Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Quo Vadis Transformasi Pesantren Menuju Kebangkitan Islam dalam Tatanan Dunia Sekuler Kapitalistik

Kamis, 16 Oktober 2025 | 10:14 WIB Last Updated 2025-10-16T03:14:14Z

TintaSiyasi.id -- Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengajak seluruh komponen pondok pesantren di Indonesia untuk menjadikan Musabaqah Qira'atil Kutub (MQK) Nasional dan Internasional sebagai “anak tangga pertama” menuju kembali “The Golden Age of Islamic Civilization" (Zaman Keemasan Peradaban Islam) dan ini harus dimulai dari pesantren sebagai benteng paling kuatnya Indonesia. Oleh karena itu, pondok pesantren harus menjadi pelopor kebangkitan.

Perlu ada integrasi dan “perkawinan” antara Iqra’ (kitab putih/ilmu umum) dan Bismirabbik (kitab kuning/kitab turats) adalah kunci lahirnya insan kamil. Untuk menuju The Golden Age of Islamic Civilization dapat dimulai dari Indonesia selama pesantren mempertahankan lima unsur sejatinya: masjid, kiai, santri, kuat membaca kitab turats, memelihara habit pesantren. (kemenag.go.id, 2-10-2025)

Harapan mentransformasikan pesantren sebagai anak tangga pertama yang mempelopori kebangkitan Islam ini wajib direalisasikan. Kehancuran generasi dalam peradaban sekuler kapitalistik harus segera diselamatkan. Negara harus menjadi motor penggerak dan perisai terwujudnya harapan ini di tengah tatanan kehidupan dunia yang sekuler kapitalistik.

Apa makna kebangkitan Islam dalam konteks peradaban modern yang dikuasai sistem sekuler kapitalistik?
Apa saja bentuk tantangan ideologis yang dihadapi pesantren dalam sistem sekuler kapitalistik?
Apa strategi yang dapat dilakukan pesantren untuk menjadi pelopor kebangkitan Islam dalam sistem sekuler kapitalistik?


Kebangkitan Islam dalam Tatanan Dunia Sekuler Kapitalistik

Mewujudkan kebangkitan Islam bukan sekadar kebangkitan spiritual semata, tetapi seharusnya menjadi gerakan menyeluruh untuk mengembalikan Islam sebagai sistem kehidupan. Ini karena Islam hanya akan mewujud nyata ketika Islam dijadikan dasar mengatur seluruh aspek kehidupan, baik dalam aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, kesehatan, hingga pertahanan dan keamanannya.

Sedangkan hari ini, tatanan dunia diwarnai sekuler kapitalistik yang telah menciptakan peradaban yang hanya berpusat kepada materi semata. Sekuler kapitalistik menjauhkan agama dari ruang publik terutama negara, memandang kebahagiaan ataupun kesuksesan hanya bertumpu pada pemenuhan. Maka pastinya kebangkitan Islam akan menjadi penyembuh sakitnya peradaban sekuler kapitalistik dari berbagai krisis, baik krisis moral, krisis ekonomi, dan krisis-krisis lainnya.

Dalam konteks ini, pesantren menjadi wadah penting untuk menumbuhkan kesadaran kebutuhan akan perubahan secara menyeluruh, bukan sekadar perubahan individu. Hanya dengan menjadikan Islam sebagai pandangan hidup (world view) yang akan mampu mengimbangi bahkan menandingi hegemoni sekuler kapitalistik.

Oleh karena itu, penetapan tema besar Hari Santri 2025 “Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia” selain dilihat mampu memberi harapan, tetapi juga harus dicermati dengan kaca mata syariat.

Dalam tata kelola pendidikan sekuler kapitalistik, pesantren menjadi alternatif utama para orangtua untuk menjauhkan anaknya dari sekolah berbasis kurikulum sekuler. Namun, penetapan tema besar upaya Hari Santri kali ini seakan ada upaya pengokohan sekularisme di dunia pesantren, dengan mendistorsi posisi strategis pesantren sebagai pusat pencetak ulama dan pemimpin peradaban Islam. Dari kacamata politis, ada upaya mendistraksi fokus santri dengan memposisikannya sebagai duta budaya dan motor kemandirian ekonomi, yang jelas-jelas kontraproduktif dengan peran strategis santri sebagai calon warosatul anbiya’.

