Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Bolehkah Memberikan Zakat kepada Anak Perempuan dan Saudara Perempuan?

Selasa, 09 Juli 2024 | 18:24 WIB Last Updated 2024-07-09T11:25:27Z

Assalamu ’alaikum wa rahmatullah barakatuhu.
Semoga Allah memberi waktu-waktu Anda dengan segala kebaikan, kebahagiaan, dan umur panjang dalam ketaatan kepada Allahd an Rasul-Nya. Saya memohon kepada Allah yang Maha Agung, Rabb ‘Arsy Yang Agung, untuk mempercepat bagi kita tegaknya negara al-Khilafah ar-Rasyidah kedua, dan Anda berada dalam keadaan sehat wal afiat yang sempurna.
Pertanyaan saya, bolehkah memberi saudara perempuan atau anak perempuan dari harta zakat?


Jawab:

Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.

1- Islam mewajibkan nafkah terhadap orang fakir, dan Islam telah merinci hal itu mengenai orang fakir dan atas siapa yang wajib .... dsb:
Dinyatakan di an-Nizhâm al-Iqtishâdî halaman 204-211 file word:
(... Kebutuhan pokok yang tidak ada pemenuhannya dinilai sebagai kemiskinan, yaitu: pangan, sandang dan papan. Adapun selain hal itu maka dinilai termasuk kebutuhan pelengkap. Maka siapa yang tidak terpenuhi kebutuhan pelengkap sementara kebutuhan-kebutuhan pokoknya terpenuhi, dia tidak menjadi orang fakir.

Islam telah menjadikan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok ini dan penyediaannya untuk orang yang tidak mendapatinya sebagai suatu kewajiban. Jika individu telah menyediakannya untuk dirinya sendiri maka dia dengan itu. Dan jika dia tidak memenuhinya untuk dirinya sendiri, karena tidak adanya harta yang mencukupi di tangannya, atau karena tidak adanya kemungkinan dia memperoleh harta yang mencukupi, syara’ menjadikan bantuan kepadanya sebagai kewajiban bagi orang lain, sampai tersedia untuknya apa yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok ini. Syara’ telah merinci tatacara bantuan kepada individu itu pada hal-hal ini. Syara’ mewajibkannya terhadap kerabat yang mewarisi. Allah SWT berfirman:

﴿وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ﴾

Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian.” (TQS al-Baqarah [2]: 233)

Yakni wajib bagi waris semisal ayah, dari sisi rezeki dan pakaian. Yang dimaksud dengan waris bukan orang yang secara riil menjadi waris yang mewarisi, tetapi adalah orang yang berhak atas waris. Dan jika dia tidak memiliki kerabat, yakni orang yang Allah wajibkan atas mereka nafkah kerabat mereka, nafkahnya beralih menjadi kewajiban Baitul mal, pada pintu (pos) zakat. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: “Rasulullah SAW bersabda:

«مَنْ تَرَكَ مَالاً فَلِوَرَثَتِهِ وَمَنْ تَرَكَ كَلّاً فَإِلَيْنَا» رواه مسلم

Siapa yang meninggalkan harta maka untuk ahli warisnya dan siapa yang meninggalkan orang yang lemah terlantar maka kepadaku.” (HR Muslim)

Dan al-kallu adalah orang lemah yang tidak punya anak dan orang tua], selesai.

2- Adapun nafkah orang fakir itu menjadi kewajiban siapa di antara kerabat, maka sebagai berikut:
Dinyatakan di al-Mawsû’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah (hal 8267-8268):
[Golongan orang-orang yang tidak boleh diberi zakat.

Semua orang yang kepadanya al-muzakkiy bernisbat atau orang yang bernisbat kepada al-muzakkiy melalui kelahiran. Dan hal itu mencakup pokoknya dan mereka adalah bapaknya, kakek-kakeknya, nenek-neneknya, baik mereka mewarisi atau tidak. Demikian juga anak-anak laki-lakinya, dan anak-anak laki-laki dari anak-anak laki-lakinya dan seterusnya ke bawah. Al-Hanafiyah berkata; “karena manfaat-manfaat milik di antara mereka bersambung. Dan ini pendapat hanafiyah dan hanabilah. 

Adapun semua kerabat, dan mereka adalah cabang seperti saudara laki-laki dan saudara perempuan, paman dan bibi dari pihak ayah, paman dan bibi dari pihak ibu, dan anak-anak mereka, maka tidak dilarang memberi mereka zakatnya meski sebagian dari mereka ada di keluarganya, karena sabda Nabi SAW:

«اَلصَّدَقَةُ عَلَى الْمِسْكِيْنِ صَدَقَةٌ، وَهِيَ عَلَى ذِيْ الرَّحِمِ اِثْنَتَانِ: صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ»

Sedekah (zakat) kepada orang miskin adalah satu sedekah, dan sedekah terhadap orang yang memiliki hubungan kerabat maka ada dua (pahala): sedekah dan silaturrahim”.

Dan ini merupakan pendapat al-hanafiyyah dan pendapat yang dikedepankan menurut al-hanabilah.

