Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Toleransi Liberal vs Toleransi Islami

Rabu, 24 Desember 2025 | 22:44 WIB Last Updated 2025-12-24T15:44:44Z

TintaSiyasi.id -- Ahli Fikih Islam K.H. Shiddiq Al-Jawi menerangkan toleransi liberal versus toleransi Islam kepada TintaSiyasi.ID, Rabu (17/12/2025). “(Begini) toleransi liberal versus toleransi Islam,” ujarnya.

 

“Penjelasan Prof. Muhammad Ahmad Mufti mengenai tiga gagasan dasar toleransi liberal yang berkembang di Barat tersebut, kami mengajukan gagasan dasar toleransi islami sebagai kontranya. Dengan tujuan, sebagaimana kata Imam Taqiyuddin An-Nabhani ketika dilakukan studi perbandingan, agar tampak dengan jelas mana yang “lurus” dan mana yang “bengkok”,” paparnya.

 

“Gagasan toleransi islami ini akan ditunjukkan dengan tiga parameter, dan akan langsung dibandingkan secara kontras dan diametral dengan konsep toleransi liberal dari Eropa,” tambahnya lagi.

 

Pertama, perbedaan dari segi akidah (dasar gagasan). “Yang dimaksud dengan akidah di sini adalah dalam arti umum, yaitu pemikiran mendasar mengenai alam semesta, manusia, dan kehidupan, dan mengenai apa yang ada sebelum kehidupan dunia serta apa yang ada sesudah kehidupan dunia, dan hubungan kehidupan dunia ini dengan apa yang ada sebelum kehidupan dunia, serta hubungan kehidupan dunia ini dengan apa yang ada sesudah kehidupan dunia,” terangnya menyitat pandangan Muhammad Muhammad Ismail, Al-Fikr Al-Islāmī, hlm. 11-12.

 

“Akidah toleransi liberal yang akidahnya adalah sekularisme, yaitu suatu paham bahwa agama harus dipisahkan dari kehidupan, khususnya dari negara/politik/kekuasaan, sedangkan toleransi islami, akidahnya adalah akidah Islam, yang sama sekali tidak mengenal pemisahan agama dari kehidupan,” jelas Kiai.

 

Kedua, perbedaan dari segi pandangan terhadap kebenaran agama. “Toleransi liberal memandang kebenaran agama lain berdasarkan ide relativisme, yaitu kebenaran agama-agama itu adalah relatif alias nisbi. Konsekuensinya, tidak boleh ada klaim kebenaran (truth claim) mengenai kebenaran agama,” jelasnya.

 

Ketiga, perbedaan dari segi pengaturan hubungan antar umat beragama. “Toleransi liberal memandang bahwa pengaturan hubungan antar umat beragama, diatur berdasar ide pluralisme, dengan ide pokoknya demokrasi, di mana aturan yang mengatur antar umat beragama itu bukan diambil dari agama, termasuk tidak diambil dari Islam, melainkan dari aspirasi masing-masing kelompok Masyarakat,” jelasnya.

 

Lanjut dikatakan, ia mencontohkan pernikahan antar agama, seperti antara laki-laki Kristen dengan wanita Muslimah misalnya, menurut paham pluralisme atau demokrasi, tentu boleh-boleh saja dan tidak ada halangan sama sekali.

 

“Sedang Toleransi Islami memandang, bahwa pengaturan hubungan antar umat beragama, diatur hanya berdasar syariat Islam, untuk mengatur mengatur interaksi antara umat Islam dengan umat-umat agama lain,” ulasnya.

 

Contoh Kasus

 

“Berikut ini akan kami sajikan sejumlah studi kasus yang menunjukkan perbedaan yang tajam dan kontras antara toleransi liberal dengan toleransi Islam dalam beberapa persoalan,” beber Kiai Shiddiq.

 

Pertama, pernikahan antar agama. “Menurut konsep toleransi liberal, orang beragama apa pun boleh menikah dengan orang beragama apapun, termasuk laki-laki Katolik/Kristen yang menikah dengan wanita Muslimah. Adapun menurut konsep toleransi islami laki-laki kafir (baik beragama Kristen atau selain Kristen) haram hukumnya menikah dengan wanita beragama Islam,” ujarnya.

 

Kedua, menyikapi penganut agama lain. “Menurut konsep toleransi liberal, orang beragama apa pun tidak boleh men-judge penganut agama lain akan masuk neraka. Semuanya akan masuk surga karena semua agama itu sama-sama benar, dan semua penganut agama sama-sama dianggap beriman. Adapun menurut konsep toleransi islami, hanya Muslim yang masuk surga, orang Yahudi dan Nashrani adalah orang kafir yang akan masuk neraka jahanam,” ulasnya

 

Ketiga, salam antar agama. “Menurut konsep toleransi liberal, salam tidak boleh hanya Assalamu’alaikum saja jika audience-nya ada yang beragama lain, salam yang benar adalah  Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh (Islam), Salam sejahtera bagi kita semua (Kristen dan Katolik), Shalom (Kristen), Om Swastiastu (Hindu), Namo Buddhaya (Buddha), dan Salam Kebajikan (Konghucu). Adapun menurut konsep toleransi Islami, redaksi salam hanya Assalamu alaikum wa rahmatullahi wa barakutuhu saja yang menjadi salam untuk audience yang terdiri dari beragam agama,” bebernya.

 

Keempat, menyikapi orang murtad. “Menurut konsep toleransi liberal, orang murtad (keluar dari agama Islam) menjadi penganut Kristen dsb itu sah-sah saja, karena merupakan bagian dari kebebasan beragama dan bagian dari HAM (Hak Asasi Manusia). Adapun menurut konsep toleransi Islami, murtad itu hukumnya haram dan dalam pidana Islam hukumannya adalah hukuman mati,” lugas Kiai.

 

Kelima, Muslim ikut merayakan hari Natal. “Menurut konsep toleransi liberal, orang Muslim bagus kalau bisa ikut perayaan hari Natal, agar dia bisa lebih menghayati maknanya dan akhirnya, akan lebih toleran dan menghormati agama Kristen. Adapun menurut konsep toleransi Islami, haram hukumnya seorang Muslim ikut merayakan hari Natal,” tegasnya.

 

Keenam, menyikapi konsep negara Islam (Khilafah). “Menurut konsep toleransi liberal, negara agama itu dalam sejarah Barat sangatlah buruk dampaknya bagi masyarakat. Adapun menurut konsep toleransi Islami, khilafah sebagai sistem pemerintahan Islam adalah bagian dari ajaran Islam, bahkan dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw.,” pungkasnya.[] Rere

Opini

×
Berita Terbaru Update