Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

MUI Usulkankan Sanksi Pidana bagi Siapa Saja yang Berkunjung ke Israel

Rabu, 24 Juli 2024 | 09:21 WIB Last Updated 2024-07-24T02:38:10Z
TintaSiyasi.com -- Merespons kunjungan lima kader Nahdatul Ulama (NU) bertemu Presiden Israel Isaac Herzog di Israel beberapa waktu lalu, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), K.H. Muhyiddin Junaidi mangusulkan ke pemerintah untuk membuat regulasi agar siapa saja yang berkunjung ke Israel bukan hanya mendapatkan sanksi moral, tetapi juga diberi sanksi pidana.
 
“Saya mengusulkan agar pemerintah membuat undang-undang, siapa saja yang berkunjung ke Zionis Israel itu harus dikenakan sanksi pidana, bukan hanya sanksi moral. Kalau sanksi moral, mungkin 2 atau 3 bulan orang membacanya, setelah 6 bulan orang lupa. Tetapi harus ada sanksi pidana. Kalau perlu kita tahan mereka, mungkin satu tahun mungkin 2 tahun,” ujarnya dalam program Live: Geger!! Kunjungan 5 pemuda NU ke I5r4ell di YouTube UIY Official, Ahad (21/7/2024).

Ia berharap ada tindakan yang lebih keras dari pemerintah karena berkunjung ke Israel bukan hanya melukai bangsa Indonesia, tetapi juga menginjak-injak konstitusi. Kunjungan tersebut secara tidak langsung sangat bertentangan dengan keinginan bangsa Indonesia. Mereka menginjak-injak dan menabrak konstitusi, bukan hanya melukai.

Sebab menurutnya, bangsa Indonesia tidak akan mengorbankan muqaddimah konstitusi (Pembukaan UUD 1945). Selain itu, lanjutnya, sejarah mencatat Indonesia tegas membela Palestina dan menolak kebiadaban Zionis Israel. 

“Bahkan kalau kita lihat sejarah bahwa umat Islam dan pemerintah itu bersatu itu hanya dalam kasus pembelaan terhadap Palestina dimana pemerintah dan umat Islam bangsa Indonesia berada di satu grup adalah menolak kebiadaban Zionis Israel. Di isu-isu yang lain kita berbeda, tetapi dalam kasus pembelaan terhadap Palestina, we are united against zeonism imperialism. Itu insya Allah akan kita pegang,” tegasnya.

Karena itu, ia mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) segera melakukan pembahasan (terkait sanksi pidana). Karena menurutnya, zionis melalui Komite urusan publik Indonesia-Israel (Indonesia Israel Public Affairs Committee - IIPAC) maupun Komite Urusan Publik Amerika Isreal (AIPAC) telah melakukan upaya penetrasi dan konspirasi. 

“Kalau berbicara tentang bagaimana mereka melakukan penetrasi dan konspirasi di dunia Islam, termasuk di Indonesia, itu bukan hal yang baru. Itu adalah hal yang sudah lama terjadi,” kata K.H. Muhyidin. “Sudah sejak dahulu mereka menggunakan ribuan, mungkin jutaan US dolar untuk memutarbalikan fakta. Yang paling mudah, ya, kerja sama di bidang culture exchange program, dan lain sebagainya. Biayanya murah dan itu sangat mudah. Ya, ini kan bukan sekali, sebelumnya tahun 2017 ada, 2018 itu juga dari NU,” ujarnya.

Selain itu, ia menambahkan, kunjungan kader NU ke Israel telah menunjukkan bargaining position (posisi tawar) Indonesia sangat lemah. Karena itu menurutnya, tidak cukup hanya dipecat dan meminta maaf ke publik secara luas, tetapi juga dipidanakan agar ada shock teraphy (terapi kejut) bagi kader-kader lain di masa yang akan datang.

Nah, ini harus segera DPR dan pemerintah membahasnya untuk menghindari terjadinya kasus serupa di masa yang akan datang,” ungkapnya. 

Bermuka Dua

Bukan hanya meminta pemerintah memberi sanksi kepada pihak yang berkunjung ke Israel, di sisi lain K.H. Muhyiddin menyayangkan sikap pemerintah yang justru bermuka ganda. 

“Terus terang, yang salah juga bukan hanya ormas, bukan hanya hasbara dan IIPAC, tetapi pemerintah. Pemerintah ini bermuka ganda,” katanya.

Karena menurutnya, sekalipun menyatakan pembelaan terhadap Palestina dan tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, tetapi pemerintah Indonesia telah melakukan hubungan perdagangan. “Dibolehkan bisnis antara dua negara. Walaupun kalaupun tidak ada hubungan diplomatik, hubungan bisnis itu sering dilakukan melalui wilayah the third country (melalui negara ketiga). Paling banyak melalui Singapura dan negara-negara sahabat Yahudi yang ada di dunia,” imbuhnya.

Ia menyayangkan, pejabat-pejabat pemerintah Indonesia melakukan berbagai manuver (kerja sama), menerima dan mengirim mahasiswa untuk belajar masalah agriculture di Israel, juga membeli peralatan-peralatan dari Israel dengan berbagai alasan. “Lihatlah, perdagangan itu meningkat berlipat ganda dari sekian ratus ribu US Dollar menjadi miliun US Dollar. Padahal saudara kita sedang dibantai,” sesalnya.

Padahal, pada pertemuan extra ordinary summit meeting of OIC (Organization of Islamic Cooperation (OIC) di Jakarta tahun 2016, menurutnya jelas sekali disebutkan bahwa semua anggota wajib melakukan embargo secara total terhadap Israel. Jadi, lanjutnya, kerja sama yang dilakukan para pejabat itu sebetulnya membuat pemerintah Indonesia menyalahi kesepakatan itu.

“Jadi memang itu (kerja sama) harus dihentikan. Jadi pejabat negaranya jangan bersikap munafik, mendua. Hentikan semuanya itu, ya,” pungkasnya.[] Saptaningtyas

Opini

×
Berita Terbaru Update