Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Cara Islam Mencegah Munculnya Anak Durhaka

Kamis, 04 Juli 2024 | 05:37 WIB Last Updated 2024-07-03T22:37:58Z

Tintasiyasi.id.com -- Beberapa waktu lalu, ramai pemberitaan terkait anak perempuan remaja  membunuh ayah kandungnya di Duren Sawit, Jakarta Timur.
Remaja perempuan itu berinisial KS. Usianya 17 tahun.

Ia ditetapkan tersangka pembunuhan ayah kandungnya. Dua kali ia tusuk ayahnya sampai kehilangan nyawa.
Dilansir dari Wartakota, Adapun KS tega membunuh sang ayah lantaran sakit hati kerap dimarahi, dipukul, dan dituduh mengambil barang milik korban (tribbunnews.com, 30 Juni 2024).

Sungguh miris, hari ini perilaku anak terhadap orang tua semakin jauh dari nilai-nilai agama. Anak durhaka kian bermunculan bukan lagi durhaka karena perilakunya yang tidak menunjukkan sopan santun kepada orang tua, tetapi durhaka karena menjadi pelaku pembunuhan orang tua sendiri.

Tidak hanya di Duren Sawit, kejadian serupa juga terjadi di Pesisir Barat Lampung. Dilansir beritasatu.com (14/6/2024) seorang anak tega membunuh bapaknya yang sedang menderita stroke hanya karena kesal saat dimintai tolong mengantarkan atau membopong sang bapak ke kamar mandi. Anak yang masih berusia 19 tahun tersebut memukuli bapaknya berkali-kali hingga harus dilarikan ke rumah sakit dan kemudian dinyatakan meninggal dunia.

Pembunuhan anak terhadap orang tua menggambarkan rapuhnya keluarga  dan rusaknya generasi. Psikolog anak sekaligus Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi ungkap jika ada beberapa faktor yang mendorong anak jadi pelaku tindak kekerasan. Menurutnya, penyebab utamanya bisa saja dari orangtua yang mendidik dengan kekerasan.

Bisa juga dari lingkungan pergaulan atau dari berbagai informasi yang diperoleh media sosial yang kerap menunjukkan masalah bisa diselesaikan dengan kekerasan. 

Untuk mengatasi hal tersebut, kak Seto mengatakan perlu ada pembenahan dari sistem pendidikan di Indonesia. Seharusnya, selain nilai akademik, pendidikan di Indonesia perlu mengajarkan perilaku sopan dan santun (tribunnews.com 30/6/2024).

Padahal, kemunculan anak durhaka, bukan tanpa sebab. Mengajarkan perilaku sopan santun tanpa dibarengi dengan perubahan pemikiran itu sama juga bohong. Karena sejatinya, sistem sekularisme kapitalisme yang diterapkan oleh negara saat inilah yang telah merusak dan merobohkan pandangan mengenai keluarga. Sekularisme melahirkan manusia-manusia miskin iman yang tidak mampu mengontrol emosinya, rapuh dan kosong jiwanya.

Kapitalisme menjadikan materi sebagai tujuan sehingga abai pada kewajiban untuk birrul walidain (berbakti kepada orang tua). Sungguh, sistem pendidikan sekuler yang diterapkan oleh negara tidak mengarahkan peserta didik dengan serius agar memahami birrul walidain dan mengamalkannya dalam kehidupan. Alhasil, lahirlah generasi rusak. Rusak dalam membangun hubungan dengan Allah SWT maupun dengan manusia lainnya termasuk orang tua.

Penerapan sistem hidup kapitalisme gagal memanusiakan manusia. Fitrah dan akal manusia tidak terpelihara sehingga menjauhkannya dari tujuan penciptaannya, yaitu sebagai hamba dan khalifah pembawa rahmat bagi semesta alam.

Sistem sekularisme yang hanya memandang Islam sebagai agama ritual telah menghilangkan jati diri generasi. Generasi tidak memahami bahwa setiap perbuatannya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT kelak di hari akhirat.

