TintaSiyasi.id -- Menilai pembengkakan anggaran proyek kereta cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh yang menelan biaya hingga US$7,27 miliar, setara sekitar Rp117,3 triliun, Pengamat Sosial dan Politik Ustaz Iwan Januar, mengatakan itu hal wajar di dalam sistem demokrasi.
"Terjadinya fenomena ini memang hal yang menjadi wajar di dalam sistem demokrasi," ungkapnya di akun TikTok iwanjanuar, Selasa (21/10/2025).
Ia mengutip pernyataan Pak Jonan bahwa proyek ini tidak visible, mendiang ekonom Pak Faisal Basri mengatakan bahwa dengan nilai investasi yang sangat besar 120 triliun maka butuh waktu itu sekitar 139 tahun untuk bisa balik modal, itupun dengan asumsi setiap hari keretanya penuh 50 persen bagaimana kalau tidak, bisa 2 abad mungkin lebih, untuk bisa balik modal kereta ini.
"Ternyata dibongkar oleh Pak Mahfud MD bahwa ada kejanggalan dulu ketika awalnya Jepang yang menawarkan pembangunan ini mereka hanya menawarkan bunga 0,1 persen tapi entah mengapa Pak Jokowi malah memilih Cina yang memberikan bunga 2 persen dan ini menjadi persoalan pada hari ini, karena ternyata dengan biaya investasi yang sangat besar dan bunga cicilan sangat besar 2 triliun rupiah per tahun menyebabkan operator kereta cepat Jakarta Bandung tekor, kesulitan mereka membayarnya," tambahnya.
Kedua, ekonom Pak Anthony Budiawan mengungkap ada dugaan kuat terjadi skandal dalam pembangunan kereta cepat Jakarta Bandung. "Beliau menghitung bahwa di Cina untuk pembangunan kereta cepat maka hanya butuh anggaran 17 sampai 30 juta $ per kilometer, sementara kereta cepat Whoosh ini membutuhkan anggaran 52 juta $ untuk per kilometernya wow berarti ada sekitar 40 sampai 50 persen mark up proyek pembangunan kereta cepat Jakarta Bandung," paparnya.
"Pak Mahfud MD juga mengatakan kuat dugaan ada 3x mark up yang dilakukan di dalam pembangunan kereta cepat Whoosh, apa yang kemudian terjadi, ketika sudah mulai tekor pemerintah menolak untuk menggunakan APBN pembiayaan untuk kereta cepat ini, mulai muncul para pejabat yang buang badan," tambahnya.
Kemudian ia menjelaskan, biasanya mark up proyek itu selain untuk memperkaya diri pribadi, dan keluarganya juga untuk kepentingan politik, pemilu, pilpres, dan seterusnya yang membutuhkan dana besar dalam sistem demokrasi maka salah satu sumbernya adalah mark up berbagai macam proyek-proyek di dalam pemerintahan.
Ia memberikan saran, harusnya KPK, kejaksaan, penyidik, mengungkap dugaan-dugaan adanya skandal di dalam bisnis pengadaan kereta cepat Jakarta Bandung. "Kita ingat bagaimana pak Tom Lembong bisa masuk tahanan diadili karena dugaan merugikan negara, kalau ini lebih dahsyat lagi kerugiannya, mestinya kemudian orang-orang terkait mereka juga diadili dan layak untuk masuk tahanan," ungkapnya.
Ia menyimpulkan, semua ini mengerucut pada dua hal, satu ketamakan para pejabat, dan kedua sistem demokrasi yang memang membutuhkan dana yang sangat tinggi.
"Tinggal hari ini bagaimana apakah para pejabat yang terkait termasuk pak Jokowi mau tidak bertanggung jawab terkait kisruh dan dugaan skandal di dalam kereta cepat Jakarta Bandung," pungkasnya.[] Alfia Purwanti