Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Konservasi Hutan Kalsel: Lebih dari Sekadar Angka, Membangun Amanah Peradaban

Kamis, 11 Desember 2025 | 15:39 WIB Last Updated 2025-12-11T08:39:58Z

Tintasiyasi.id.com -- Upaya Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Pemprov Kalsel) dalam menghadapi isu krusial lingkungan dan perubahan iklim terlihat dalam program pemulihkan kembali fungsi vital hutan Kalimantan.

Kepala Dinas Kehutanan Kalsel, Fathimatuzzahra, mengumumkan pada Senin (24/11) bahwa tutupan lahan telah meningkat, dari 904.436 hektare pada tahun 2020 menjadi 945.352 hektare pada tahun 2024 (Antara, 24 November 2025).

Melalui Program Result Based Payment (RBP) REDD+, yang menargetkan restorasi 250 hektare hutan dan lahan kritis. Sebagai penanda dimulainya program, Dinas Kehutanan telah menggelar Kick Off Penanaman RBP REDD+ Tahun 2025 di Banjarbaru pada Kamis, 27 November (Antara, 27 November 2025).

Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislutkan) Kalimantan Selatan (Kalsel) berupaya memulihkan ekosistem pesisir dan memperkuat ketahanan lingkungan di wilayah tersebut. 

Upaya ini mencakup penanaman 113.000 pohon mangrove di atas lahan seluas 20,3 hektare. Menurut Kepala Dislutkan Kalsel, Rusdi Hartono, luasan penanaman tersebut adalah bagian kecil dari total 8.000 hektare kawasan kritis yang telah berhasil ditanami mangrove sepanjang tahun 2025
(Radarbanjarmasin, Senin 23 Juni2025).

Secara menyeluruh, pemerintah daerah berharap program restorasi ini akan memberikan manfaat: memulihkan tutupan hutan dan mangrove, menopang perekonomian masyarakat, serta memperkuat ketahanan ekologis wilayah terhadap bencana dan dampak perubahan iklim.

Analisis Kritis: Menyatukan Langkah Teknis dan Paradigma Kepemilikan

Melengkapi kinerja teknis yang telah ditunjukkan Pemprov Kalsel, terdapat urgensi untuk memahami dan mengatasi kelemahan mendasar dalam paradigma pengelolaan sumber daya alam yang berlaku saat ini, sebuah kelemahan yang berpotensi menghambat keberlanjutan jangka panjang.

Pendekatan yang memprioritaskan hasil materi ini sering kali menyebabkan kita mengabaikan isu inti: tanggung jawab moral manusia terhadap alam sebagai hamba Allah swt, Sang Pemilik alam semesta. 

Pemerintah mampu menyusun regulasi teknis yang rumit, namun tanpa fondasi moral yang kuat di kalangan masyarakat dan pengambil keputusan, kebijakan strategis yang berjangka panjang akan sulit tercapai. Kita memerlukan pijakan yang jauh lebih kokoh.

Lalu, bagaimana kita mendapatkan solusi yang benar-benar strategis? Kita harus kembali kepada perspektif yang menempatkan manusia sebagai penjaga (khalifah), bukan pemilik sumber daya alam.

Arah Transformasi Strategis:
1. Kerusakan Alam Dianggap Pelanggaran Amanah: Tindakan perusakan alam, termasuk di dalamnya perusakan hutan dianggap terjadi karena manusia mengabaikan amanah sebagai penjaga bumi. 

Pengejaran keuntungan materi (berpikir kapitalis) yang dilakukan tanpa mempertimbangkan tanggung jawab moral dan hukum (syar'i) adalah perbuatan yang lahir dari sistem kapitalisme.

2. Hutan Sebagai Milik Bersama, Negara Penjamin Keadilan: Hutan dan sumber daya alam adalah milik umum. Negara memiliki kewajiban mutlak untuk mengelolanya demi kesejahteraan seluruh rakyat, bukan demi kepentingan sekelompok kecil korporasi. 
Pengelolaan harus dipastikan adil, lestari, dan berkelanjutan.

3. Konservasi Ditingkatkan Menjadi Ibadah: Program penghijauan tidak boleh dilihat hanya sebagai proyek teknis maupun ekonomi. Statusnya harus ditingkatkan menjadi kewajiban moral dan spiritual (ibadah).

Menjaga keseimbangan ekologis merupakan bagian dari perjuangan (jihad) dalam mengemban amanah khalifah. Motivasi konservasi akan menjadi lebih kuat dan permanen ketika didorong oleh keimanan.

4. Hukuman Tegas Bagi Perusak: Setiap eksploitasi liar atau kerusakan pesisir harus dikenakan sanksi. Hukum lingkungan harus diperkuat sebagai pelanggaran syariat, yang konsekuensinya terasa di masyarakat, sehingga efektif mencegah eksploitasi.

Transformasi Sistem

Pada intinya, dalam kerangka sistem yang menjunjung tinggi nilai-nilai ini, rehabilitasi hutan di Kalsel membutuhkan trasformasi dari "proyek teknis" menjadi gerakan peradaban.

Konservasi akan menjadi amanah moral dan syar’i. Negara menjamin pengelolaan hutan secara adil, berkelanjutan, dan bermanfaat bagi seluruh rakyat, sekaligus menegakkan hukum syariat untuk menghentikan eksploitasi.

Dengan demikian, konservasi akan menjadi pilar pembangunan yang adil, lestari, dan diberkahi, membentuk generasi yang memiliki tanggung jawab penuh secara moral, spiritual, dan sosial terhadap lingkungan. 

Tentunya gagasan ini dapat terwujud hanya dalam sistem islam, dalam istilah fiqih sistem islam ini di sebut khilafah, secara fiqih dan historis sistem inilah yang dapat memfasilitasi penerapan seluruh hukum Islam dan sanksinya, termasuk di dalamnya penanganan sumber daya alam dan sanksi bagi pelaku eksploitasi yang melanggar syariat. Inilah satu-satunya cara untuk menjamin kelestarian hutan Kalimantan. Wallahu ‘alam bishshawwab.[]

Oleh: Ailia Junior
(Mahasiswa Sistem Informasi)

Opini

×
Berita Terbaru Update