Tintasiyasi.id.com -- Keluarga adalah tempat pertama manusia belajar tentang cinta, tanggung jawab, dan kehidupan. Dari keluargalah lahir generasi yang menentukan arah bangsa. Namun di tengah derasnya arus modernisasi, ketahanan keluarga kini menghadapi ujian berat.
Baru-baru ini, Badan Kerja Sama Organisasi Wanita (BKOW) Kalimantan Selatan bekerja sama dengan sejumlah organisasi perempuan untuk memperkuat ketahanan keluarga melalui program Kampung KB Mandiri di Kabupaten Banjar. 
Diberitakan Klikkalsel.com (15/10/2025), kegiatan ini bertujuan menjadikan perempuan sebagai penggerak utama dalam membangun kemandirian ekonomi dan keharmonisan keluarga. 
Sementara Kalimantanpost.com (14/10/2025) menyebutkan, program tersebut diharapkan mampu menciptakan keluarga yang tangguh, mandiri, dan berdaya.
Sekilas, program ini terlihat positif. 
Namun, ada hal mendasar yang perlu dikritisi. Semangat “pemberdayaan perempuan” yang diusung sering kali justru berujung pada beban ganda. Perempuan diharapkan menjadi ibu yang lembut sekaligus penopang ekonomi keluarga. 
Amnesia.id (16/10/2025) mencatat, banyak perempuan kini terpaksa menjadi tulang punggung ekonomi akibat tekanan hidup, sementara dukungan negara terhadap keluarga masih minim.
Inilah dampak dari sistem sekuler-kapitalistik yang memisahkan kehidupan dari nilai agama. Program pembangunan sering menilai ketahanan keluarga dari sisi ekonomi, bukan dari kekuatan iman dan moral. 
Negara seolah melepaskan tanggung jawabnya sebagai pengatur (ri‘ayah) urusan rakyat, dan justru mendorong masyarakat, terutama perempuan, untuk menanggung sendiri persoalan sosial yang bersumber dari sistem yang rusak.
Dalam sistem kapitalistik, perempuan sering dijadikan “alat sosial” demi stabilitas ekonomi. Mereka didorong bekerja atas nama kemandirian, padahal sering kali karena desakan kebutuhan. Akibatnya, banyak keluarga kehilangan keharmonisan.
Anak kurang mendapatkan kasih sayang, rumah kehilangan kehangatan, dan suami-istri sama-sama tertekan oleh beban ekonomi. Ketahanan keluarga pun sulit terwujud karena dibangun di atas fondasi material semata.
Padahal dalam Islam, ketahanan keluarga bertumpu pada akidah dan nilai-nilai keimanan. Jika akidah kuat, maka segala persoalan hidup dapat dihadapi dengan kesabaran dan saling menolong.
Allah SWT berfirman;
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih dan sayang.” (QS. Ar-Rum: 21).
Islam menempatkan perempuan dalam kedudukan yang mulia. Ia adalah ummun wa rabbatul bait — ibu dan pengatur rumah tangga — serta madrasah ula, sekolah pertama bagi anak-anaknya. Dari tangan para ibu beriman lahir generasi yang tangguh dan berakhlak.
Sementara itu, suami diberi tanggung jawab sebagai qawwam, pemimpin dan penanggung nafkah bagi keluarganya. Allah SWT berfirman, “Kaum laki-laki adalah qawwam (pemimpin) bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain, dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS. An-Nisa: 34).
Istri tidak dibebani kewajiban menafkahi keluarga. Ia dimuliakan, bukan dijadikan beban produksi. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya…” (HR. Bukhari dan Muslim).
Islam memberikan keseimbangan peran antara laki-laki dan perempuan, bukan kesetaraan yang meniadakan perbedaan fitrah. Masing-masing memiliki tanggung jawab yang saling melengkapi demi terwujudnya keluarga sakinah.
Negara pun memiliki peran penting dalam menopang ketahanan keluarga. Rasulullah SAW bersabda, “Pemimpin adalah pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Artinya, negara wajib menyediakan sistem yang menjamin kesejahteraan keluarga — mulai dari lapangan kerja, pendidikan, kesehatan, hingga jaminan sosial. Ketahanan keluarga tidak mungkin terwujud jika kesejahteraan rakyat diserahkan sepenuhnya kepada individu.
Karena itu, program seperti Kampung KB Mandiri akan bermakna bila diarahkan untuk memperkuat peran keluarga berdasarkan nilai-nilai Islam. Perempuan tidak hanya diberdayakan secara ekonomi, tetapi juga dimuliakan sebagai pendidik generasi beriman. 
Ketahanan keluarga sejati hanya akan lahir dari rumah-rumah yang berlandaskan iman, akidah, dan ketaatan kepada Allah SWT.
Wallahu a‘lam bishshawab.[]
Oleh: Novi Aulia Sari, S.Pd 
(Guru dan Aktivis Muslimah)