Dalam pandangan Hadratusy Syaikh KH. Hasyim Asy‘ari, ilmu
tidak akan memberi manfaat dan berkah jika tidak disertai adab. Ilmu tanpa adab
seperti api tanpa cahaya, bahkan bisa menyesatkan. Karena itu, beliau
menempatkan adab murid terhadap guru sebagai pondasi utama dalam perjalanan
mencari ilmu.
1. Menghormati Guru Lahir dan Batin
Seorang murid harus memuliakan gurunya sebagaimana ia
memuliakan orang tuanya, bahkan lebih tinggi, sebab guru adalah orang tua
ruhani yang menyelamatkan dari kebodohan dan menunjukkan jalan menuju Allah.
“Barang siapa tidak memuliakan gurunya, maka ia tidak
akan memperoleh keberkahan ilmunya.”
Bentuk penghormatan:
Tidak berjalan di depan guru, tidak duduk di tempat yang
lebih tinggi.
Tidak memulai pembicaraan sebelum guru berbicara.
Tidak memanggil nama guru tanpa gelar penghormatan (misal:
“Kiai”, “Ustadz”, “Syekh”, atau “Guru”).
Menjaga sikap, pandangan, dan tutur kata saat di hadapan
guru.
2. Tunduk dan Tawadu di Hadapan Guru
Murid hendaknya bersikap rendah hati, tidak merasa lebih
pintar, tidak membantah, dan tidak menunjukkan kelebihan diri di hadapan
gurunya.
“Hendaklah murid bersikap tunduk terhadap guru
sebagaimana pasien tunduk kepada tabib.”
Tawadu bukan berarti kehilangan harga diri, tetapi menyadari
bahwa ilmu adalah cahaya Allah yang tidak akan masuk ke hati yang sombong.
3. Tidak Menyalahkan Guru atau Mengomentari Kekurangannya
Jika guru berbuat salah, murid tidak boleh tergesa-gesa
mengkritik atau menjelekkan. Ia harus husnuzan (berbaik sangka), karena mungkin
ada hikmah atau maksud yang belum dipahaminya.
KH. Hasyim Asy‘ari menegaskan:
“Tidaklah seseorang memperoleh manfaat dari ilmunya jika
ia mencela gurunya.”
4. Sabar terhadap Kekerasan atau Teguran Guru
Terkadang guru memberi nasihat dengan keras. Murid hendaknya
bersabar dan menerimanya dengan lapang dada, karena itu tanda kasih sayang
seorang guru yang ingin muridnya selamat.
“Sebagaimana orang tua menegur anaknya, begitu pula guru
menegur muridnya agar menjadi baik.”
5. Mendoakan Guru dan Menjaga Nama Baiknya
Adab seorang murid tidak berhenti setelah belajar. Setelah
selesai menuntut ilmu, murid tetap wajib:
Mendoakan guru agar panjang umur, sehat, dan diridhai Allah.
Menjaga nama baik guru dan keluarganya.
Tidak menyebarkan aib atau kesalahan gurunya.
Melanjutkan perjuangan dan ajaran gurunya dengan penuh
amanah.
6. Mengambil Ilmu dengan Niat yang Ikhlas
Niat murid harus karena Allah semata, bukan karena dunia,
gelar, atau popularitas.
KH. Hasyim Asy‘ari menulis bahwa niat yang tidak ikhlas akan
menghalangi keberkahan ilmu.
“Ilmu itu agama. Maka perhatikanlah dari siapa kamu
mengambil agamamu.”
Artinya, selain menjaga adab pada guru, murid juga harus
memilih guru yang berakhlak mulia, lurus akidahnya, dan jelas sanad
keilmuannya.
7. Mengamalkan Ilmu dan Menjadi Teladan
Ilmu yang tidak diamalkan akan menjadi hujjah yang
memberatkan di akhirat.
Murid yang sejati adalah yang menjadi perpanjangan tangan
gurunya dalam amal dan akhlak.
“Barang siapa mengamalkan ilmunya, maka ilmunya akan
memberinya cahaya.”
Penutup Reflektif
KH. Hasyim Asy‘ari menekankan bahwa: “Adab itu sebelum
ilmu, karena dengan adab ilmu menjadi manfaat, dan dengan ilmu amal menjadi
benar.”
Oleh sebab itu, setiap penuntut ilmu di pesantren, madrasah,
atau universitas hendaknya menjadikan adab kepada guru sebagai jalan spiritual
menuju keberkahan hidup.
Guru bukan sekadar pengajar, tetapi wasilah menuju cahaya
Allah, dan murid adalah penyambung rantai keilmuan para ulama salafus shalih.
Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual
dan Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)