Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Bunuh Diri Buah Busuk Sekularisme

Rabu, 15 Oktober 2025 | 22:56 WIB Last Updated 2025-10-15T15:56:42Z

TintaSiyasi.id -- Awal September lalu media sosial dihebohkan dengan kasus bunuh diri seorang ibu muda di Bandung, mirisnya sebelum melakukan aksinya terlebih dahulu ia membunuh kedua anaknya, bayi beumur 11 bulan dan si sulung berumur 9 tahun. Pemandangan semakin pilu dengan ditemukannya surat wasiat yang sengaja ditinggalkan olehnya. Surat wasiat yang cukup panjang itu di antaranya menuliskan tentang rasa lelahnya menjalani kehidupan karena suaminya terus berbohong dan terlilit hutang, dia pun berharap suaminya akan berubah setelah melihat ia dan anak-anaknya meninggal, di bagian akhir dia juga mengatakan ridho masuk neraka tapi anak-anaknya akan masuk surga karena belum ada dosa. (Bbc.com, 10/09/2025)

Jumlah kasus bunuh diri di Indonesia memang terus bertambah. Data Pusiknas (Pusat Informasi Kriminal Nasional) Polri menunjukkan, 594 kasus bunuh diri telah tercatat pada 1 Januari–28 Mei 2025. Sungguh miris, melihat angka kematian yang disebabkan bukan karena pembunuhan atau kecelakaan, melainkan karena aktivitas bunuh diri yang diawali dari putusnya harapan dalam menjalani kehidupan.

Haram Berputus Asa pada Rahmat Allah
Rahmat berarti kasih sayang, dan kasih sayang Allah mencakup segala sesuatu. Hal itu sebagaimana firman Allah Ta'ala, "..dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu" (QS. Al-A'raf:156). Haram bagi seorang muslim untuk pesimis pada rahmat Allah, bahkan perbuatan ini termasuk dosa besar dan pelakunya bisa jatuh pada kekafiran.

Bagaimana tidak? Saat Allah berkata akan mengampuni, ia berkata tidak, Allah tidak akan memaafkan. Saat Allah berjanji akan memberi rezeki, ia berkata tidak, rezeki saya sudah habis. Saat Allah berkata bersama kesulitan ada kemudahan, ia berkata sudah tak ada lagi harapan. Saat Allah berkata tak akan menguji kecuali sesuai kemampuan, ia berkata sudah habis kemampuan. Ia tak percaya akan kasih Allah, hingga akhirnya puncak dari kekufuran ini adalah membunuh dirinya sendiri.

Allah Ta'ala berfirman, “Janganlah kalian berputus asa dari kasih sayang Allah. Sungguh tidaklah berputus asa dari kasih sayang Allah kecuali kaum kafir.” (TQS. Yusuf [12]: 87). "Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri. Sesungguhnya Allah sangat mengasihi kamu." (TQS. An-Nisa: 29).

Rasulullah Saw. bersabda tentang hukuman bagi pelaku bunuh diri di akhirat, “Barang siapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu di dunia, maka ia akan disiksa dengan hal itu pula pada hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

“Seorang yang bunuh diri dengan menjatuhkan diri dari atas gunung, maka dia akan terus-menerus menjatuhkan dirinya di neraka jahannam dan kekal di dalamnya selamanya.” (HR. Bukhari).

Berdasarkan dalil ini bahkan terdapat perbedaan di antara para ulama terkait menshalatkan jenazah yang mati akibat bunuh diri, sebagian berpendapat bahwa tak perlu dishalatkan. Na'udzubillah, begitu hina kematian akibat bunuh diri.

Kokoh dengan Ilmu dan Iman

Saat ini banyak kaum muslimin yang mengaku beriman bahkan hafal rukun iman, namun sedikit yang memahami hakikat keimanan tersebut. Sistem sekuler yakni tata aturan yang memisahkan agama dari kehidupan telah melemahkan kaum muslimin hingga kalah dengan ujian kehidupan dunia. Mereka lupa bahwa hidup ini hanya sementara, di akhirat lah keabadian itu ada. Saat itu tak ada satupun dari dunia yang dibawa kecuali dosa, pahala, rahmat dan murka Allah. Atas aktivitas di dunia lah semua penilaian itu diberikan.

Tentu pahala dan rahmat Allah yang setiap Muslim inginkan. Untuk meraih inilah ilmu dan iman sangat dibutuhkan. Terkait iman kepada qadha dan qadar misalnya, saat mempelajarinya seseorang akan faham bahwa dalam hidup ini ada area yang dikuasai olehnya dan area yang menguasainya. Setiap Muslim hanya akan dihisab atas apapun yang berada di area yang dikuasainya bukan yang menguasainya.

Dalam kasus ini contohnya, sang suami terus berbohong, terlilit hutang dan tak kunjung berubah, hal itu tak akan dibebankan hisabnya kepada istri, karena hal itu bukan keinginannya. Artinya itu adalah area yang menguasainya. Sedang area yang dikuasainya saat itu adalah, bagaimana sikapnya menghadapi suami, cara ia bertahan dalam hidup, cara ia menguatkan dan mendidik anak-anaknya. Andaikan sabar yang dipilih, insyaa Allah pahala dan rahmat Allah akan ia raih.

Negara Harus Bertanggung Jawab
Pemimpin harus benar-benar menjadi pelindung rakyatnya dari apa saja yang melemahkan iman dan mendangkalkan ilmu, termasuk dari faham sekularisme yang telah nyata membawa banyak kerusakan. ”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Muttafaqun ’Alayh).

Dan yakinlah pemimpin seperti ini tak akan lahir di sistem ini namun hanya ada di sistem Islam. Maka sudah saatnya sekulerisme dicampakkan dan berjuang untuk mewujudkan kepemimpinan Islam yang pasti akan membawa rahmat bagi semesta alam. []


Oleh: Noor Dewi Mudzalifah
(Aktivis Muslimah)

Opini

×
Berita Terbaru Update