Adapun menurut al-malikiyyah dan asy-syafi’iyyah, kerabat yang nafkah mereka menjadi tanggungan al-muzakkiy maka tidak boleh dia memberi mereka zakat:
Orang yang nafkahnya menjadi tanggungan menurut malikiyah adalah bapak, ibu tanpa kakek dan nenek, anak laki-laki dan anak perempuan tanpa anak-anak mereka. dan Keharusan nafkah anak laki-laki selama dia pada batas masih kecil (ash-shughru), dan anak perempuan sampai dia menikah dan digauli oleh suaminya.
Sedangkan orang-orang yang nafkah mereka menjadi tanggungan menurut syafi’iyah adalah pokok dan cabang ...].

3- Sebagaimana Anda lihat, pemberian dari zakat untuk anak perempuan, di situ ada pendapat-pendapat yang berbeda menurut para fukaha karena anak perempuan itu termasuk cabang. Meskipun yang tetap menurut mereka bahwa orang yang nafkahnya menjadi tanggungan muzakki maka tidak boleh muzakki itu menafkahinya dari zakat tetapi dari hartanya selain zakat. Tetapi perbedaan pendapatnya pada orang yang nafkahnya menjadi tanggungan muzakki dari pokok dan cabang.

Di antara mereka ada yang menyatakan bahwa (golongan orang-orang yang tidak boleh diberi zakat adalah pokoknya yaitu bapaknya dan kakek-kakeknya, dan nenek-neneknya baik mewarisi maupun tidak, demikian juga anak-anak laki-lakinya dan anak-anak laki-laki dari anak-anak laki-lakinya dan seterusnya ke bawah. Al-hanafiyah mengatakan: karena kepemilikan di antara mereka bersambung. Dan ini pendapat hanafiyah dan hanabilah).

Di antara mereka ada yang mengatakan: (dan orang-orang yang nafkah mereka menjadi tanggungan menurut malikiyah adalah bapak dan ibu tanpa kakek dan nenek; dan anak laki-laki dan anak perempuan tanpa anak-anak mereka. dan yang keharusan nafkah anak untuk laki-laki adalah selama dia pada batas masih kecil (ash-shughru), sedangkan anak perempuan sampai dia kawin dan digauli oleh suaminya).

Di antara mereka ada yang mengatakan: (dan orang-orang yang nafkah mereka menjadi tanggungan menurut syafi’iyah adalah pokok dan cabang ...).

Dan sekarang saya jawab pertanyaan-pertanyaan Anda: yaitu bolehkah memberi anak perempuan atau saudara perempuan dari harta zakat?

1- Mengenai anak perempuan, jawabannya sebagai berikut:
a- Jika anak perempuan itu belum/tidak kawin dan hidup pada bapaknya jadi nafkahnya menjadi tanggungannya, maka bapaknya menafkahinya dari hartanya dan bukan dari zakat.
b- Jika anak perempuan itu sudah menikah dan suaminya berkelapangan dan menafkahinya maka tidak boleh memberikan zakat kepadanya meski dia fakir karena dia kaya (kecukupan) dengan nafkah suaminya. Imam an-Nawawi berkata di al-Minhâj: “dan orang yang cukup (tidak membutuhkan) melalui nafkah kerabat atau suami maka dia bukan fakir dan tidak pula miskin pada pendapat yang lebih shahih”, selesai.
c- Jika anak perempuan itu sudah menikah dan fakir serta suaminya kesulitan dengan nafkahnya ... Ibnu Qudamah berkata di al-Mughnî: “jika perempuan fakir itu punya suami yang berkelapangan menafkahinya maka tidak boleh membayar zakat kepadanya, sebab kecukupan itu tercapai untuknya yang dia peroleh dari nafkahnya yang wajib sehingga dia seperti orang yang punya properti yang dia cukup dengan sewanya. Jika suaminya tidak menafkahinya dan hal itu terhalang maka boleh menyerahkan zakat kepadanya sebagaimana seandainya manfaat properti itu terlantar (tidak ada). Imam Ahmad menyatakan hal ini”, selesai.

Yang saya rajihkan untuk keluar dari perbedaan pendapat bahwa zakat itu diserahkan kepada suami anak perempuan yang fakir itu jika batas kefakiran benar berlaku padanya, dan suaminya itu menafkahinya dari harta zakat yang dia peroleh ... Adapun bapak memberi anak perempuannya maka hendaknya dari hartanya selain zakat.

2- Mengenai saudara perempuan, jawabannya sebagai berikut:
Jika saudara perempuan Anda hidup di rumah Anda dan Anda menafkahinya maka tidak boleh Anda memberinya zakat. Tetapi jika dia bersuami dan suaminya fakir maka boleh Anda memberi saudara perempuan Anda zakat. Tetapi memberinya lebih utama dari selain zakat karena sadba Rasul SAW:

«الصَّدَقَةُ عَلَى الْمِسْكِينِ صَدَقَةٌ، وَهِيَ عَلَى ذِي الرَّحِمِ ثِنْتَانِ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ». أخرجه الترمذي

Sedekah kepada orang miskin adalah satu pahala sedekah, dan sedekah kepada orang yang memiliki hubungan kerabat maka ada dua (pahala): sedekah dan silaturrahim” (HR at-Tirmidzi).

Ini yang saya rajihkan sebagai jawaban pertanyaan Anda. Saya berharap dalam jawaban ini ada kecukupan, wallâh a’lam wa ahkam. []


Oleh: Syekh Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

28 Dzul Hijjah 1445 H
04 Juli 2024 M

https://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/96419.html
https://www.facebook.com/AtaabuAlrashtah.HT/posts/320377947811377

Opini

×
Berita Terbaru Update