TintaSiyasi.id -- Wakil Presiden Ma’ruf Amin akui negara tak sanggup biayai penuh kuliah warganya. Komentarnya, saat menanggapi soal kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT), usai terbitnya Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 . Kalau solusinya pemerintah yang menanggung seluruhnya tidak mungkin, belum bisa," ujar Ma'ruf dalam detikNews, Rabu (22/5/2024).
Jika bukan pemerintah yang menanggung biaya pendidikan rakyatnya lalu siapa? Kampus, orangtua atau mahasiswa itu sendiri? Orangtua atau mahasiswa tidak mampu memenuhi kebutuhan biaya UKT yang selangit, ditambah kondisi perekonomian yang semakin sulit. Untuk memenuhi kebutuhan perut saja, rakyat semakin kembang kempis.
Banyaknya PHK dan sulitnya lapangan kerja, belum lagi dibukanya kran impor, menyebabkan turunnya permintaan produk dalam negeri. Ngenes, di negeri yang kaya akan SDA, hanya orang-orang borjuis saja yang menikmati pendidikan tinggi, rakyat kecil cukup gigit jari.
Kampuspun tak mampu juga memenuhi biaya operasional yang selangit, belum lagi dicabutnya sedikit demi sedikit APBN anggaran pendidikan dari 2,7% (29 triliun rupiah), hingga tinggal 0,6% (8,2 triliun rupiah) yang dianggarkan untuk seluruh jenjang pendidikan. Namun, kampus tetap dituntut untuk unggul dan berkelas dunia. Untuk menutupi biaya operasional tersebut kampus mencari berbagai proyek, membuka jalur mandiri yang sangat mahal, menaikkan UKT, bahkan bermitra dengan industri ataupun oligarki untuk menghasilkan tenaga terdidik yang sesuai dengan kriteria industri.
Saat negara tidak mampu memenuhi pendidikan rakyatnya, konsekuensinya pendidikan ibarat barang komoditas yang diperjualbelikan untuk meraup keuntungan para pemilik modal. Komersialisasi pendidikan ini dalam sistem ekonomi kapitalisme mutlak terjadi. Output pendidikan bukan lagi sebagai tenaga ahli yang mampu menciptakan berbagai ilmu terapan, sains, mujtahid, tsaqofah Islam, bahkan generasi yang melanjutkan estafet kepemimpinan.
Muslim berkewajiban menuntut ilmu, sebagaiman hadits Rasulullah SAW: “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap individu muslim,” (HR. Ibnu Majah). Untuk itu negara wajib memenuhi terselenggaranya pendidikan bagi seluruh rakyatnya. Negara sebagai pengurus, pelayan rakyat berkewajiban memenuhi kebutuhan pendidikan dengan murah bahkan gratis, tidak ada komersialisasi maupun diskriminasi.
Pembiayaan pendidikan menjadi tanggung jawab negara yang diambil dari Baitulmal. Yaitu dari pos fai dan kharaj serta pos milkiah ammah atau kepemilikan umum (tambang, hutan dan laut). Dimana kepemilikan umum akan dikelola negara dan dikembalikan untuk kebutuhan seluruh rakyatnya.
Generasi terdidik yang bertawakal, beraqidah dan bertsaqofah Islam, bahkan pemimpin peradaban Islam akan terwujud melalui penerapan Islam kaffah dalam bingkai khilafah.[]
Oleh. Yesi Wahyu I.
Aktivis Muslimah