“Sangat penting bagi kita untuk
melihat masalah kecelakaan ini dari perspektif yang tepat, yaitu dengan
memahami dan membedakan antara persoalan takdir dan sababiyah
(kausalitas). Kecelakaan tidak bisa hanya dipandang sebagai musibah tanpa
mengaitkannya dengan tanggung jawab dan uqubat (sanksi) yang sesungguhnya,”
ujarnya dalam serial Cakna Umat berjudul Kecelakaan Lalu Lintas:
Musibah atau Takdir?, Rabu (24/09/2025).
Ia menjelaskan bahwa setiap
kecelakaan sejatinya terjadi atas izin Allah, tetapi Islam menuntut umatnya
untuk memahami hukum sababiyah, yaitu hubungan antara sebab dan akibat.
“Kita harus meyakini dan menerima
takdir dengan lapang dada. Namun bukan berarti kita bisa mengabaikan aspek
kausalitas dalam setiap kecelakaan, kematian, dan cedera yang terjadi akibat
ulah manusia,” ujarnya.
Menurutnya, Islam memandang jalan
sebagai fasilitas umum (muraafiq ‘ammah) yang wajib dipelihara untuk
menjamin keselamatan masyarakat.
“Dalam Islam, pemerintah bertanggung
jawab untuk memastikan jalan aman. Umar saja takut kalau keledai jatuh dan
terperosok dalam jalan berlubang, apalagi kalau nyawa manusia,” ujarnya merujuk
pada kisah pemerintahan di era Khalifah Umar Al-Khattab.
Ia menekankan bahwa dalam sistem
pemerintahan Islam, penguasa bukan sekadar pembuat kebijakan, tetapi juga
penjaga bagi rakyat (ra’in). “Oleh karena itu, penguasa sendiri
bertanggung jawab untuk memastikan fasilitas umum, termasuk jalan raya, selalu
dalam kondisi baik dan tidak membahayakan pengguna, bukan hanya bergantung pada
konsesi,” ulasnya.
“Jalan tidak bisa diprivatisasi
sesuka hati. Islam sangat melindungi nyawa manusia. Jadi jalan adalah hak
publik yang harus dipelihara dengan baik dan ketika terjadi kecelakaan, ia
(pemimpin) harus menyelidiki, apa penyebab kecelakaan di sana,” jelasnya.
Kemudian, ia menjelaskan bahwa
pelanggaran aturan lalu lintas juga dikategorikan sebagai mukhalafat, yaitu
pelanggaran yang memberikan wewenang kepada khalifah untuk menentukan pihak
yang bersalah dan menentukan bentuk hukuman yang tepat ketika terjadi
kecelakaan.
Ia menjelaskan, “Ketika Khalifah
memutuskan, ia akan melihat penyebab kecelakaan tersebut. Apakah itu human
error, atau kendaraan error, atau karena kelalaian pemerintah (dalam
pembangunan).”
“Setiap kecelakaan yang terjadi
karena ulah manusia, maka tangan yang menyebabkan kerusakan tersebut harus
dimintai pertanggungjawaban berdasarkan hukum Islam,” lanjutnya.
Ia juga mengkritik kondisi jalan di
Malaysia saat ini yang menurutnya merupakan salah satu penyebab utama banyaknya
kecelakaan fatal, termasuk insiden tragis baru-baru ini yang merenggut nyawa
sekelompok mahasiswa dari Universitas Pendidikan Sultan Idris (UPSI) dalam
sebuah kecelakaan bus.
Sebagai imbuhan, ia juga memberikan
saran untuk memperbaiki kondisi jalan saat ini guna mengurangi angka kecelakaan
mengerikan yang terjadi di Malaysia.
"Contohnya, membangun roller
barrier system, terutama di tikungan. Padahal kita sudah tahu bahwa
pembatas yang ada saat ini tidak dapat menyelamatkan atau mengurangi angka
kecelakaan," sarannya.
Ia turut menyoroti kebiasaan
masyarakat yang gemar berkomentar seperti `kecelakaan tidak akan terjadi jika
pengemudi tidak cuai,’ dan sejenisnya. “Ungkapan semacam itu, sebaiknya
dihindari karena bisa berarti menafikan takdir Allah. Sebaliknya, yang perlu
disadari adalah tanggung jawab manusia atas setiap tindakannya, yang pada
akhirnya menentukan penutup perjalanan hidupnya,” tuturnya.
"Umat Islam memahami ketentuan
takdir, ketentuan yang telah Allah tetapkan bagi kita. Karena kematian tidak
datangnya cepat dan tidak tertunda sedetik pun. Sesungguhnya Allah telah
menentukannya. Hanya jalan kematianlah yang harus kita perjuangkan agar kita
mati dalam keadaan husnulkhatimah," tutupnya.[] Aliya Ab Aziz
