Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Setahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, Konsentrasi Kekuasaan Terjadi?

Rabu, 29 Oktober 2025 | 22:26 WIB Last Updated 2025-10-29T15:26:10Z

TintaSiyasi.id -- Selama setahun kepemimpinan Prabowo-Gibran berjalan sejak dilantiknya mereka pada Oktober 2024 hampir semua partai politik berada dibarisan pemerintahan, dan inilah menurut Direktur Indonesia Justice Monitor Agung Wisnuwardana tanda-tanda dari konsentrasi kekuasaan mulai muncul.

"Sekarang sudah satu tahun pemerintahan Prabowo Gibran berjalan. Coba perhatikan arah politik kita hari ini, hampir-hampir semua partai politik berada di barisan pendukung pemerintahan Prabowo Gibran. Tak ada lagi oposisi yang kuat. Ketika kekuasaan berhimpun tanpa penyeimbang di situlah tanda-tanda konsentrasi kekuasaan mulai muncul," ungkapnya di akun TikTok agung.wisnuwardana, Ahad (26/10/2025).

Secara halus, kata Agung, itu merupakan cara penguasa untuk bisa mengendalikan partai politik, menjaga loyalitas, dan jika perlu menggunakan kartu stok korupsi sebagai alat kontrol terhadap pejabat partai.

"Melalui undang-undang nomor 61 tahun 2024 tentang Kementerian negara kita tahu jumlah Kementerian ditambah lebih dari 34. Tujuannya ya untuk mengakomodasi kepentingan politik dari koalisi besar," ungkapnya.

Lalu, undang-undang nomor 3 tahun 2025 tentang TNI. Aturan ini membuka ruang besar bagi TNI masuk ke ranah sipil, tampak ini seperti hadiah untuk TNI yang lama tak banyak terlibat dalam ranah sipil seperti masa orde baru, tetapi hal ini membuka peluang relasi patron klien antara Presiden dan TNI, jika ini berlanjut TNI bisa bertransformasi menjadi alat politik kekuasaan.

"Kemudian, revisi undang-undang Polri juga sedang berprotes. Kontennya ada ruang memperluas kewenangan kepolisian tanpa kontrol kuat, Polri bisa menjadi lembaga super body dengan usia pensiun diperpanjang dan pengawasan makin lemah," ungkapnya. 

Sehingga, ketika lembaga demikian tidak diawasi dengan ketat, kekuasaan bisa bergeser dari rakyat ke tangan segelintir elit dan kekuasaan. 

"Kemudian mahkamah konstitusi juga tak lepas, revisi undang-undang MK sedang berproses, diduga membuat independensi terancam karena presiden DPR dan MA bisa terlibat dalam me-recall hakim konstitusi dan memperpanjang masa jabatan hakim," terangnya. 

Selanjutnya, peraturan pemerintah nomor 25 tahun 2024 memberi izin tambang bagi ormas keagamaan yang di satu sisi tampak sebagai bagi-bagi kue tetapi di sisi yang lain bisa jadi alat kontrol untuk membuka kritik dari ormas keagamaan.

"Belum lagi undang-undang KUHP, undang-undang ITE, dan RUU penyiaran semuanya berpotensi untuk menekan media, konten kreator dan kelompok kritis, sementara politik populis dan bansos dijadikan alat untuk menjaga citra ya politik pork barrel," paparnya. 

Ia menegaskan, semua ini menunjukkan arah menuju sistem yang makin otoriter, dan yang lebih berbahaya otoritarianisme itu untuk melayani oligargi, kapitalis. 

"Kita sedang diarahkan menuju Indonesia emas versi kapitalisme yang fokus mendatangkan investasi sebanyak mungkin dan pertumbuhan ekonomi tetapi jauh dari pemerataan bukan kemakmuran hakiki untuk rakyat," ungkapnya.

Sehingga, kalau akar masalahnya adalah sistem maka yang harus diubah bukan hanya orangnya, tetapi sistemnya dari sistem kapitalisme yang menindas menuju sistem Islam yang membawa keberkahan bagi seluruh manusia. [] Alfia Purwanti

Opini

×
Berita Terbaru Update