Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

HILMI: Bencana Saat Ini karena Perpaduan Kompleks Dimensi Politik, Ekonomi, Hukum, hingga Agama

Rabu, 31 Desember 2025 | 22:52 WIB Last Updated 2025-12-31T15:52:46Z
TintaSiyasi.id -- 

Perhimpunan Intelektual Muslim Indonesia (HILMI) menegaskan bahwa bencana saat ini tidak lagi sebatas fenomena alam seperti gempa atau banjir, melainkan perpaduan kompleks dimensi politik, ekonomi, hukum, hingga agama yang tidak bisa dipahami secara parsial.

 

“Bencana saat ini tidak lagi sebatas fenomena alam seperti gempa atau banjir, melainkan perpaduan kompleks dimensi politik, ekonomi, hukum, hingga agama yang tidak bisa dipahami secara parsial,” rilis HILMI dalam laporan Intellectual Opinion No. 033 bertajuk Bencana Multidimensi dan Solusi Perspektif Islam.

 

HILMI menegaskan kepada TintaSiyasi.ID bencana tersebut sebagai "sistem krisis" atau bencana multidimensi yang melanda Indonesia.

 

“Krisis politik mencapai puncaknya pada akhir Agustus 2025 melalui gelombang unjuk rasa besar-besaran di depan Gedung DPR/MPR RI dan berbagai kota besar,” sebut HILMI, Senin (29/12/2025).

 

Aksi itu dinilai HILMI Aksi dipicu oleh kemarahan rakyat terhadap anggota legislatif yang menaikkan penghasilan di tengah himpitan pajak PBB yang mencekik, serta sikap arogansi oknum DPR terhadap para kritikus.

 

“Ketegangan tersebut bahkan berujung pada kekerasan dan penjarahan rumah pejabat, termasuk kediaman mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani, sebelum akhirnya Presiden Prabowo Subianto melakukan reshuffle kabinet pada 8 September 2025,” ulas HILMI.

 

Dari sisi ekonomi, HILMI menyoroti beban fiskal berat dengan utang publik mencapai Rp1.000 triliun dari total APBN Rp3.000 triliun. “Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) juga menuai kritik karena dianggap kurang memiliki manajemen risiko dan akuntabilitas,” tandas HILMI.

 

“Sebagai solusi, Islam menawarkan prinsip syura (musyawarah) dan adl (keadilan) untuk memulihkan kepercayaan publik (loss of trust),” sebut HILMI.

 

HILMI merekomendasikan reformasi kelembagaan yang transparan, mekanisme mediasi publik yang independen, serta pendidikan politik keumatan. 


“Selain itu, diperlukan restrukturisasi fiskal dengan menghapus utang nonproduktif dan mengoptimalkan sistem wakaf serta zakat untuk mengurangi beban APBN,” pungkasnya.[] Rere

Opini

×
Berita Terbaru Update