Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Mendidik Bukan Sekadar Mengajar: Membangun Generasi Beradab, Bertakwa, dan Berwawasan Global

Sabtu, 18 Oktober 2025 | 12:06 WIB Last Updated 2025-10-18T20:45:28Z
TintaSiyasi.id --  Pengantar

Di tengah derasnya arus globalisasi dan derasnya teknologi informasi, dunia pendidikan menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Banyak lembaga pendidikan berfokus pada pencapaian akademik, peringkat, dan kompetisi global. Namun, seringkali kita lupa bahwa tujuan sejati pendidikan bukan hanya mencerdaskan otak, melainkan juga menyucikan hati.

Pendidikan sejati bukan hanya menghasilkan manusia yang pandai berbicara, tetapi juga bijak bertindak. Bukan hanya mencetak generasi yang mampu bersaing di dunia, tetapi juga yang siap mempertanggungjawabkan hidupnya di hadapan Allah. Di sinilah letak perbedaan hakiki antara mengajar dan mendidik.

Mengajar: Menyampaikan Ilmu

Mengajar adalah proses mentransfer pengetahuan dan keterampilan dari guru kepada peserta didik. Seorang guru menjelaskan konsep, memberi contoh, memberikan tugas, lalu mengevaluasi hasil belajar. Dalam proses ini, yang disasar adalah ranah kognitif—akal dan daya pikir.

Mengajar itu penting, karena tanpa ilmu manusia akan tersesat dalam ketidaktahuan. Namun, jika berhenti hanya pada tahap mengajar, maka hasilnya adalah manusia yang cerdas secara intelektual tetapi miskin secara moral. Ia tahu apa yang benar, tetapi tidak selalu melakukannya. Ia mengerti teori kebaikan, tetapi tak tergerak untuk berbuat baik.

“Ilmu tanpa amal adalah kegilaan, dan amal tanpa ilmu adalah kesesatan.”

— Imam Al-Ghazali rahimahullah

Mendidik: Menumbuhkan Jiwa

Sementara itu, mendidik memiliki makna yang jauh lebih dalam. Mendidik bukan hanya mengisi kepala, tetapi menyentuh hati dan membentuk kepribadian. Ia menuntun manusia untuk mengenal Tuhannya, memahami makna hidup, dan berperilaku sesuai nilai-nilai adab dan ketakwaan.

Dalam bahasa Arab, kata tarbiyah (pendidikan) berasal dari akar kata rabba, yang berarti menumbuhkan dan memelihara dengan kasih sayang. Seorang pendidik sejati adalah seperti petani jiwa, yang menanam benih kebaikan, menyirami dengan kasih, memupuk dengan doa, dan memanen buah berupa karakter mulia.

Mendidik berarti menghadirkan keteladanan. Karena sejatinya, akhlak tidak diajarkan dengan kata-kata, melainkan ditularkan melalui teladan. Rasulullah ﷺ tidak hanya mengajar umatnya dengan lisan, tetapi dengan seluruh perilakunya. Beliau menjadi guru kehidupan, bukan sekadar pengajar.

“Aku diutus tidak lain kecuali untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”

HR. Ahmad

Harmoni antara Mengajar dan Mendidik

Mengajar tanpa mendidik akan melahirkan generasi yang pintar tapi tidak beradab, cerdas tapi tidak jujur, berprestasi tapi kehilangan nurani.

Sebaliknya, mendidik tanpa mengajar bisa menumbuhkan semangat baik yang tanpa arah ilmu.

Pendidikan yang ideal adalah ketika ilmu dan adab bersatu, ketika guru tidak hanya menjadi pengajar, tetapi juga pembimbing spiritual dan moral.

Itulah model pendidikan yang diwariskan para ulama terdahulu — mereka memulai pelajaran dengan menanamkan adab, barulah ilmu.

Imam Malik rahimahullah pernah berkata kepada putranya:

“Pelajarilah adab sebelum engkau mempelajari ilmu.”

Pendidikan Unggul: Beradab, Bertakwa, dan Berwawasan Global

Pendidikan yang unggul adalah pendidikan yang berakar pada nilai-nilai ilahiah, berpohon pada ilmu pengetahuan, dan berbuah pada akhlak yang mulia.

Ia melahirkan manusia yang:

1. Beradab – memahami hierarki kehormatan: menghormati guru, orang tua, dan sesama.

2. Bertakwa – menjadikan Allah sebagai pusat nilai dan arah hidup.

3. Berwawasan luas dan global – terbuka pada perkembangan zaman tanpa kehilangan jati diri keislaman.

Dengan pendidikan yang demikian, akan lahir generasi yang mampu berdiri tegak di atas dua kaki: satu kaki berpijak di bumi nilai-nilai ilahi, dan satu kaki melangkah di dunia modern yang terus berubah.

Mereka adalah insan yang tidak hanya berilmu, tetapi juga berhikmah; tidak hanya berprestasi, tetapi juga berakhlak mulia.

Refleksi Penutup

Mendidik adalah pekerjaan hati. Ia tidak selesai di ruang kelas, tidak berakhir di ujian akhir, dan tidak bisa digantikan oleh teknologi secanggih apa pun.

Mendidik berarti membangun manusia secara utuh: akalnya, hatinya, dan imannya.

Seorang guru sejati bukan hanya mengajar pelajaran, tetapi menghidupkan nilai kehidupan. Ia bukan hanya memberi informasi, tetapi menyalakan cahaya dalam jiwa muridnya.

Ketika pendidikan kita kembali berorientasi pada adab dan ketakwaan, maka bangsa ini akan melahirkan generasi yang bukan hanya berhasil di dunia, tetapi juga mulia di sisi Allah.

Pendidikan unggul bukan diukur dari ranking dan nilai ujian, melainkan dari sejauh mana ia menumbuhkan manusia yang beriman, beradab, dan bermanfaat bagi semesta.

Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo. Jakarta, 16 Oktober 2025, Arya Duta Hotel Menteng Jakarta Pusat)

Opini

×
Berita Terbaru Update