TintaSiyasi.id -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia melakukan kunjungan ke Pangkal pinang, Bangka Belitung, pada Senin, 6 Oktober 2025. Dalam kunjungan itu, Bahlil bersama beberapa pejabat Kabinet Merah Putih menemani Presiden Prabowo Subianto meninjau smelter PT Tinindo Internusa.
Prabowo mengungkapkan di depan pers bahwa adanya aktivitas penambangan timah ilegal oleh enam perusahaan di wilayah PT Timah di Bangka Belitung telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp300 triliun, dan pemerintah telah menyita enam smelter dan menyerahkan aset-aset rampasan tersebut kepada PT Timah. (Tempo.co, 7 Oktober 2025)
Sementara usai memimpin rapat koordinasi bersama Lintas Kementerian dan Pemerintah Daerah terkait, Bahlil menegaskan bahwa pemerintah memastikan 45.000 sumur minyak rakyat akan dikelola secara legal oleh masyarakat melalui koperasi, UMKM, dan BUMD untuk mewujudkan pengelolaan energi yang berpihak pada rakyat. Kebijakan ini menata sumur-sumur yang selama ini dianggap "abu-abu" agar aman, legal, dan menyejahterakan. (ESDM.go.id, 9 Oktober 2025)
Salah kelola tambang adalah masalah menahun dan makin marak. Kementerian ESDM menunjukkan data bahwa hingga 2023 terdapat lebih dari 2.740 titik tambang ilegal di seluruh Indonesia. Sebanyak 2.645 lokasi merupakan pertambangan mineral dan 96 lokasi merupakan pertambangan batu bara.
Kondisi pengelolaan tambang yang merugikan negara telah menjadi masalah yang mengakar dan berlangsung selama bertahun-tahun di Indonesia. Berbagai studi dan laporan menunjukkan bahwa praktik yang merugikan tersebut terjadi akibat kekayaan sumber daya alam yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat justru dikuasai oleh segelintir korporasi dan kelompok tertentu. Padahal privatisasi tambang berarti merampas hak kepemilikan umum dan melanggar syariat.
Apalagi ketika negara menyerahkan pengelolaan sumber berdaya alam kepada pihak yang tidak memiliki kapasitas maka berpeluang besar mereka akan menyerahkan pengelolaan tambang ke pihak ketiga, sehingga berisiko mengabaikan standar kelayakan dan menyebabkan kerusakan lingkungan.
Sungguh persoalan ini bukan lemahnya pengawasan pemerintah atau oknum yang nakal tetapi karena sistem yang digunakan yaitu sistem ekonomi kapitalis yang memandang sumber daya alam sebagai komoditas materi yang bisa dieksploitasi oleh individu atau perusahaan. Dorongan utama sistem kapitalisme adalah keuntungan sebesar-besarnya. Perusahaan cenderung fokus pada eksploitasi sumber daya alam dengan biaya serendah mungkin untuk memaksimalkan laba, sering kali mengabaikan dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan masyarakat.
Sistem kapitalisme, hukum bisa dibeli, izin bisa dinegosiasi, yang mengakibatkan kebijakan selalu berpihak pada investor, sedangkan kepentingan rakyat di nomor duakan. Negara hanya berperan sebagai regulator bukan pengelola langsung atas sumber daya alam milik umum, akhirnya praktik tambang ilegal, monopoli sumber daya dan kebocoran uang negara selalu terus berulang dan tak terselesaikan.
Dalam Islam tambang yang kapasitasnya besar termasuk kategori kepemilikan umum Rasulullah SAW Bersabda: “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api” (HR. Abu Dawud & Ibnu Majah). Hadis ini menegaskan bahwa hasil bumi yang menyangkut hajat hidup orang banyak tidak boleh dikuasai oleh individu dan swasta, apalagi asing.
Prinsip kepemilikan umum dalam syariat Islam berarti barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak bersifat milik bersama. Hal ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad SAW yang menolak pemberian tambang garam karena dianggap seperti air yang mengalir yang tidak terputus sumbernya. Peristiwa ini terjadi ketika sahabat Nabi Abyadh bin Hamal meminta izin menguasai tambang garam, awalnya Rasul mengizinkan, namun setelah ada sahabat yang mengingatkan bahwa tambang tersebut ibarat air yang tidak terputus sumbernya. Beliau mencabut izin tersebut. Barang tambang yang depositnya melimpah seperti migas, nikel, dan batu bara hasilnya untuk kemaslahatan umat.
Sistem Islam sebagai solusi hidup yang sempurna dan paripurna menawarkan solusi yang menyeluruh terhadap persoalan pengelolaan sumber daya alam. Daulah Islam tidak akan menjual atau menyerahkan izin pengelolaan tambang kepada swasta mana pun.
Sebaliknya Daulah Islam yang mengelolanya secara langsung demi kemaslahatan umat. Salah satu sumber pemasukan kas baitul mal (kas daulah) adalah dari hasil tambang. Dan digunakan untuk membiayai urusan publik diantaranya adalah pendidikan, kesehatan, keamanan, infrastruktur dan sarana-sarana publik lainnya. Tanpa harus menerapkan pajak yang mencekik rakyat.
Daulah Islam menerapkan sanksi yang tegas dan pengawasan yang maksimal serta transparan berdasarkan hukum syariat. Khalifah dan aparatnya tunduk pada syariat bukan pada negosiai bisnis. Sistem Islam bukan hanya mencegah korupsi struktural, tapi juga membangun kekuatan Akidah terhadap penguasa dan aparatnya, bahwa setiap amal perbuatan dan tindakan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.
Dengan penerapan syariat islam secara kaffah kekayaan tambang akan kembali menjadi milik umat. Tidak ada lagi eksploitasi dan korporasi baik asing maupun aseng sehingga rakyat pun menjadi sejahtera.
Pengelolaan tambang dengan sistem Islam mewujudkan kesejahteraan dan dilaksanakan secara amanah sehingga tidak mengakibatkan kerugian negara. Rakyat bisa hidup sejahtera dan lingkungan hidup mereka tetap terjaga kelestariannya hal ini hanya bisa terwujud hanya dengan sistem Islam yaitu Khilafah Rasyidah.
Wallahu a’lam bishshawab. []
Oleh: Sunani
Aktivis Muslimah