TintaSiyasi.id -- Ahli Manajemen Hutan Agung Wibowo, Ph.D. menyatakan bahwa hilangnya tutupan lahan (forest cover loss) dari aktivitas pertambangan menjadi penyebab terjadinya banjir bandang.
“Kehilangan tutupan lahan seperti yang disebutkan tadi dari kegiatan-kegiatan pertambangan. Perusahaan pertambangan ini memang diduga menjadi penyebab terjadinya banjir bandang yang sangat dahsyat itu,” paparnya dalam Bencana Sumatera, Salah Siapa? di kanal YouTube UIY Official, Ahad (07/12/2025).
Merujuk data dari Global Forest Watch, Agung menjelaskan dari tahun 2001-2024, kurun 23 tahun. Sumatera Utara kehilangan forest cover atau tutupan pohon hutan sebesar 1,6 juta hektare, Sumatera Barat 0,74 juta hektare, sementara Aceh 0,86 juta hektare.
“Angka ini mencerminkan kehilangan tutupan pohon yang sangat besar kalau kita bandingkan dengan kondisi existing tahun 2001. Oleh karena itu kita fokus di sini, kehilangan forest cover,” ujarnya.
“Artinya memang kegiatan yang dilakukan oleh manusia, baik itu di dalam pertambangan, perkebunan, maupun pertanian patut diduga memang berkontribusi besar terhadap apa yang terjadi di tiga provinsi di Sumatera saat ini,” jelasnya.
Konversi hutan, lanjutnya, menjadi kegiatan nonkehutanan itu memperbesar bencana yang terjadi. "Dengan adanya hutan, energi kinetik dari hujan lebih kecil jadi ketika jatuh ke permukaan tanah tidak menghancurkan tanah. Kalau terbuka, energi kinetiknya besar dan itu menyebabkan gumpalan-gumpalan tanah itu terbuka dan terbawa bersama aliran permukaan tanah," urainya.
Ketika itu terjadi, imbuhnya, di daerah yang lerengnya tinggi maka aliran itu selain cepat juga mengikis tanah lebih besar. Kalau di atasnya itu ada pohon-pohonan maka pohon-pohonan yang berdiri maupun yang sudah jatuh akan terbawa.
“Awalnya saya berpikir banjir bandang ini terjadi di alur sungai, sehingga yang terdampak adalah kota-kota atau perumahan-perumahan yang ada di bantaran sungai. Tetapi ternyata tidak, satu kecamatan, satu kota itu habis. Ini artinya memang dahsyat sekali. Dan saya sepakat tadi kalau ini adalah kejadian yang disebabkan oleh perbuatan-perbuatan manusia dominannya,” jelasnya.
Daya Dukung
Agung kembali menambahkan, bagaimana daya dukung ekologis sudah melebihi batas sampai rusaknya parah sekali melebihi tsunami.
“Jadi tanpa kajian yang dalam kita sudah bisa berkeyakinan sangat kuat bahwa daya dukung ekosistem di tiga daerah itu sudah terlampaui, karena rusaknya sudah luar biasa. Ini melebihi tsunami, beberapa saksi mata mengatakan demikian gitu ya. Harta benda tidak sekedar terendam tapi juga hilang,” tambahnya.
Menurutnya, daya dukung dalam kajian lingkungan adalah kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan manusia atau makhluk lain serta keseimbangan antar keduanya.
“Artinya saling mendukung, wilayah itu apa masih bisa menyediakan air bersih bagi manusia dan hewan-hewan. Apakah tanahnya masih tetap subur untuk dilakukan kegiatan pertanian. Apakah manusia masih memiliki ruang hidup yang layak,” ungkapnya.
Yang terjadi sekarang, lanjutnya, terjadi deforestasi secara masif kemudian ada banjir dan longsor dahsyat sekali. "Erosinya sangat tinggi, spesies-spesies hilang, gajah kita saksikan mati, harimau juga terendam entah ke mana dalam sebuah video," pungkasna.[] Sin
