TintaSiyasi.id -- Maraknya kasus perundungan atau bullying di dunia pendidikan Indonesia seolah tak kunjung usai. Kini publik digemparkan oleh kematian Timothy Anugrah Saputra, mahasiswa Universitas Udayana, yang diduga menjadi korban bullying di lingkungan kampus. Ia ditemukan meninggal setelah terjatuh dari lantai empat gedung universitas. Polisi memang menyebut peristiwa itu sebagai bunuh diri, namun banyak pihak menduga ada tekanan dan perundungan yang menjadi latar belakangnya. Dilansir dari cnnindonesia.com pada Senin, 20-10-2025.
Peristiwa ini terjadi juga pada Siswa Kelas 8 Sekolah Terpadu Pahoa, Gading Serpong, Kabupaten Tangerang yang berinisial N (13), dikabarkan meninggal dunia lantaran terjatuh dari lantai 8 sekolah, diduga akibat perundungan (bullying), pada Senin, 3-11-2025. Dilansir dari rri.co.id pada Kamis, 06-11-2025.
Bullying bukan hanya ancaman fisik, pukulan, ataupun bentakan. Ia bisa hadir dalam bentuk yang lebih halus, seperti pengucilan sosial, ejekan, tekanan daring, atau candaan yang merendahkan. Ini adalah bentuk kekerasan yang tidak terlihat tetapi meninggalkan luka batin yang dalam.
Bahkan dampak yang akan dialami korban bullying nantinya akan serius, sebab korban bisa menderita gangguan psikologis seperti kecemasan, depresi, atau kehilangan kepercayaan diri. Yang pada akhirnya banyak dari korban bullying merasa bahwa kematian adalah jalan keluar yang paling masuk akal.
Di samping itu, pengaruh media sosial juga berperan besar dilingkungan remaja saat ini. Di dunia digital yang bebas, cyberbullying menjadi ancaman nyata. Sekali seseorang menjadi bahan olok-olokan, efeknya bisa meluas ke ribuan orang hanya dalam hitungan menit.
Sikap yang menilai bahwa kejahatan seperti bullying sebagai sesuatu yang tidak buruk bahkan terlihat keren jika dilakukan, ini menunjukkan bahwa adanya standar penilaian yang salah terhadap baik dan buruk. Namun, hal ini wajar terjadi lantaran dalam sistem kapitalisme sekuler adalah sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga, menghasilkan masyarakat yang cenderung bertindak sesuai dengan keinginan tanpa mempertimbangkan standar perbuatan baik dan buruk menurut menurut Sang pencipta. Dan Sistem Kapitalisme juga cenderung menciptakan individu dengan karakter yang apatis dan individualis.
Maraknya kasus bullying yang terjadi menunjukkan bahwa ada kerusakan yang signifikan dalam sistem pendidikan saat ini. Pasalnya pendidikan seharusnya menjadi tempat di mana individu dipersiapkan tidak hanya secara akademis, tetapi juga dalam hal pembentukan kepribadian yang bermoral dan menghormati sesama. Namun faktanya fenomena bullying seringkali menunjukkan hal yang sebaliknya. Ini menggambarkan kegagalan dalam mencapai tujuan fundamental pendidikan yang seharusnya mendorong penghargaan, dan empati di antar sesama.
Berbeda dengan sistem Islam, negara akan menyaring tayangan dengan mengganti konten yang tidak bermanfaat dan berpotensi merugikan dengan tayangan edukatif. Ini bertujuan untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari konten yang memicu perilaku negatif seperti bullying, menuju konten yang dapat memberikan nilai-nilai positif dan mendidik. Negara juga akan memberikan sanksi tegas terhadap pelaku bullying. Sehingga orang yang akan melakukan tindakan tersebut akan berfikir dua kali untuk melakukannya.
Inilah gambaran jika Islam dijadikan sebagai ideologi, maka kasus bullying tentu tidak akan terjadi. Jadi akankah kita masih diam saja melihat kerusakan yang terjadi pada sistem saat ini atau ikut berjuang bersama kelompok dakwah ideologis untuk menegakkan kembali Khilafah Islamiyah di muka bumi ini. Wallahu a'lam bishshawab. []
Syifa Rafida
(Aktivis Muslimah)