Alhasil, tanpa dipimpin iman, maka  mereka pun dipimpin hawa nafsunya. Sehingga bisa berperilaku sebebas-bebasnya tanpa peduli halal dan haram. Mereka hanya berpikir bagaimana cara mendapatkan kesenangan materi sebanyak-banyaknya.

Orang tua pun dipandang sebagai objek yang bisa dimanfaatkan untuk mencapai tujuan tersebut. Jika orang tuanya membawa manfaat materi, akan disayang. Sebaliknya, jika orang tua telah menjadi beban hingga dipandang menghalangi dari capaian materi akan dibuang sebagaimana dalam beberapa kasus yang disebutkan.

Akibat penerapan sistem kapitalisme, banyak anak di seluruh penjuru negeri mengalami gejala yang sama, yaitu sama-sama tidak hormat terhadap orang tuanya dan sama-sama memandang orang tuanya dari kacamata manfaat. Inilah efek negara yang hanya berperan sebagai regulator.

Negara abai terhadap pembentukan kepribadian warga negaranya agar mereka menjadi pribadi yang taat dan takwa. Oleh karena itu, selama sistem sekularisme kapitalisme diterapkan di negeri ini, maka perilaku buruk anak terhadap orang tua akan terus ditemukan.

Mekanisme Islam dalam Membentuk Generasi Berbakti

Berbeda dengan penerapan sistem Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah. Islam mendidik generasi menjadi generasi yang memiliki kepribadian Islam yang akan berbakti dan hormat pada orang tuanya dan memiliki kemampuan dalam mengendalikan emosi. Pasalnya, Islam telah melarang keras durhaka kepada orang tua.

Rasulullah SAW pernah bersabda,

"Dosa besar, yaitu menyekutukan Allah dan durhaka kepada orang tua." (HR. Bukhari Muslim dan Thirmidzi)

Allah SWT berfirman dalam surat Al-Isra ayat 23-24:

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ ٱلْكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia."

Inilah salah satu aturan Islam terkait hubungan antara anak dan orang tua. Kalau berkata 'Uf' atau membentak orang tua saja tidak boleh, apalagi sampai memukul hingga membunuh mereka tentu haram hukumnya.

Negara dalam Islam, yakni khilafah akan serius dalam mengurusi generasi karena paham betul sabda Rasulullah SAW,

"Seorang Imam (pemimpin) adalah pengurus urusan rakyatnya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyatnya."
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Islam memiliki mekanisme dalam menjauhkan generasi dari kemaksiatan dan tindak kriminal. Melalui sistem pendidikan Islam generasi dididik berlandaskan akidah Islam. Sehingga terbentuklah generasi berkepribadian Islam secara massal, yaitu generasi yang pola pikir dan pola sikapnya sesuai dengan Islam. Mereka tidak akan menimbang-nimbang segala hal dengan kacamata manfaat, akan tetapi aktivitasnya selalu disesuaikan dengan halal dan haram. Alhasil, mereka tidak akan melakukan hal-hal yang dilarang oleh syariat dan selalu berusaha menaati syariat.

Tidak terbersit dalam pikirannya untuk berbuat jahat apalagi sampai membunuh orang tuanya sendiri. Pendidikan ini juga dilakukan terhadap keluarga agar mereka memahami hak dan kewajibannya dalam keluarga. Sehingga terbentuk suasana kasih sayang dan ketakwaan. 

Masyarakat dalam khilafah adalah masyarakat yang benci dengan kemaksiatan dan mencintai ketaatan. Sehingga akan terjadi kontrol masyarakat melalui aktivitas saling menasehati. Jika dengan upaya-upaya ini masih ditemukan kemaksiatan termasuk kekerasan anak kepada orang tua, maka khilafah menegakkan sistem sanksi Islam yang menjerakan bagi pelaku. Sanksi ini dapat mencegah anak-anak lainnya melakukan kejahatan yang serupa. Demikianlah mekanisme Islam dalam membentuk generasi Muslim yang taat dan senantiasa berbakti kepada orang tua.[]

Oleh: Nabila Zidane
(Jurnalis)

Opini

×
Berita Terbaru Update