Kebangkitan Islam dalam tatanan dunia sekuler kapitalistik hari ini harus tetap diupayakan. Namun, menjadikan pesantren sebagai anak tangga pertama pelopor kebangkitan Islam tidak dengan mendistorsi posisi strategis pesantren dan mendistraksi fokus santri. Kebangkitan Islam dapat terwujud ketika menjadikan pesantren sebagai pencetak generasi santri yang mampu menjadi agent of change tatanan kehidupan sekuler kapitalistik menjadi tatanan kehidupan Islam.


Tantangan Ideologis Pesantren Mewujudkan Kebangkitan Islam dalam Tatanan Dunia Sekuler Kapitalistik

Pesantren saat ini menghadapi tantangan ideologis yang kompleks dan halus. Sekularisasi tidak hanya hadir dalam bentuk penolakan eksplisit terhadap agama, tetapi juga dalam bentuk pergeseran nilai dan pola pikir. Beberapa bentuk tantangan tersebut antara lain:

Sekularisasi pendidikan, di mana kurikulum cenderung memisahkan ilmu agama dari ilmu umum, karakter generasi yang terbentuk jauh dari berkepribadian Islam dan cenderung sekuler kapitalistik. Tujuan pendidikan fokus pada pemenuhan kebutuhan industri kapitalis.

Komersialisasi pendidikan akibat pengaruh kapitalisme, yang menjadikan lembaga pendidikan, termasuk pesantren, harus bersaing secara ekonomi sehingga orientasinya bergeser dari pencetak generasi khairul ummah menjadi daya saing pasar.

Individualisme dan materialisme, yang menyusup ke gaya hidup santri dan masyarakat sekitar pesantren, mengikis pembentukan karakter Muslim yang berkepribadian Islam.

Tantangan ideologis ini secara perlahan dapat menggerus fungsi strategis pesantren sebagai pencetak generasi santri yang berperan menjadi calon warosatul anbiya’.


Strategi Pesantren Menjadi Pelopor Kebangkitan Islam dalam Sistem Sekuler Kapitalistik

Kewajiban seorang Mukmin tidak hanya berhenti pada pengakuan iman, tetapi juga harus membangun kembali kehidupan Islam sehingga syariat Islam dapat diterapkan secara kaffah di seluruh lini kehidupan. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban setiap Mukmin untuk mewujudkan kembali peradaban Islam, tidak hanya berhenti pada narasi dan seruan semata.

Peradaban Islam tidak dibangun oleh slogan atau romantisme sejarah, melainkan melalui proses panjang pendidikan, dakwah, dan pembinaan umat. Proses ini harus mengacu pada bagaimana metode dakwah Rasulullah hingga terwujud peradaban Islam di Madinah.

Dalam membangun peradabannya, Islam tidak membangun atas dasar apapun selain asas akidah Islam. Orientasi hidup setiap Muslim tidak didasarkan pada materi ataupun kesenangan hawa nafsu semata, tetapi menempatkan Allah sebagai pusat orientasi seluruh aktivitas manusia, yakni ridha Allah SWT.

Oleh karena itu, miqyās al-‘amal (ukuran amal) dalam Islam bukan manfaat duniawi atau kepuasan materi, tetapi keridhaan Allah dan kesesuaian dengan syariat-Nya. Makna kebahagiaan dalam pandangan Islam bukan kemewahan atau kesenangan dunia, melainkan ketenangan jiwa dan keberkahan hidup yang didapat dari ketaatan dan kesadaran hubungannya dengan Penciptanya.

Pesantren hanyalah salah satu komponen yang berperan dalam mewujudkan kembali peradaban Islam, tetapi butuh perjuangan dakwah politik Islam yang terarah pada hadirnya peradaban Islam yang hakiki. Perjuangan dakwah politik Islam di tengah tatanan dunia sekuler kapitalistik ini harus mengikuti metode dakwah Rasulullah.

Pesantren dapat berperan sebagai pencetak agent of change yang akan membawa kembali kehidupan Islam. Peradaban Islam yang hakiki hanya akan terwujud dalam sistem khilafah yang akan menerapkan syariat Islam secara menyeluruh dalam kehidupan. []

#LamRad
#LiveOppressedOrRiseUpAgainst


Oleh: Dewi Srimurtiningsih
Dosol Uniol 4.0 Diponorogo

Opini

×
Berita Terbaru Update