Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Beningkanlah Hatimu: Nasihat Abadi dari Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari

Minggu, 02 November 2025 | 13:34 WIB Last Updated 2025-11-02T06:34:39Z
TintaSiyasi.id -- Di antara mutiara hikmah yang paling dalam dari Ibnu ‘Athaillah as-Sakandari — seorang ulama sufi besar pengarang Al-Ḥikam al-‘Aṭā’iyyah — adalah nasihat tentang pentingnya menjaga kebeningan hati. Beliau berkata: “Beningkanlah hatimu. Berhati-hatilah terhadap nafsu, karena nafsu akan menghitamkan dan mengotori hatimu. Bersihkanlah dengan bertaubat kepada Allah dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya.”

Hati: Cermin Ruhani Manusia

Hati manusia bukan sekadar organ biologis, melainkan pusat ruhani yang menentukan baik-buruknya kehidupan. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Ketahuilah, di dalam tubuh manusia ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuhnya; jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Ketika hati bening, cahaya kebenaran mudah menembusnya. Ia menjadi cermin yang memantulkan nur Ilahi. Namun ketika hati dikotori oleh hawa nafsu, iri, sombong, dan cinta dunia yang berlebihan, ia menjadi buram bahkan hitam. Kebenaran tak lagi tampak jernih; yang tampak hanyalah bayangan-bayangan keinginan diri.

Bahaya Nafsu: Kotoran yang Menggelapkan Jiwa

Nafsu bukan sekadar dorongan biologis, tetapi kekuatan yang jika tidak dikendalikan akan menjerumuskan. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah menggambarkan bahwa nafsu itu seperti kuda liar — bisa membawa penunggangnya menuju kemenangan jika dikendalikan, tetapi bisa mencelakakan jika dibiarkan bebas.

Nafsu membuat manusia lupa arah. Ia menutup telinga dari kebenaran, menutup mata dari nasihat, dan menutup hati dari cahaya.

Ketika seseorang menuruti nafsu tanpa rem taqwa, maka sedikit demi sedikit hatinya mulai gelap. Gelap bukan karena cahaya padam, tetapi karena debu dosa menutupinya.
Allah SWT mengingatkan:
“Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.”
(QS. Ṣād: 26)

Gelapnya hati bukan terjadi seketika, melainkan hasil dari penumpukan dosa kecil yang tidak disadari. Setiap kali mata memandang yang haram, lidah berbohong, hati dengki, atau langkah menjauh dari ketaatan — satu titik hitam melekat di hati. Hingga bila dosa itu dibiarkan, hati menjadi hitam pekat.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Apabila seorang hamba melakukan dosa, maka satu titik hitam akan dititipkan di hatinya. Jika ia bertaubat dan memohon ampun, hatinya kembali bersih. Namun jika ia mengulanginya, maka titik hitam itu bertambah hingga menutupi seluruh hati.”
(HR. Tirmidzi)

Jalan Penyucian: Taubat dan Ketaatan

Ibnu ‘Athaillah menegaskan, penawar kegelapan hati adalah taubat dan ketaatan. Dua hal ini adalah sumber air yang membasuh debu dosa.
Taubat sejati bukan sekadar ucapan istighfar, melainkan kesadaran ruhani bahwa kita telah berpaling dari Allah dan ingin kembali kepada-Nya dengan hati yang tunduk.

Taubat adalah gerakan jiwa yang lembut tapi dahsyat: dari lalai menuju sadar, dari maksiat menuju ketaatan, dari cinta dunia menuju cinta Ilahi.

Setelah taubat, langkah berikutnya adalah ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Karena hati yang telah dibersihkan harus dijaga agar tidak kotor kembali.

Ketaatan adalah wujud cinta. Barangsiapa mencintai Allah, ia akan menuruti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dengan rasa rindu, bukan terpaksa.

Sebagaimana firman Allah:
قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ  
31.  Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu". Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

“Katakanlah (wahai Muhammad), jika kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku; niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.”
(QS. Āli ‘Imrān: 31)

Hati yang Bening: Jalan Menuju Ma’rifatullah

Ketika hati sudah bening, seseorang akan mudah mengenal Tuhannya. Ia melihat dunia dengan pandangan hikmah, bukan hawa. Ia menilai sesuatu bukan dari manfaat duniawinya semata, melainkan dari nilai ridha Allah di baliknya.
Hati yang bening membuat ibadah menjadi ringan, doa menjadi khusyuk, dan kesabaran menjadi indah. Ia akan tenang dalam kesempitan, bersyukur dalam kelapangan, dan ridha dalam ujian.
Inilah yang dimaksud dengan ma’rifatullah — mengenal Allah dengan sebenar-benarnya pengenalan, bukan sekadar dari kata, tetapi dari rasa.

Penutup: Saatnya Membersihkan Cermin Hati

Setiap kita pernah kotor. Setiap hati pernah buram. Tapi selama nyawa belum sampai di tenggorokan, pintu taubat masih terbuka luas.
Beningkanlah hatimu setiap hari dengan dzikir, istighfar, dan amal shalih. Jangan biarkan debu dosa menumpuk hingga menutup cahaya.

Ibnu ‘Athaillah menutup nasihatnya dengan makna yang dalam:
“Janganlah engkau mengira bahwa hatimu bening hanya karena engkau tidak berdosa besar, sebab terkadang riya, ujub, dan ghurur jauh lebih berbahaya dari dosa-dosa zahir.”

Maka, beningkanlah hatimu — bukan hanya dari maksiat, tapi juga dari keakuan.
Karena hati yang bening adalah tempat bersemayamnya cinta Ilahi.
Dan tiada kebahagiaan sejati kecuali ketika hati telah bersih, lembut, dan tenang di sisi-Nya.
قَدۡ أَفۡلَحَ مَن زَكَّىٰهَا وَقَدۡ خَابَ مَن دَسَّىٰهَا  
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwanya, dan merugilah orang yang mengotorinya.”
(QS. Asy-Syams: 9–10)

Oleh. Dr Nasrul Syarif M.Si.  (Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana  UIT Lirboyo )

Opini

×
Berita Terbaru Update