Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Perilaku Bullying, Nyai Siti Rofida: Pentingnya Berpikir sebelum Berbuat

Sabtu, 18 Oktober 2025 | 09:31 WIB Last Updated 2025-10-18T02:31:21Z

TintaSiyasi.id -- Pengasuh BKI Ma'had Wakaf Syaraful Haramain Nyai Hj. Siti Rofida menyatakan bahwa pentingnya berpikir sebelum berbuat agar tidak terjebak menjadi pelaku perundungan (bullying).

 

“Kita sebagai seorang Muslim, harus orang Muslim lain itu selamat dari lisan dan tangan kita, berarti kata-kata yang ke luar semua itu harus kita pikirkan begitu. Jadi kalau alfikru qoblal amal itu sangat penting," ujarnya dalam YouTube MSHTV Kasus Bullying Marak: Cara Menghadapi Bullying, Senin (06/10/2025).

 

Ia juga mengungkapkan pentingnya memahami makna dan macamnya bullying supaya tidak terjebak menjadi pelaku.

 

“Menurut definisinya Ibnu Utsaimin dalam syarah Riyadus Shalihin, bullying itu berarti mengganggu. Jadi mengganggu secara fisik maupun secara verbal yang menyebabkan orang itu bisa sakit secara fisik atau sakit secara hati,” katanya.

 

Lanjut ia menerangkan bahwa macam-macam bullying itu ada empat. “Pertama, bullying fisik. “Fisik berarti ada tindakan fisik, memukul, menendang. Kalau temannya lagi jalan diginikan,” katanya.

 

Kedua, bullying verbal. “Verbal itu berarti dari kata-kata. Oh, sangat sering. Apalagi perempuan mulai dari body shaming ,” ungkapnya.

 

Ketiga, bullying psikis atau sosial. “Berarti mentalnya yang kena itu seperti trauma,” tuturnya.

 

Keempat, cyber bullying. “Seperti medsos dari caci maki apa semuakan kita melihat pengaruhnya luar biasa,” katanya.

 

Ia menjelaskan, kesukaan mem-bully pada diri anak tidak muncul secara tiba-tiba, namun karena kebiasaan dan pendidikan yang terjadi sebelumnya.

 

“Karena itu, pentingnya peran orang tua memperhatikan perkembangan emosi anak-anaknya agar ia tidak tumbuh menjadi seorang pem-bully,” ujarnya.

 

Ia menerangkan, ketika anaknya sudah besar, orang tua lebih harus punya cara komunikasi yang baik dan mengingatkan anaknya untuk hanya mengeluarkan kata-kata yang baik saja.

 

“Kalau kita kembali ke pendidikan awal anak-anak, di usia PAUD di situ ada namanya kecerdasan emosi. Jadi cara dia berteman, berkomunikasi dengan orang, cara dia meluapkan, suka tidak suka marah dan sebagainya itu ukurannya. Nah, kadang-kadang orang tua kan abai. Jadi tidak menyelesaikan perkembangan emosi anaknya ini di usia itu. Otomatis terbawa sampai gede.”

 

Dari sisi yang lain, ia mengungkapkan orang tua juga perlu menghindari overthinking yang berlebihan dan menyiapkan mental anak sehingga bisa menghadapi beragam situasi pergaulan yang rentan perundungan.

 

“Orang tua juga harus menyiapkan mental anak. Jadi bagaimana dia di-bully kalau biasa-biasa saja dia tidak akan tumbang. Karena nanti hidup berikutnya kan lebih keras. Namanya anak-anak berarti satu sisi maksud mereka gurau, tetapi dia tidak siap gurau begitu. Mentalnya tidak siap. Jadi dia baper. Dia lapor di-bully,” jelasnya.

 

Ia juga menambah faktor lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap sikap anak-anak. Kondisi yang buruk ini haruslah diluruskan dan orang tua tidak boleh bosan dalam melakukannya.

 

“Ketika anak-anak sudah keluar kata-kata buruk bagaimana sikap orang tua? Ya diluruskan lagi besok begitu lagi dan ya memang begitu. Jadi orang tua tidak boleh repot untuk meluruskan, meluruskan, meluruskan. Tidak boleh bosan,” tandasnya.

 

Menurutnya lagi, upaya pencegahan bullying memang harus kolaborasi antara orang tua, sekolah, dan negara.

 

“Peran negara harusnya ada karena negara itu kan ada dalam proses pendidikan. Sekarang itu semuanya seperti formalitas, itu masalahnya. Maksudnya apa? Habis program selesai foto, kirim laporan, beres. Habis itu berikutnya bagaimana kontrolnya? Kenapa bullying-nya masih terjadi? Karena setelah kampanye tidak di-follow up.”

 

Ia mengingatkan bahwa Islam melarang umatnya mengolok-olok pihak lain dan senantiasa menjaga lisan dan tangan dari menyakiti orang lain.

 

“Kata Nabi, al-Muslimu man salima min lisanihi wa yadihi. Jadi orang muslim itu adalah yang orang muslim lain itu selamat dari lisan dan tangannya. Berarti selamat dari dua bullying itu, bullying lisan dan bullying fisik,” ujarnya.

 

Ia menegaskan identitas sebagai Muslim akan menjadikan kita senantiasa belajar memahami diri dan menjaga perilaku agar lebih berhati-hati dalam bersikap terhadap sesama.

 

“Jadi kita belajar mengilmui diri supaya tindak tanduk kita, kata, perbuatan itu tidak sampai merugikan orang lain,” pungkasnya.[] Rahmah

Opini

×
Berita Terbaru Update