Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tragedi Sidoarjo: Potret Buruknya Sistem Pendidikan

Rabu, 15 Oktober 2025 | 22:47 WIB Last Updated 2025-10-15T15:47:12Z

TintaSiyasi.id -- Tragedi ambruknya Ponpes Al-Khoziny Sidoarjo, yang menewaskan puluhan santri, menjadi duka mendalam bagi dunia pendidikan. Gedung lantai empat yang ambruk pada saat para santri sedang melaksanakan shalat ashar di lantai dua, menewaskan sedikitnya tiga puluh tujuh orang dan melukai lebih dari seratus santri lainnya. Dilansir dari www.detiknews pada Minggu, 05/10/2025. 

Ambruknya bangunan ponpes memang menjadi sebuah musibah, akan tetapi sebelum musibah ini terjadi, ada hal-hal yang dapat dimitigasi oleh manusia, yakni memastikan bahwa bangunan tersebut aman, dan sesuai dengan prosedur pembangunan. Demikian, penyebab ambruknya bangunan disinyalir karena lemahnya konstruksi dan minimnya pengawasan. Ironisnya, dana pembangunan ponpes ini hanya mengandalkan iuran wali santri atau sumbangan donatur.

Di mana seharusnya, ponpes yang ditempati para santri bukan sekadar untuk menimba ilmu, namun juga ruang untuk tinggal, ibadah, dan pembinaan santri. Sayangnya, keterbatasan dana seringkali membuat pembangunan ponpes berdiri tanpa standar ketat dalam aspek keamanan dan kualitas. Maka inilah potret nyata bagaimana tanggung jawab besar dalam penyediaan pendidikan di negeri ini dengan sistem yang ada justru dibebankan kepada masyarakat. Padahal, pendidikan adalah kebutuhan vital generasi bangsa. 

Fakta bahwa pemerintah baru bergerak setelah tragedi dengan wacana evaluasi bangunan ponpes dan rumah ibadah, memperlihatkan bahwa perhatian negara selama ini sangat minim dan lebih bersifat reaktif, bukan preventif. Pendidikan dipandang sebagai barang komersial, sehingga masyarakat yang berstatus ekonomi rendah hanya dapat menikmati fasilitas yang ada dengan ala kadarnya. 

Berbeda dengan kapitalisme, Islam menempatkan pendidikan sebagai kebutuhan dasar rakyat yang wajib dipenuhi oleh negara. Setidaknya terdapat tiga pilar penting dalam konstruksi Islam terhadap pendidikan, yakni:

Satu, negara bertanggung jawab penuh dalam penyediaan fasilitas pendidikan yang aman, nyaman, dan berkualitas. Di samping pembangunan kurikulum yang berbasis akidah Islam, bangunan yang digunakan untuk menimba ilmu tidak boleh ada satu pun yang membahayakan jiwa mereka.

Dua, pendanaan dari Baitul Mal. Jadi negara Islam memiliki mekanisme keuangan negara melalui Baitul Mal. Dana dari pos fai’, kharaj, jizyah, dan harta milik umum digunakan untuk membiayai pendidikan. Dengan mekanisme ini, pendidikan gratis dan fasilitas layak bisa diberikan tanpa membebani masyarakat.

Tiga, tidak Ada dikotomi negeri–swasta. Dalam Islam, semua lembaga pendidikan, baik yang dikelola negara maupun masyarakat, tetap dijamin negara. Pesantren, sekolah, hingga universitas sama-sama berhak atas fasilitas yang aman.

Demikianlah, jika negara menerapkan sistem Islam, pembagunan fasilitas pendidikan tidak lagi bergantung pada iuran wali santri atau donatur terbatas. Semua gedung didirikan dengan standar kuat, kokoh, diawasi ketat, dan dibiayai penuh oleh Baitul Mal. Dengan begitu, tragedi semacam Ponpes Al-Khoziny dapat dicegah.

Lebih dari itu, Islam tidak sekadar menjamin fisik bangunan, tetapi juga memastikan kurikulum yang membentuk generasi beriman, bertakwa, dan berkepribadian Islam. Pendidikan dalam Islam tidak dipandang sebagai komoditas, melainkan kewajiban negara untuk mencetak manusia yang taat kepada Allah SWT. Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Tsabitah Dien
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update