Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Mengurai Benang Kusut Kemiskinan dan Pengangguran

Selasa, 28 Oktober 2025 | 08:08 WIB Last Updated 2025-10-28T01:08:57Z
Tintasiyasi.id.com --  Kemiskinan dan pengangguran adalah dua masalah ekonomi klasik yang menjadi momok di hampir setiap negara. Mereka bukan sekadar statistik, melainkan manifestasi nyata dari ketidakadilan distribusi sumber daya dan kesempatan.

Di negeri mana pun, tingginya angka pengangguran secara inheren akan memperburuk tingkat kemiskinan dan menciptakan lingkaran setan yang sulit diputus.

Kondisi ini juga berlaku di negeri ini. Realitas menunjukkan bahwa masalah ini masih menjadi tantangan besar bagi pemerintah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), per Maret 2025, jumlah penduduk miskin masih berada di angka 8,47 persen (bps.go.id, 2025). Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka (TPT) per Februari 2025 adalah 4,76 persen (databoks.katadata.co.id, 2025). 

Meskipun fluktuatif, angka-angka ini menyembunyikan masalah yang lebih dalam seperti ketidaksetaraan pendapatan yang tinggi dan kualitas pekerjaan yang didominasi oleh sektor informal berpendapatan rendah.

Ini adalah bukti bahwa pertumbuhan ekonomi belum sepenuhnya merata. Lantas, mengapa masalah ini terus berulang dan sulit dituntaskan? Jawabannya terletak pada paradigma ekonomi yang mendominasi negeri ini yaitu sistem kapitalis.

Sistem ini menekankan pada kepemilikan individu atas modal dan mekanisme pasar bebas sebagai penentu utama. Hal itu secara struktural menciptakan dan melanggengkan ketidaksetaraan karena secara alaminya manusia diciptakan berbeda kemampuannya. 

Kondisi tersebut berdampak pada akumulasi kekayaan bagi segelintir pemilik modal melalui persaingan.
Dalam menghadapi masalah ini, pemerintah telah melakukan stimulus tambahan sebagai upaya percepatan (quick wins).

Kebijakan ini berfokus pada pemberian bantuan langsung untuk meningkatkan daya beli dan program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan. 

Contoh nyatanya adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau Bantuan Sosial (Bansos), serta Program Magang/Pelatihan Nasional seperti Kartu Prakerja. Namun, upaya quick wins ini, meskipun memiliki asas manfaat jangka pendek (meringankan beban hidup, mengurangi angka pengangguran secara statistik), namun tidak menyentuh akar masalah. 

BLT hanya berfungsi sebagai pain killer, meredakan gejala kemiskinan tanpa mengatasi penyebab strukturalnya, yaitu ketimpangan distribusi kekayaan dan kontrol atas sumber daya. Sementara itu, program magang hanya menyiapkan tenaga kerja yang lebih terampil untuk berkompetisi di pasar yang tidak mampu menyerap seluruhnya, karena sempitnya lapangan kerja yang disediakan oleh sistem kapitalis. 

Paradigma ini telah menggeser tanggung jawab penyediaan lapangan kerja dari negara ke individu. Untuk menyelesaikan masalah kemiskinan dan pengangguran secara tuntas, kita memerlukan paradigma politik dan ekonomi yang benar dan paripurna. 

Islam memiliki solusi yang mampu menyentuh akar masalah dari kemiskinan dan pengangguran. Pada aspek politik, Islam menetapkan bahwa negara adalah pelayan masyarakat. Negara memiliki kewajiban fundamental untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan) setiap individu rakyatnya.

Jaminan ini dilakukan melalui penyediaan pekerjaan dengan upah yang layak bagi yang produktif dan jaminan pemenuhan kebutuhan bagi yang tidak mampu bekerja.
Pada aspek ekonomi, solusi utama Islam mampu menyentuh akar masalah dengan konsep kepemilikan harta.

Islam memisahkan harta milik individu dari harta milik umum (milkiyyah 'ammah). Harta milik umum, seperti sumber daya alam yang melimpah (tambang besar, minyak, gas, hutan), serta fasilitas umum vital (air, listrik), haram dikuasai oleh individu atau swasta. 

Harta ini wajib dikelola oleh negara, dan hasilnya dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk manfaat langsung (pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan subsidi). Dengan cara ini, negara memiliki sumber daya yang sangat besar dan legal secara syariat untuk mengentaskan kemiskinan secara struktural dan menciptakan lapangan kerja yang luas, jauh lebih besar daripada sekadar mengandalkan pajak dan utang, yang menjadi ciri khas sistem kapitalis.

Singkat kata, Islam menawarkan solusi permanen, di mana negara mengambil peran sentral sebagai penjamin kebutuhan rakyat dan pengelola sumber daya alam untuk kemakmuran bersama. Inilah jalan satu-satunya menuju kesejahteraan yang hakiki.[]

Oleh: Sri Mellia Marinda, S.Si
(Ibu Peduli Generasi)

Opini

×
Berita Terbaru Update