TintaSiyasi.com -- Menyikapi naiknya atau tingginya biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT), Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto mengatakan bahwa pendidikan merupakan layanan publik bukan bagian dari bisnis negara kepada rakyatnya.
"Pertama yang harus diletakkan adalah bahwa pendidikan itu harus merupakan sebuah layanan publik, jadi service public, itu dulu yang harus diletakkan. Dia (pendidikan) bukanlah bagian dari apa yang disebut sebagai bisnis negara kepada rakyatnya," ujar UIY sapaan akrabnya di kanal YouTube UIY Official; Setelah Diprotes, UKT Batal Naik Tahun Ini! Bukti Negara Kapitalistik!, Rabu (29/5/2024).
UIY menegaskan, negara mestinya memberikan atau menyediakan satu suasana yang kondusif bagi berkembangnya pendidikan tinggi dan bagi kesertaan sebanyak mungkin orang untuk sampai kepada jenjang pendidikan tinggi tanpa didiskriminasi oleh kekuatan finansial dari masing-masing peserta didik.
"Heboh ini kan terjadi justru di perguruan tinggi negeri kan? Jika itu terjadi di perguruan tinggi swasta mungkin masih bisa dipahami. Oleh karena memang, itu perguruan tinggi swasta semuanya harus disediakan sendiri. Tapi kalau di perguruan tinggi negeri, tanah sudah ada, gedung sudah ada, ya kan? Segala macam sudah ada, kenapa kemudian dia harus memungut uang kuliah disebut tunggal tadi ya? Ternyata kan beragam-ragam, jadi sebenarnya tidak tunggal juga hingga demikian tinggi gitu. Sampai kemudian mahasiswa itu terkaget-kaget," terangnya.
Terkait pernyataan Mendikbud bahwa hal tersebut (kenaikan UKT) hanya untuk mahasiswa baru, UIY menilai bukanlah itu masalahnya. "Mahasiswa baru itu kan sekarang, ketika lama-lama kan dia menjadi mahasiswa lama juga. Kalau sekarang dia tinggi, nanti seterusnya juga tinggi," jelasnya.
UIY membeberkan apa yang sebenarnya terjadi, yaitu pertama adalah alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Ini kan soal political will, di saat yang sama negara itu begitu rupa meletakkan hal-hal yang sebenarnya kalau kita pakai ukuran primer, sekunder, tersier mungkin jauh dari tersier, ya ibu kota baru itu yang menghabiskan dana sampai berpuluh bahkan sampai beratus-ratus triliun, apa urgensinya?" tanyanya.
Lebih lanjutnya, dia menegaskan, kalau berbicara tentang sumber daya manusia yang unggul di masa akan datang, maka sebuah negara maju bukan karena fasilitas, bukan karena sarana, tetapi karena SDM yang unggul yang kemudian menciptakan sarana yang unggul. Lalu di saat yang sama justru terpukul dua public service yang sangat penting, yaitu kesehatan dan pendidikan.
"Tidak tahu kesehatan ini terus mengalami persoalan termasuk diantaranya ketika lahir Undang-Undang Kesehatan yang baru di sana memicu kontroversi karena dihapuskannya mandatory spending itu 5 sampai 15 persen dari APBN untuk kepentingan kesehatan. Nah sekarang, mandatory spending itu ada untuk pendidikan, tapi kan kemudian ketika kita melihat rinciannya itu kemana-mana, yang itu kemudian berakibat diantaranya adalah naiknya UKT. Jadi benar bahwa ini soal alokasi," bebernya.
UIY meyakinkan bahwa alokasi yang paling penting sesungguhnya di dalam dunia pendidikan adalah bagaimana menciptakan situasi yang kondusif bagi kemungkinan bisa masuknya anak-anak bangsa untuk dapat mengikuti pendidikan tinggi.
"Artinya, jika ada pungutan mestinya bukan pungutan yang tinggi. Jika tidak bisa gratis, setidaknya terjangkau. Tidak seperti yang sekarang ini berkembang," pungkasnya.[] Nabila Zidane