Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Masjid Al-Aqsha Terancam Runtuh: Ketika Bumi Suci Diperjualbelikan, dan Dunia Diam

Kamis, 06 November 2025 | 08:00 WIB Last Updated 2025-11-06T01:00:57Z

TintaSiyasi.id -- Masjid Al-Aqsha terancam roboh akibat penggalian bawah tanah yang dilakukan Isra3l. Menurut laporan resmi cnnindonesia.com (25/10/2025) sudah lebih dari seratus terowongan digali sejak pendudukan tahun 1967, dan kini lorong-lorong itu bahkan telah mencapai bagian bawah bangunan masjid. Penggalian ini tidak sekadar eksplorasi arkeologi, tetapi upaya sistematis yang menghubungkan area yang mereka sebut sebagai “Kota Daud”, melewati jalur air bersejarah yang dikeringkan dan diubah menjadi museum serta sinagoge. Ulama di Al-Aqsha menyebut, “Kami bisa merasakan getarannya pondasi masjid melemah, retak-retak mulai muncul.”

Astaghfirullah, sadarlah wahai umat Islam, Isra3l tidak sedang membangun “museum sejarah”, tapi sedang menulis ulang sejarah dengan darah dan debu reruntuhan masjid suci. Penggalian itu bukan proyek kebudayaan, tapi strategi militer dan ideologis, yaitu meruntuhkan Masjid Al-Aqsha secara perlahan, agar dominasi penuh atas Al-Quds dapat diraih tanpa “perang besar”. Inilah bentuk terorisme arkeologis. Mereka ingin dunia mengira bahwa kehancuran Al-Aqsha adalah “alami”, padahal itu dirancang.

Akar Masalah: Ambisi Iblis dalam Wajah Zion*s

Sejak 1967, Zion*s mengklaim bahwa wilayah di bawah Al-Aqsha adalah situs “Bait Suci Salomo” yang mereka dambakan untuk dibangun kembali. Maka mereka terus menggali, menebar propaganda, dan mengusir warga Palestina dari sekitar masjid. Tak berhenti di situ, mereka ubah terowongan menjadi jalur wisata religius Yahudi lengkap dengan narasi dusta bahwa tanah itu milik mereka.

Namun akar persoalan ini bukan sekadar politik tanah. Ia adalah perang ideologi antara haq dan batil. Zion*sme adalah ideologi kufur yang berakar pada penentangan terhadap Allah dan para rasul-Nya. Mereka tidak sekadar menolak Palestina, tapi menolak Islam sebagai agama kebenaran. Maka tidak mengherankan, sebagaimana Allah firmankan,

“Dan mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran) jika mereka sanggup.” (TQS. Al-Baqarah: 217)

Selama sistem dunia masih tunduk pada sekularisme kapitalis, Isra3l akan terus melakukan apa pun tanpa takut. Mereka tidak takut pada PBB, tidak peduli pada opini publik, karena mereka tahu dunia Islam hari ini tercerai-berai tanpa tameng khilafah.

Solusi Dunia: Fatamorgana Dua Negara

Solusi “dua negara” hanyalah gula-gula politik untuk meninabobokan umat Islam. Bagaimana mungkin dua negara bisa berdiri berdampingan, jika salah satunya adalah penjajah yang dibangun di atas darah anak-anak Palestina? Ide “koeksistensi damai” hanyalah ilusi yang menipu. Dalam sejarah, tidak ada satu pun perjanjian damai dengan Zion*s yang benar-benar ditepati.

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, pendiri Hizbut Tahrir, menegaskan dalam Nizhamul Islam bahwa segala bentuk perundingan yang mengakui kedaulatan entitas kafir atas tanah Islam adalah bentuk pengkhianatan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Palestina adalah tanah wakaf umat Islam, maka tak boleh dijual, dibagi, atau dinegosiasikan.

