TintaSiyasi.id -- Menanggapi bencana ekologis (banjir bandang, longsor) yang terjadi di Sumatra, Direktur Indonesia Justice Monitor Ustaz Agung Wisnuwardana, mengatakan, konsekuensi kapitalisme memandang hutan sebagai komoditas.
"Konsekuensi langsung dari kapitalisme yang memandang hutan dan SDA hanya sebagai komoditas demi profit maksimal," ungkapnya di akun TikTok agung.wisnuwardana, Kamis (4/12/2025).
Ia menjelaskan, banjir bandang, longsor dan bencana ekologis yang terjadi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat bukan karena bencana alam, ini adalah bencana karena ulah tangan manusia.
"Kesimpulannya alam kita hancur karena tata ruang yang problematik, karena sistem politik ekonomi rusak kapitalisme," tegasnya.
Ia memaparkan fakta bahwa di Aceh banjir besar tidak terhindarkan akibat akumulasi deforestasi, ekspansi sawit, dan maraknya tambang emas tanpa izin di kawasan daerah aliran sungai.
Di Sumatera Barat, ribuan hektar hutan primer hilang dan alih fungsi kawasan hulu menjadi pemicu utama krisis ekologis yang mendalam. Di Sumatera Utara ditemukan ribuan hektar hutan di Tapanuli untuk perluasan konsesi sawit, tambang, dan kebun kayu monokultur.
"Kita saksikan gelondongan kayu terseret banjir dan sedimentasi sungai yang masif di semua wilayah ini, ini bukti kuat deforestasi dan kerusakan das telah mencapai titik kritis tetapi siapa yang paling bertanggung jawab?" Tanyanya.
Bencana ini terjadi karena sistem politik yang koruptif. Dalam sistem demokrasi modal besar dibutuhkan untuk memenangkan pilkada dan pilpres begitu berkuasa 'hadiah' berupa izin-izin konsesi sawit, tambang, dan properti dengan mudah dikeluarkan tanpa peduli lingkungan.
"Karena inti kapitalisme demokrasi adalah mencari keuntungan dan mempertahankan kekuasaan untuk segelintir orang," tegasnya.
Solusi
Ia menjelaskan beberapa solusi, pertama, semua kebijakan dan pembangunan harus tunduk total pada kajian lingkungan hidup strategis KLHS, masyarakat harus tahu betul daya dukung dan daya tampung lingkungan, tidak boleh ada satu pun izin yang melanggar batas ekologis ini.
Kedua, harus tata ulang sistem kepemilikan sumber daya alam, hutan dan SDA vital lainnya harus kembali menjadi milik umum, pengelolaannya harus diarahkan untuk kesejahteraan seluruh rakyat dan menjaga fungsi ekologis bukan lagi untuk memperkaya segelintir korporasi.
"Kunci jaminan lingkungan hidup adalah Islam, Islam adalah satu-satunya sistem yang menjamin perlindungan lingkungan secara serius, mengedepankan kepentingan rakyat di atas modal dan mengelola sumber daya alam sebagai amanah, pahami akarnya, saatnya berubah," pungkasnya.[] Alfia