TintaSiyasi.id -- Pendahuluan
Dalam kehidupan seorang Muslim, ada dua akhlak yang menjadi fondasi tegaknya iman dan lurusnya amal, yaitu kejujuran (ash-shidq) dan amanah. Keduanya adalah sifat para nabi, shiddiqin, dan orang-orang saleh. Tanpa kejujuran dan amanah, seluruh amal ibadah akan kehilangan ruh, dan seluruh pergaulan manusia akan runtuh.
Allah ﷻ berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil…”(QS. An-Nisa’: 58)
Ayat ini menegaskan bahwa menjaga amanah dan berlaku jujur adalah perintah langsung dari Allah, bukan sekadar etika sosial.
Kejujuran: Jalan Menuju Surga
Rasulullah ﷺ dikenal dengan gelar al-Amin (orang yang paling dipercaya) bahkan sebelum diutus sebagai nabi. Kejujuran beliau menjadi dasar kepercayaan umat dan pembuka pintu dakwah.
Beliau bersabda:
“Hendaklah kalian berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa ke surga. Seseorang senantiasa berlaku jujur hingga ia dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Kejujuran adalah cahaya hati. Ia membuat seseorang tenang, terhormat, dan selamat dari tipu daya dunia. Lawannya adalah dusta, yang menjerumuskan pada kefajiran dan akhirnya neraka.
Amanah: Tanggung Jawab Agung
Allah menggambarkan amanah sebagai sesuatu yang sangat berat:
“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya. Dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh.”
(QS. Al-Ahzab: 72)
Amanah di sini mencakup seluruh kewajiban agama: menjaga shalat, menunaikan zakat, berkata benar, menjaga rahasia, mendidik keluarga, mengelola jabatan, hingga tanggung jawab sosial.
Langit, bumi, dan gunung yang besar dan kokoh pun enggan memikulnya. Namun manusia yang lemah justru menerimanya, karena ia diberi akal, hati, dan kehendak bebas. Sayangnya, banyak manusia yang zalim (menyalahgunakan amanah) dan bodoh (mengabaikan akibatnya).
Relevansi Kejujuran dan Amanah di Zaman Modern
Di era digital, ketika informasi beredar begitu cepat, kejujuran menjadi barang langka. Banyak orang tergoda dengan keuntungan duniawi, hingga menghalalkan dusta dan mengkhianati amanah. Padahal, runtuhnya keluarga, masyarakat, bahkan negara, berawal dari hilangnya kejujuran dan amanah.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidak ada iman bagi orang yang tidak amanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janji.” (HR. Ahmad)
Hadis ini menegaskan: kejujuran dan amanah bukan sekadar akhlak tambahan, melainkan syarat sah iman dan Islam seseorang.
Menumbuhkan Kejujuran dan Amanah
Ada beberapa langkah praktis untuk menumbuhkan akhlak mulia ini:
1. Menguatkan iman: yakin bahwa Allah selalu mengawasi, meski manusia tidak melihat.
2. Membiasakan berkata benar, meskipun pahit atau merugikan diri sendiri.
3. Menepati janji, meski kecil. Rasulullah ﷺ tidak pernah ingkar janji sekalipun dalam hal sepele.
4. Menjaga rahasia dan titipan: baik berupa harta, amanah jabatan, atau kepercayaan orang lain.
5. Muraqabah (merasa diawasi Allah): kesadaran ini membuat seseorang takut mengkhianati amanah.
Refleksi dan Penutup
Kejujuran dan amanah adalah dua pilar yang menyangga tegaknya umat. Tanpa keduanya, ibadah kehilangan makna, dakwah kehilangan kepercayaan, dan pergaulan manusia kehilangan keharmonisan.
Maka, marilah kita menjadikan diri kita pribadi yang jujur dan amanah: dalam keluarga, pekerjaan, pertemanan, bahkan dalam ibadah kepada Allah. Itulah jalan menuju surga yang dijanjikan.
Allah ﷻ berfirman:
“Dan orang-orang yang memelihara amanah-amanah dan janjinya, serta orang-orang yang memelihara shalatnya, mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.”
(QS. Al-Mu’minun: 8-11)
Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)