Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

BLT dan Magang Nasional: Stimulus Pragmatis di Tengah Kemiskinan Sistemis

Senin, 27 Oktober 2025 | 10:29 WIB Last Updated 2025-10-27T03:33:17Z
TintaSiyasi.id -- Di tengah kondisi ekonomi rakyat yang makin sulit dan tingkat pengangguran yang semakin tinggi, pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengumumkan program berupa pemberian paket stimulus ekonomi dengan menambah jumlah penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT), hingga peserta program Magang Nasional yang mulai bekerja pada bulan Oktober ini.

Jumlah penerima BLT bertambah sebanyak dua kali lipat menjadi 35.046.783 keluarga penerima manfaat (KPM) pada Oktober, November, dan Desember 2025. Melalui pernyataan Menko Airlangga, pemerintah berasumsi bahwa penambahan jumlah tersebut akan mampu menjangkau kurang lebih 140 juta orang, dengan perkiraan satu keluarga terdiri atas ayah, ibu, dan dua orang anak.

Adapun terkait program Magang Nasional, akan dibuka gelombang pertama sebanyak 20 ribu orang yang mulai bekerja pada 20 Oktober ini, dan akan menambah jumlah peserta pada November sebesar 80 ribu peserta. Sehingga totalnya menjadi 100 ribu orang yang diberikan uang saku per bulan, serta iuran Jaminan Kehilangan Kerja dan Jaminan Kematian (antaranews.com, 17/10/2025).

Sebelumnya, Prabowo telah meluncurkan tiga paket stimulus ekonomi dengan total nilai Rp79,2 triliun. Paket pertama diumumkan pada Desember 2024 senilai Rp38,6 triliun, paket kedua pada Juni 2025 sebesar Rp24,4 triliun, dan paket ketiga pada September 2025 senilai Rp16,23 triliun (news.detik.com).

Stimulus Ekonomi, Pragmatis ala Kapitalis

Meskipun berbagai stimulus ekonomi telah diluncurkan oleh pemerintahan hari ini, kenyataannya rakyat tetap, bahkan semakin sulit kehidupan ekonominya. Wajar jika semua program stimulus yang diluncurkan tidak meyakinkan mampu memberi dampak efisien dan jangka panjang bagi perekonomian negeri ini.

Di satu sisi, terjadi efisiensi anggaran sebagai modal agar program stimulus ini berjalan. Namun di sisi lain, pelaksanaannya tidak menyentuh akar masalah kemiskinan yang ada. Adapun klaim pemerintahan Prabowo–Gibran yang menampilkan capaian ekonomi positif dalam satu tahun pemerintahannya, ternyata tidak lepas dari berbagai polemik. Hal itu terlihat dari standar tingkat kesejahteraan masyarakat di Indonesia yang jauh lebih longgar dibanding standar internasional.

Isu yang mencuat adalah perbedaan standar kemiskinan yang ditetapkan BPS dan Bank Dunia. Artinya, jika menggunakan standar Bank Dunia, tingkat kemiskinan Indonesia diperkirakan melonjak tajam hingga mencapai 60% dari penduduk negeri ini. Dan hal ini lebih realistis dibanding standar garis kemiskinan ala BPS, di mana seseorang baru dikategorikan miskin jika pengeluarannya tidak lebih dari Rp20 ribu per hari (cnbcindonesia.com, 20/10/2025).

Maka, realitas yang ada menunjukkan bahwa negeri ini masih berada dalam problem kemiskinan sistemis yang tidak mudah dituntaskan hanya dengan stimulus BLT maupun Magang Nasional. Hal tersebut hanya menjadi solusi sesaat atau jangka pendek untuk sekadar bertahan hidup di tengah penerapan sistem zalim kapitalis hari ini. Di mana kebijakan kapitalistik begitu nyata, baik dalam pengelolaan sumber daya alam negeri, hingga sistem distribusi ekonomi yang hanya berputar pada orang-orang kaya saja.

Dengan Sistem Islam, Kemiskinan Mampu Dientaskan!

Apabila kendali ekonomi tetap diberikan kepada para pemilik modal (kapitalis), maka negeri ini akan terus berada dalam lingkaran setan kemiskinan dan pengangguran. Harus ada upaya sistemik yang dilakukan, bukan sekadar program pragmatis yang tidak berdampak jangka panjang. Karena kemiskinan tidak bisa diselesaikan dengan cara instan, tetapi membutuhkan upaya sistemik dan serius dari pemerintah dalam menanganinya.

Islam hadir memberikan solusi mengatasi kemiskinan dan pengangguran secara mendasar, bukan sekadar kebijakan instan yang tak memiliki visi jangka panjang. Untuk itu, dibutuhkan perubahan cara pandang terkait solusi kemiskinan dan pengangguran, yakni berupa paradigma politik dan ekonomi yang berasaskan syariat Islam.

Secara politik, Islam meletakkan peran negara sebagai pelayan masyarakat yang wajib menjamin kebutuhan pokok rakyat secara per individu. Kebutuhan pokok rakyat meliputi sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan—semuanya menjadi tanggung jawab negara.

Secara ekonomi, Islam memiliki mekanisme distribusi kekayaan kepada setiap individu yang dilakukan berdasarkan sebab-sebab kepemilikan yang diatur syariat dan diterapkan oleh negara. Dalam pelaksanaannya, mekanisme ini ditopang oleh tiga pilar, yakni konsep kepemilikan, pengelolaan sumber daya alam, dan distribusi kekayaan. Ketiganya dilaksanakan berlandaskan ketakwaan, sehingga meminimalkan berbagai kecurangan maupun buruknya sistem distribusi.

Dengan demikian, kemiskinan secara sistemik mampu dientaskan, dan masyarakat tidak lagi dilenakan oleh berbagai kebijakan pragmatis yang justru menjauhkan dari cita-cita menuju masyarakat sejahtera dan diliputi keberkahan dari Allah SWT.

Wallahu a’lam.

Oleh: Yulida Hasanah
(Aktivis Muslimah Brebes)


Opini

×
Berita Terbaru Update