Pendahuluan: Dari Kesukuan Menuju Persaudaraan Iman
TintaSiyasi.id -- Manusia diciptakan Allah dalam berbagai suku, bangsa, dan kelompok agar saling mengenal dan saling menolong, bukan untuk saling membanggakan atau menindas. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ
“ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Ḥujurāt: 13)
Ayat ini menjadi fondasi bahwa ikatan kesukuan (ashabiyyah) hanyalah instrumen sosial, bukan dasar kemuliaan. Ketika kesukuan berubah menjadi alat kesombongan dan fanatisme buta, maka lahirlah kerusakan sosial, konflik, dan perpecahan umat.
1. Makna Ikatan Kesukuan (Ashabiyyah)
Dalam bahasa Arab, ‘ashabiyyah berasal dari kata ‘ashaba yang berarti “mengikat” atau “membela kelompoknya”.
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Bukan dari golongan kami orang yang menyeru kepada ashabiyyah; bukan dari golongan kami orang yang berperang karena ashabiyyah; dan bukan dari golongan kami orang yang mati dalam keadaan ashabiyyah."
(HR. Abu Dawud)
Dengan demikian, ashabiyyah yang tercela adalah fanatisme kelompok yang menutup mata terhadap kebenaran, membela suku atau golongan sendiri meskipun berada di pihak yang salah.
2. Kelemahan dan Kerusakan Ikatan Kesukuan
a. Menumbuhkan Fanatisme dan Keangkuhan
Ikatan kesukuan sering kali menumbuhkan perasaan kami lebih baik daripada mereka.
Ini adalah akar dari kesombongan sosial — penyakit yang pertama kali menimpa Iblis saat ia menolak bersujud kepada Adam karena merasa lebih tinggi.
قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسۡجُدَ إِذۡ أَمَرۡتُكَۖ قَالَ أَنَا۠ خَيۡرٞ مِّنۡهُ خَلَقۡتَنِي مِن نَّارٖ وَخَلَقۡتَهُۥ مِن طِينٖ
12. Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah".
"Aku lebih baik darinya, Engkau ciptakan aku dari api sedangkan dia dari tanah."
(QS. Al-A‘rāf: 12)
Kesukuan yang melahirkan kesombongan serupa menghambat ukhuwah Islamiyyah dan keadilan sosial.
b. Melemahkan Ukhuwah Islamiyyah
Islam datang untuk menghapus sekat-sekat kesukuan dan menggantinya dengan persaudaraan iman.
Namun, jika seseorang lebih membela kelompoknya daripada kebenaran, maka lahir retakan dalam tubuh umat.
Hal ini sebagaimana peringatan Allah:
"Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang."
(QS. Al-Anfāl: 46)
Fanatisme kesukuan melemahkan kekuatan umat, karena energi persatuan terkuras oleh pertengkaran identitas.
c. Menyebabkan Diskriminasi dan Ketidakadilan
Kelemahan lain dari sistem kesukuan adalah munculnya perlakuan tidak adil.
Orang dinilai bukan karena amal dan akhlaknya, tetapi karena asal-usul dan keturunan.
Ini bertentangan dengan prinsip Islam bahwa kemuliaan hanya diukur dengan takwa, bukan darah atau ras.
Rasulullah ﷺ menegaskan:
"Sesungguhnya Allah telah menghapuskan dari kalian kebanggaan terhadap nenek moyang di masa jahiliyah. Tidak ada keutamaan bagi orang Arab atas non-Arab, kecuali dengan takwa."
(HR. Ahmad)
d. Menghambat Kemajuan Peradaban
Ketika ikatan kesukuan menjadi pusat orientasi sosial, maka kolaborasi dan inovasi sulit tumbuh.
Sikap nepotisme, kolusi, dan loyalitas sempit menggantikan meritokrasi dan profesionalisme.
Akibatnya, masyarakat terpecah, tidak produktif, dan mundur secara peradaban.
Dalam sejarah Islam, perpecahan Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah sebagian besar disebabkan oleh politik kesukuan yang berlebihan, sehingga kekuatan umat Islam terpecah dan melemah di hadapan musuh.
e. Mematikan Jiwa Universal Islam
Islam membawa misi universal — rahmatan lil ‘ālamīn.
Namun ketika umat Islam kembali terjebak dalam sekat etnis, daerah, dan kelompok, maka cahaya Islam menjadi redup, karena pesan universalnya dikerdilkan oleh kepentingan lokal.
3. Pandangan Islam tentang Persaudaraan Sejati
Rasulullah ﷺ mendirikan masyarakat Madinah atas dasar ukhuwwah imaniyyah, bukan kesukuan.
Beliau mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshar, dua kelompok berbeda yang disatukan oleh iman.
Itulah bukti nyata bahwa iman mengalahkan garis keturunan.
"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat."
(QS. Al-Ḥujurāt: 10)
Ukhuwah Islamiyyah tidak mengenal batas ras, warna kulit, atau suku.
Ia adalah ikatan ruhani yang dibangun atas cinta karena Allah dan keinginan bersama menuju ridha-Nya.
4. Jalan Keluar: Dari Kesukuan Menuju Ummat
Untuk menyembuhkan penyakit sosial berupa fanatisme kesukuan, diperlukan langkah-langkah berikut:
1. Menanamkan Tauhid dan Takwa sebagai Identitas Utama.
Umat Islam harus menyadari bahwa kemuliaan bukan berasal dari darah, tetapi dari ketaatan kepada Allah.
2. Mendidik Generasi agar Cinta Ukhuwah dan Keadilan.
Pendidikan Islam harus menanamkan nilai persaudaraan lintas latar belakang — mencintai sesama mukmin tanpa melihat asal-usulnya.
3. Menegakkan Keadilan Sosial dan Meritokrasi.
Jabatan dan kepercayaan diberikan berdasarkan amanah dan kemampuan, bukan hubungan kekerabatan.
4. Menumbuhkan Solidaritas Umat.
Seorang Muslim harus merasa bahwa penderitaan saudaranya di tempat lain adalah bagian dari dirinya sendiri.
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Perumpamaan kaum mukminin dalam cinta dan kasih sayang mereka seperti satu tubuh: bila satu anggota sakit, seluruh tubuh merasakan demam dan tidak bisa tidur."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Penutup: Membangun Kembali Ukhuwah di Atas Landasan Iman
Ikatan kesukuan bisa menjadi kekuatan bila diarahkan untuk kebaikan — seperti gotong royong, solidaritas sosial, dan budaya saling menolong. Namun, ketika ia berubah menjadi fanatisme dan kebanggaan sempit, maka ia menjadi sumber kehancuran sosial dan moral.
Islam datang untuk mengangkat manusia dari ikatan darah menuju ikatan akidah.
Dari kelompok sempit menuju ummah wahidah — satu umat, satu arah, satu tujuan: Ridha Allah Subhānahu wa Ta‘ālā.
"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai."
(QS. Āli ‘Imrān: 103)
Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
(Penulis Buku dan Dosen. Sekjen Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa)