“Kita sebagai seorang Muslim, harus orang Muslim lain
itu selamat dari lisan dan tangan kita, berarti kata-kata yang ke luar semua
itu harus kita pikirkan begitu. Jadi kalau alfikru qoblal amal itu
sangat penting," ujarnya dalam YouTube MSHTV Kasus Bullying
Marak: Cara Menghadapi Bullying, Senin (06/10/2025).
Ia juga mengungkapkan pentingnya memahami makna dan
macamnya bullying supaya tidak terjebak menjadi pelaku.
“Menurut definisinya Ibnu Utsaimin dalam syarah Riyadus
Shalihin, bullying itu berarti mengganggu. Jadi mengganggu secara
fisik maupun secara verbal yang menyebabkan orang itu bisa sakit secara fisik
atau sakit secara hati,” katanya.
Lanjut ia menerangkan bahwa macam-macam bullying
itu ada empat. “Pertama, bullying fisik. “Fisik berarti ada
tindakan fisik, memukul, menendang. Kalau temannya lagi jalan diginikan,”
katanya.
Kedua, bullying verbal. “Verbal itu
berarti dari kata-kata. Oh, sangat sering. Apalagi perempuan mulai dari body
shaming ,” ungkapnya.
Ketiga, bullying psikis atau sosial.
“Berarti mentalnya yang kena itu seperti trauma,” tuturnya.
Keempat, cyber bullying. “Seperti
medsos dari caci maki apa semuakan kita melihat pengaruhnya luar biasa,”
katanya.
Ia menjelaskan, kesukaan mem-bully pada diri
anak tidak muncul secara tiba-tiba, namun karena kebiasaan dan pendidikan yang
terjadi sebelumnya.
“Karena itu, pentingnya peran orang tua memperhatikan
perkembangan emosi anak-anaknya agar ia tidak tumbuh menjadi seorang pem-bully,”
ujarnya.
Ia menerangkan, ketika anaknya sudah besar, orang tua
lebih harus punya cara komunikasi yang baik dan mengingatkan anaknya untuk
hanya mengeluarkan kata-kata yang baik saja.
“Kalau kita kembali ke pendidikan awal anak-anak, di
usia PAUD di situ ada namanya kecerdasan emosi. Jadi cara dia berteman,
berkomunikasi dengan orang, cara dia meluapkan, suka tidak suka marah dan
sebagainya itu ukurannya. Nah, kadang-kadang orang tua kan abai. Jadi tidak
menyelesaikan perkembangan emosi anaknya ini di usia itu. Otomatis terbawa
sampai gede.”
Dari sisi yang lain, ia mengungkapkan orang tua juga
perlu menghindari overthinking yang berlebihan dan menyiapkan mental
anak sehingga bisa menghadapi beragam situasi pergaulan yang rentan
perundungan.
“Orang tua juga harus menyiapkan mental anak. Jadi
bagaimana dia di-bully kalau biasa-biasa saja dia tidak akan tumbang.
Karena nanti hidup berikutnya kan lebih keras. Namanya anak-anak berarti satu
sisi maksud mereka gurau, tetapi dia tidak siap gurau begitu. Mentalnya tidak
siap. Jadi dia baper. Dia lapor di-bully,” jelasnya.
Ia juga menambah faktor lingkungan sangat besar
pengaruhnya terhadap sikap anak-anak. Kondisi yang buruk ini haruslah
diluruskan dan orang tua tidak boleh bosan dalam melakukannya.
“Ketika anak-anak sudah keluar kata-kata buruk
bagaimana sikap orang tua? Ya diluruskan lagi besok begitu lagi dan ya memang
begitu. Jadi orang tua tidak boleh repot untuk meluruskan, meluruskan,
meluruskan. Tidak boleh bosan,” tandasnya.
Menurutnya lagi, upaya pencegahan bullying
memang harus kolaborasi antara orang tua, sekolah, dan negara.
“Peran negara harusnya ada karena negara itu kan ada
dalam proses pendidikan. Sekarang itu semuanya seperti formalitas, itu
masalahnya. Maksudnya apa? Habis program selesai foto, kirim laporan, beres.
Habis itu berikutnya bagaimana kontrolnya? Kenapa bullying-nya masih
terjadi? Karena setelah kampanye tidak di-follow up.”
Ia mengingatkan bahwa Islam melarang umatnya
mengolok-olok pihak lain dan senantiasa menjaga lisan dan tangan dari menyakiti
orang lain.
“Kata Nabi, al-Muslimu man salima min lisanihi wa
yadihi. Jadi orang muslim itu adalah yang orang muslim lain itu selamat
dari lisan dan tangannya. Berarti selamat dari dua bullying itu, bullying
lisan dan bullying fisik,” ujarnya.
Ia menegaskan identitas sebagai Muslim akan menjadikan
kita senantiasa belajar memahami diri dan menjaga perilaku agar lebih
berhati-hati dalam bersikap terhadap sesama.
“Jadi kita belajar mengilmui diri supaya tindak tanduk
kita, kata, perbuatan itu tidak sampai merugikan orang lain,” pungkasnya.[] Rahmah
