Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tingginya Angka Putus Sekolah, Butuh Solusi Sempurna

Kamis, 25 September 2025 | 05:39 WIB Last Updated 2025-09-24T22:40:01Z

TintaSiyasi.id -- Jumlah anak putus sekolah di Situbondo mencapai 5.828 dan tersebar di 17 kecamatan. Secara spesifik, Kecamatan Banyuputih tercatat sebagai wilayah dengan angka tertinggi yakni mencapai 732 anak. Sementara itu, Kecamatan Mlandingan memiliki angka terendah dengan 200 anak. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata lama sekolah hanya 6,09 tahun. Angka ini mengindikasikan bahwa sebagian besar masyarakat di Kabupaten Situbondo hanya dapat mengenyam pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas satu yang belum tuntas. (jatimpedia.id, 08/09/2025)

Anak putus sekolah disebabkan oleh banyak faktor. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengungkapkan tiga faktor yang menyebabkan anak berhenti sekolah. Pertama, karena masalah ekonomi. Disaat perekonomian suatu keluarga terganggu, maka kehidupan keluarga tersebut juga akan terganggu, mulai dari kebutuhan pokok, hingga pendidikan. Pendapatan keluarga yang kecil menyebabkan orang tua lebih memilih memenuhi kebutuhan pokok daripada menyekolahkan anak. Kedua, tidak tersedianya sarana dan prasarana yang memungkinkan mereka untuk belajar. Selanjutnya ketiga, perkawinan anak. Menurutnya, tantangan pernikahan dini di negara ini masih sangat tinggi. Sementara itu, menurut Prof. Dr. Bagong Suyanto dalam bukunya menyebutkan faktor penyebab anak-anak terpaksa putus sekolah yang paling sering adalah berkaitan dengan fungsi dan peran anak sebagai salah satu sumber pendapatan strategis bagi keluarga.

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dan program untuk menekan angka putus sekolah. Mulai dari program wajib belajar 9 tahun, pemberian bantuan melalui Program Indonesia Pintar (PIP), dana BOS, dan lain sebagainya. Meskipun hal itu telah dilakukan, tetap terjadi lonjakan anak putus sekolah. Penyebabnya adalah solusi yang diberikan belum menyentuh akar permasalahan. Pengamat Pendidikan JPPI, Ubaid Matraji menyampaikan bahwa beasiswa saja tidak cukup untuk menekan angka putus sekolah. Ubaid juga menegaskan, ada sekitar 76% anak tidak sekolah disebabkan oleh faktor ekonomi. Mereka terpaksa berhenti sekolah untuk membantu orang tua bekerja.

Dalam sistem sekuler kapitalis, pendidikan bukanlah sebagai kebutuhan pokok, melainkan sebagai komoditas yang harus menghasilkan keuntungan. Akibatnya, solusi yang diberikan hanya bersifat tambal sulam dan tidak menyentuh akar persoalan. Selain itu, dalam sistem ini, agama dipisahkan dari kehidupan dan telah menjadikan pendidikan sebagai barang dagangan. Jika pendidikan dianggap sebagai komoditas, maka ia akan diberi nilai dan harga. Itulah sebabnya rakyat miskin akhirnya putus sekolah karena tidak mampu membayar biaya pendidikan. Meskipun mendapatkan bantuan, hal itu terlalu minim dan tidak bisa menyokong kebutuhan. Jelaslah bahwa dalam sistem ini, semua kalangan tidak akan mungkin bisa mengakses pendidikan secara merata meskipun sekedar pendidikan dasar. 

Berbeda dengan Islam. Negara dalam sistem Islam tidak akan membiarkan anak putus sekolah. Negara akan memastikan dan menjamin anak untuk terus bersekolah menuntut ilmu. Negara menyadari bahwa pendidikan adalah kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi secara maksimal dan gratis. Negara berperan sebagai raa’in (pengurus rakyat). Rasulullah Saw. bersabda, “Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR Bukhari).

Negara akan membiayai pendidikan dan sifatnya prioritas tanpa memungut biaya dari rakyat. Biaya pendidikan dari baitulmal yang didapat dari dua sumber pendapatan. Pertama, pos fa'i dan kharaj, yang merupakan kepemilikan negara, seperti ganimah, khumus, jizyah, dan dharibah (pajak). Kedua, pos kepemilikan umum, seperti sumber kekayaan alam, tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan hima. Secara garis besar dibelanjakan untuk dua kepentingan. Pertama, membayar gaji segala pihak yang terkait dengan pelayanan pendidikan, seperti guru, dosen, karyawan, dan lain-lain. Kedua, membiayai segala macam sarana dan prasana pendidikan, seperti bangunan sekolah, asrama, perpustakaan, buku-buku pegangan, dan sebagainya. Sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah Saw. saat membebaskan sebagian tawanan Perang Badar. Mereka yang tidak sanggup menebus pembebasannya, agar mengajari baca tulis kepada anak-anak Madinah sebagai ganti tebusannya. Selain itu, Khalifah Umar dan Utsman memberikan gaji kepada para guru, muazin, dan imam salat. Khalifah Umar memberikan gaji tersebut dari pendapatan negara (baitulmal) yang berasal dari jizyah, kharaj, dan usyur.

Demikianlah konsep pendidikan Islam yang akan menyelesaikan masalah putus sekolah. Konsep ini hanya akan terwujud dalam sistem negara Islam (Khilafah). Sudah saatnya bagi kita untuk berjuang mewujudkan tegaknya sistem Islam yang akan membawa pada keridhaan Allah SWT. Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Dwi Darmayati, S.Pd.,Gr.
(Praktisi Pendidikan)

Opini

×
Berita Terbaru Update