, oligarki atau ormas. Maka negara harus mengelola langsung, misalnya negara berbuat semacam di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), meskipun tentu berbeda dengan BUMN sekarang yang tujuannya mencari profit.
"Sedangkan kalau BUMN dalam syariat Islam, itu mengelola tambang tentu saja, keuntungan tambangnya itu hasilnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Misalnya, kalau tambang batu bara, apakah dibagi dalam bentuk bahan bakar briket misalnya," terangnya.
Di samping itu, imbuhnya, hasil keuntungan pengelolaan kekayaan tambang oleh negara sebagian lagi bisa digunakan untuk membiayai pendidikan dan rumah sakit. Sehingga layanan gratis itu bukan sesuatu yang tidak mungkin karena kekayaan ratusan triliun dari sektor tambang adalah angka yang besar.
Ketiga, ulama wajib menyadarkan umat Islam, termasuk para penguasa bahwa segala kerusakan yang terjadi sekarang ini adalah dampak tidak diterapkannya Islam secara kaffah. "Allah sendiri sudah menegaskan bahwasanya telah nampak kerusakan di darat dan di laut itu karena ulah tangan manusia atau kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia agar manusia merasakan dari sebagian akibat yang telah mereka kerjakan agar mereka kembali ke jalan yang benar," ungkapnya.
Lebih lanjut dia menerangkan, di antara bentuk kemaksiatan ialah menyerahkan tambang kepada oligarki. Akibatnya, Allah tidak akan memberikan keberkahan, sebaliknya memberikan siksaan yang dirasakan oleh semua umat Islam dan rakyat secara keseluruhan.
"Itu maksiat menyerahkan tambang kepada swasta sehingga mereka bisa kaya raya, rakyat miskin menanggung kerugian kerusakan lingkungan. Itu adalah kemaksiatan yang besar. Dan tidak melaksanakan syariat Islam itu adalah maksiat. Allah tidak memberikan keberkahan kepada negeri ini justru memberikan siksaan yang dirasakan oleh semua umat Islam dan rakyat secara keseluruhan," pungkasnya.[] Witri Osman