Maka bukan “dua negara” yang kita butuhkan, tapi satu kepemimpinan global umat Islam yang menegakkan hukum Allah di muka bumi. Bukan “diplomasi”, tapi jihad fi sabilillah yang akan mengembalikan kemuliaan Al-Aqsha ke tangan umat Muhammad Saw.

Al-Aqsha dan Keutamaannya di Sisi Allah

Rasulullah Saw bersabda,

Tidaklah diperjalankan (untuk beribadah) kecuali ke tiga masjid, Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid Al-Aqsha.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Masjid Al-Aqsha bukan masjid biasa. Dari situlah6 Rasulullah Saw melakukan Mikraj, naik menembus langit membawa perintah shalat, simbol keterikatan bumi dengan langit, syariat dengan akidah.

Bumi Syam, termasuk Palestina, disebut oleh Allah sebagai bumi yang diberkahi,
Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjid Al-Aqsha yang Kami berkahi sekelilingnya...” (TQS. Al-Isra: 1)

Para khalifah sepanjang sejarah menjadikan Al-Aqsha sebagai simbol kehormatan Islam. Umar bin Khaththab menolak masuk dengan kuda agar tidak menodai tanah suci itu. Salahuddin Al-Ayyubi meneteskan air mata saat menaklukkannya kembali tanpa setetes darah pun dari warga sipil. Dan kini, air mata umat Islam kembali tumpah karena Al-Aqsha digali bukan untuk diselamatkan, tapi untuk dihapus dari peta sejarah.

Khilafah: Perisai yang Hilang

Selama 13 abad, Al-Aqsha terjaga di bawah naungan Khilafah Islamiah. Tidak ada bangsa yang berani menyentuhnya, tidak ada kekuatan yang berani menggali di bawahnya. Tapi setelah khilafah diruntuhkan tahun 1924, Palestina menjadi yatim piatu politik. Tidak ada lagi Khalifah yang mengirim pasukan dengan seruan, “Hai tentara Islam, bebaskan saudara-saudaramu!”

Syaikh Abu Rustah dalam kitab Ajhizah Daulah Khilafah menjelaskan, tugas negara Islam adalah menjaga kehormatan umat dan simbol-simbol agamanya, termasuk masjid-masjid suci. Tanpa institusi itu, penjagaan hanya menjadi slogan emosional tanpa kekuatan politik dan militer.

Maka, siapa pun yang hari ini masih berharap pada diplomasi atau resolusi PBB, sesungguhnya sedang menunda kehancuran yang pasti. Sebab Zion*s tidak akan berhenti hingga kiblat pertama umat Islam itu rata dengan tanah.

Kembali ke Jalan Jihad dan Persatuan Umat

Runtuhnya Masjid Al-Aqsha bukan sekadar bencana arsitektur, tapi bencana akidah. Karena itu berarti kita gagal menjaga amanah Rasulullah Saw.

Dunia boleh diam, tapi langit tak akan diam. Setiap kali bumi Syam diguncang, Allah sedang menguji siapa yang benar-benar mencintaiNya. Karena cinta pada Al-Aqsha bukan dengan air mata, tapi dengan perjuangan.

Sesungguhnya negeri itu akan ditaklukkan kembali, sebagaimana dahulu ditaklukkan.” (HR. Ahmad)

Dan perjuangan itu bukan lewat negosiasi, tapi melalui penegakan Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah yang mempersatukan kekuatan umat, menegakkan syariat, dan mengerahkan jihad untuk membebaskan bumi para nabi dari tangan para penjahat sejarah.

Selama dunia masih dikuasai sekularisme, Isra3l akan terus menggali, tapi ketika panji tauhid kembali berkibar, maka tak akan ada lagi tangan yang berani menyentuh tanah suci itu. Karena khilafahlah penjaga sejati Al-Aqsha, bukan diplomasi, bukan PBB, dan bukan dunia yang telah mati nuraninya.

Oleh: Nabila Zidane
Jurnalis

Opini

×
Berita Terbaru Update