Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Persembahan Ibu Generasi untuk Perjuangan Ideologis Menegakkan Peradaban Islam

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:56 WIB Last Updated 2025-12-17T00:57:04Z

TintaSiyasi.id -- Tidak ada peradaban besar yang lahir dari generasi rapuh dan tidak ada generasi kuat yang tumbuh tanpa rahim-rahim perempuan beriman yang sadar arah perjuangan. Sejarah Islam membuktikan, ibu bukan sekadar pelahir anak, melainkan pelahir peradaban. Dari pangkuan merekalah lahir para pemikul risalah, penjaga akidah, dan penegak kemuliaan Islam.

Allah SWT menegaskan bahwa perubahan besar selalu dimulai dari kualitas manusia, bukan sekadar perubahan materi atau struktur luar.

Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.” (TQS. Ar-Ra’d: 11)

Ayat ini bukan sekadar seruan personal, tetapi peta peradaban. Perubahan sistemik tidak mungkin lahir dari generasi yang akalnya rusak, jiwanya rapuh, dan orientasi hidupnya jauh dari Islam. 

Di sinilah peran ibu generasi menjadi krusial, yaitu menanamkan akidah sebagai asas berpikir dan berjuang sejak dini.

Ibu dan Proyek Ideologis Islam

Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah menegaskan bahwa kebangkitan umat tidak akan lahir dari solusi tambal sulam, melainkan dari perubahan ideologis yang menyeluruh. 

Dalam pandangannya, umat Islam hari ini bukan kekurangan individu cerdas, tetapi kehilangan arah perjuangan karena tercerabut dari ideologi Islam kaffah.

Beliau menyatakan bahwa pembentukan kepribadian Islam (yang berpikir dan bersikap berdasarkan akidah) adalah fondasi kebangkitan umat dan proses ini dimulai dari rumah, dari pendidikan awal yang paling menentukan, yaitu didikan ibu.

Maka ibu generasi bukan sekadar pendamping sekolah anak, bukan pula hanya pengurus kebutuhan fisik. Ia adalah madrasah pertama yang menanamkan kesadaran ideologis, untuk apa hidup, siapa musuh peradaban Islam, dan kepada siapa loyalitas sejati diberikan.

Teladan Agung: Ibu Muhammad Al-Fatih

Sejarah mencatat satu nama yang mengguncang dunia, yaitu Muhammad Al-Fatih, sang penakluk Konstantinopel. Namun di balik keagungan itu, ada sosok perempuan luar biasa, ialah ibunya.

Sejak kecil, Al-Fatih tidak dibesarkan dengan dongeng kejayaan dunia, melainkan dengan keyakinan terhadap nubuwah Rasulullah Saw,

Konstantinopel pasti akan ditaklukkan. Sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya, dan sebaik-baik pasukan adalah pasukannya.” (HR. Ahmad)

Ibunya menanamkan keyakinan bahwa hadis ini bukan mitos, melainkan janji Allah yang menunggu generasi terbaik untuk mewujudkannya. Ia tidak mendidik anaknya agar sekadar sukses pribadi, tetapi agar siap memikul misi peradaban Islam. Ia mengajarkan Al-Qur’an, jihad, kepemimpinan, dan tanggung jawab umat, bukan untuk popularitas, tetapi untuk Islam.

Inilah bukti bahwa rahim ideologis mampu melahirkan pemimpin peradaban.

Realitas Ibu Hari Ini: Antara Sistem Rusak dan Amanah Besar

Di bawah sistem sekuler-kapitalisme hari ini, peran ibu direduksi. Keibuan dipisahkan dari misi peradaban. Anak-anak diarahkan mengejar prestasi materi, bukan kemuliaan Islam. Pendidikan dikosongkan dari akidah, sementara media merusak fitrah dan identitas generasi.

Akibatnya lahirlah generasi cerdas tapi bingung arah, berani tapi tanpa tujuan, kritis tapi anti Islam dan ibu sering dipaksa menjadi penonton, bahkan korban dari sistem yang menjauhkan Islam dari kehidupan.

Padahal Islam memuliakan peran ibu sebagai arsitek generasi. Rasulullah Saw bersabda,

Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ibu adalah pemimpin di rumah, dan rumah adalah fondasi negara.

Solusi Islam: Mengembalikan Peran Ibu dalam Naungan Sistem Islam

Islam tidak cukup diperjuangkan di level individu. Peran ibu generasi akan optimal jika didukung oleh sistem Islam secara menyeluruh. Dalam Daulah Islam, negara bertanggung jawab menjaga akidah, pendidikan, media, dan lingkungan sosial agar sejalan dengan Islam.

Syekh Taqiyuddin an-Nabhani menegaskan bahwa hanya Khilafah Islamiah yang mampu menjadikan akidah Islam sebagai asas pendidikan. Melindungi generasi dari kerusakan ideologi asing. Memuliakan peran ibu tanpa mengeksploitasi atau merendahkannya. Menyiapkan generasi pemimpin, bukan generasi konsumen

Di bawah sistem Islam, ibu tidak sendirian. Ia menjadi bagian dari proyek peradaban besar, didukung negara, masyarakat, dan sistem yang satu arah, yaitu menegakkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.

Oleh karena itu, perjuangan ideologis Islam bukan hanya milik aktivis di jalanan atau pemikir di mimbar. Ia juga milik ibu yang sabar mendidik anaknya dengan akidah, keberanian, dan kesadaran perjuangan. Setiap doa ibu, setiap pelukan penuh nilai, setiap nasihat tentang Islam adalah bata kecil penyusun peradaban besar.

Karena sejarah telah membuktikan ketika ibu sadar ideologi, maka lahirlah generasi penakluk peradaban. []


Nabila Zidane
Jurnalis

Opini

×
Berita Terbaru Update