Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Pajak, Mencekik Rakyat Membebaskan Penguasa?

Kamis, 30 Mei 2024 | 06:38 WIB Last Updated 2024-05-29T23:38:52Z

TintaSiyasi.id -- Setoran pajak mengalami penurunan drastis di berbagai sektor industri seperti manufaktur hingga pertambangan. Total penerimaan pajak hingga Maret 2024 atau kuartal pertama tahun 2024 hanya sebesar Rp 393,3 triliun. Dibandingkan tahun lalu di periode yang sama sebesar Rp 431,9 triliun, ada penurunan hingga 8,8% (cnbcindonesia.com, 26/04/2024).

Lucunya, di tengah anjloknya setoran pajak, para pengusaha justru mendapat pembebasan pajak. Padahal secara keuangan sudah jelas bahwa mereka memiliki harta yang jauh lebih banyak dibandingkan rakyat biasa.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan aturan terkait pemberian fasilitas perpajakan dan kepabeanan untuk investor atau pelaku usaha yang menanamkan modalnya atau mendirikan usahanya di IKN. Ada 9 insentif pajak yang bisa dinikmati para pengusaha. Salah satunya, insentif tax holiday penanaman modal yaitu fasilitas pengurangan PPh badan dengan memberikan sebesar 100% dari jumlah PPh badan yang tertuang, alias free (kontan.co.id, 19/05/2024). Tax holiday ini diberi dalam jangka waktu 10 hingga 30 tahun. Luar biasa. 

Di sisi lain, rakyat menjerit karena tercekik pajak. Bulan Maret tadi, banyak orang yang terkejut dan protes melihat besarnya potongan pajak atas penghasilan dan tunjangan hari raya (THR) mereka (bbcindonesia.com, 29/03/2024). Hal ini disebabkan adanya skema baru perhitungan dan pemungutan pajak penghasilan (PPh).


Pajak dalam Kapitalisme

Pajak menempati posisi penting dalam di negeri yang menerangkan sistem kapitalisme. Ia adalah salah satu sumber pemasukan negara selain utang. Di Indonesia, pajak dipungut oleh Direktorat Jendral Pajak (DJP) untuk menempati Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam porsi yang besar. Kemudian dikembalikan ke daerah melalui transfer daerah untuk pembangunan infrastruktur dan kebutuhan lainnya.

Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk memungut pajak. Mulai dari slogan: "orang bijak taat pajak.", hingga memberi apresiasi berupa penghargaan bagi wajib pajak yang rajin dan tepat waktu setor pajak. Menambah obyek pajak, barang-barang yang semula tidak ditarik pajaknya akhirnya terkena pajak. Mengubah skema pembayaran pajak hingga wacana kenaikan pajak.

Sementara, SDA yang memiliki deposit besar justru diserahkan pengelolaannya kepada swasta. Pemerintah hanya menarik pajak dari pengelolaan SDA jauh lebih kecil dari pendapatan perusahaan tambang. Contohnya batu bara, berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tarif PPN batu bara sebesar 10%. 

Ya, hanya 10%. Coba bayangkan, sebuah perusahaan batu, PT Bukit Asam, mencatatkan pendapatan mereka pada triwulan I tahun 2024 sebesar Rp9,4 triliun (ptba.co.id, 02/05/2024). Artinya, pemerintah hanya menerima Rp940 miliar, tak sampai 1 triliun. Itu pun kalau taat pajak, kalau ternyata ada mafia pajak apalah yang tersisa untuk pembangunan infrastruktur.

Sistem ekonomi kapitalisme yang liberal membuat siapa saja boleh memiliki apapun, termasuk SDA. Negara hanya berfungsi sebagai regulator yang mengakomodir dan mengatur urusan para kapital sehingga mereka merasa enjoy berinvestasi. 

Semakin banyak yang berinvestasi, semakin banyak pula pajak yang masuk dan membuka lapangan pekerjaan. Idealnya seperti itu, faktanya justru jauh panggang dari api. Ada oknum pengusaha yang tak membayar pajak, sebagaimana penemuan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) baru-baru ini. Dua perusahaan di Papua menunggak pajak kendaraan bermotor (PKB) dalam beberapa tahun terakhir senilai Rp1 miliar (antaranews.com, 19/05/2024). Ada juga yang memanipulasi pajak, baik dari si wajib pajak atau si pemungut pajak. 

Sudahlah sedikit, ditambah dengan manipulasi hingga menunggak, wajar jika pemasukan APBN semakin anjlok.


Pajak dalam Sistem Islam

Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam memiliki banyak sumber pemasukan kas negara. Berbagai sumber pemasukan Baitul Mal ditetapkan dan disusun berdasarkan ketentuan syariat. Karena negara bersistem Islam, yaitu khilafah, menjadikan akidah Islam sebagai asas dan menerapkan syariat Allah dalam mengatur kehidupan manusia. Termasuk sumber-sumber pemasukan Baitul Mal.

Dalam kitab Al-Amwal karangan Syekh Abdul Qadim Zallum, pada Bab Pendapatan Negara. Ada 3 bagian dalam Baitul Mal yaitu bagian fai dan kharaj, bagian kepemilikan umum dan bagian shadaqah.

Pertama, bagian fai dan kharaj. Meliputi harta guanimah, anfal, fai, khumus, kharaj, jizyah, usyur, seperlima harta rikaz, dan dharibah (pajak). Selain pajak, semuanya bersifat tetap. 

Pajak hanya diambil kepada kaum Muslim ketika sumber-sumber pemasukan Baitul Mal tidak cukup memenuhi anggaran belanja yang bersifat wajib, baik dalam keadaan krisis maupun tidak. Tidak semua kaum muslim diambil pajaknya. Hanya kaum muslim yang memiliki kelebihan harta. Sifatnya juga temporal dan kondisional. Jadi tidak mungkin memberatkan rakyat.

Kedua, bagian kepemilikan umum. Bersumber dari harta kepemilikan umum seperti minyak dan gas, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan dan mata air, hutan dan padang rumput, serta aset-aset yang diproteksi negara untuk keperluan khusus.

Khalifah akan menggunakan harta pada bagian pemilikan umum ini untuk kepentingan kaum muslim. Seperti penyediaan fasilitas kesehatan, pendidikan, sarana transportasi umum, dan lain-lain. Haram bagi Khalifah menyerahkan pengelolaannya kepada swasta.

Ketiga, bagian shadaqah. Baitul Mal mengumpulkan harta zakat dan menyalurkannya hanya kepada 8 golongan yang berhak menerima zakat. Haram bagi Khalifah menyerahkan harta zakat kepada selain 8 golongan yang disebutkan dalam Al-Qur'an. Berdasarkan surah At-Taubah ayat 60, kedelapan golongan yang berhak menerima zakat yaitu fakir, miskin, amil, mualaf, riqab, gharimin, fisabilillah, dan ibnu sabil.

Demikian banyaknya sumber pendapatan negara Khilafah. Dengan kondisi keuangan yang stabil dan akuntabel, khilafah mampu menyejahterakan rakyatnya individu per individu secara adil. Wallahu a'lam. []


Oleh: Mahrita Julia Hapsari
Aktivis Muslimah Banua

Opini

×
Berita Terbaru Update