Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Penista Agama Bermunculan dalam Kehidupan Sekuler

Selasa, 28 Mei 2024 | 11:43 WIB Last Updated 2024-05-28T04:47:00Z
TintaSiyasi.id -- Seperti hilang akal, seorang suami bersumpah dengan cara menginjak Al-Qur’an sebagai bukti bahwa ia tidak sedang berkhianat kepada istrinya.  Akhirnya sang istri melaporkan Dugaan kasus penistaan agama yang dilakukan oleh suaminya Asep Kosasih (yang menjabat sebagai Kepala Kantor Otoritas Bandar Udara Wilayah X Merauke) ini ke Polda Metro Jaya. (Tempo.co, 17/05/024)

Dewasa ini, dugaan kasus penistaan agama terus berulang. Kasus sebelumnya ada komika yang menjadikan Islam sebagai bahan olok-olok dalam konten sosial medianya, adapula seorang youtuber yang menyebut bahwa Nabi Muhammad adalah pengikut jin. 
Fenomena ini bagian dari dampak paham Sekularisme yang banyak dianut masyarakat. 

Sekularisme adalah pemahaman yang meyakini bahwa agama wajib dipisahkan dari urusan negara. Dalam sekularisme, negara tidak boleh ikut campur dalam urusan keyakinan warga negaranya. Andai ada warga negara yang sering beralih keyakinan, negara tidak perlu peduli. Negara pun tidak harus peduli andai banyak Muslim yang keluar dari Islam, termasuk menganut aliran yang sesat. Dari sekularisme juga lahirnya sistem demokrasi liberal yang menjamin rakyatnya untuk bebas beragama dan memiliki paham pluralisme.

Pluralisme agama memandang bahwa semua agama sama-sama baik. sehingga melahirkan toleransi beragama yang salah kaprah. Pada akhirnya munculah sinkretisme (campur aduk) dalam beragama, seperti halnya doa bersama lintas agama.

Sebaliknya, sikap untuk berpegang teguh pada akidah Islam yang lurus, sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunah, termasuk pada keinginan untuk hidup diatur oleh syariat Islam secara kafah, mengkaji dan mengajarkan ajaran Islam justru ditentang, dicap sebagai radikal atau dikaitkan dengan radikalisme, bahkan dianggap teroris.

Di antara dampak buruk sekularisme yang diterapkan adalah menjadikan umat Islam tidak lagi berpegang teguh pada agama Allah (Al-Qur’an dan Sunah). Berpegang teguh pada Al-Qur’an bermakna menjadikan Al-Qur’an dan Sunah sebagai pedoman untuk menjalani hidup, menjadikan Al-Qur’an dan Sunah sebagai sumber rujukan, sebagai standar halal dan haram, benar-salah, dan baik ataukah buruk, serta menjalankan seluruh kandungan Al-Qur’an dan Sunah dalam seluruh aspek kehidupan. Selain itu, Islam juga memandang salah satu peran negara yang paling utama adalah menjaga dan melindungi akidah umat. 

Dalam sejarah kehidupan Rasulullah SAW dan para sahabat, kasus penistaan ini pernah terjadi dalam peristiwa perang tabuk, kaum munafikin telah menghina para sahabat lantas berdalih bahwa mereka mengaku hanya sekedar bermain dan bercanda. 

Rasulullah tidak menerima uzur para penghina tersebut sehingga membacakan firman Allah ‘Azza wa Jalla (QS. At-taubah: 66) yang artinya: "Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: ”Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: ”Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasûl-Nya kamu selalu berolok-olok?”. Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami mema’afkan segolongan dari kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengadzab golongan (yang lain) di sebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa."

Para Ulama memasukkan perbuatan menghina Allâh ‘Azza wa Jalla , Kitab suci Al-qur’an dan Rasûl-Nya dalam pembatal keimanan. Oleh karena itu agar fondasi negara dan umat memiliki kekuatan yang utuh, maka harus dibangun berdasarkan akidah Islam. Karena penjagaan akidah tidak akan cukup jika hanya dibentengi oleh individu semata. Akan tetapi, negara yang akan menerapkan syariat Islam secara menyeluruh (Kaffah) sehingga akidah umat akan terlindungi dari pemikiran-pemikiran rusak yang bisikkan oleh musuh-musuh Islam. Wallahu alam bishowab.[]

Oleh. Khusnul Hotimah
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update