Nicko mengatakan, sebenarnya sifat dasar pemuda itu memang mempunyai sikap kritis. Mereka itu, katanya, lebih peka terhadap kesenjangan sosial terhadap kerusakan masyarakat, baik zaman dulu bahkan zaman sekarang. “Apa yang membedakan antara zaman dulu dan sekarang kita bisa mengindera bahwa zaman sekarang adalah zaman digital zaman teknologi. Di satu sisi teknologi digital ini begitu memudahkan kehidupan kita, tapi di sisi lain ini tentu menjadi pisau bermata dua yang menjerumuskan terutama generasi muda untuk ya hanya terfokus kepada dunia mayanya saja. Sehingga mereka tetap mempunyai daya-daya kritis untuk mengindra kerusakan masyarakat, mengindra kerusakan pemerintahan, negara atau sistem dunia sekarang. Tapi daya juangnya itu tidak setangguh dengan generasi sahabat," singgungnya.
Menurutnya, kalau dunia sahabat itu adalah generasi perintis, kalau dilihat dari siklus peradaban yang digagas oleh Ibnu Khaldun bahwasanya generasi perintis itu memang mereka hidupnya susah baik itu sahabat atau misalkan pendiri Daulah Utsmaniyah, Utsman bin Ertugrul bagaimana Utsman bin Ertugrul itu adalah seorang Sultan seorang pemimpin negara yang tidak punya istana. "Istananya itu adalah tenda git, jadi dia itu hidup non maden (berpindah-pindah) bersama punggawa-penggawa negaranya. Dan kerjanya itu keliling untuk berjihad ke sana kemari untuk meluaskan wilayah Utsmaniyah, sehingga menjadi daulah menjadi kesultanan. Ini generasi perintis generasi yang hidup dalam kesusahan," tegas Nicko.
Ia menilai, generasi sekarang ini itu berbeda dengan generasi Utsman bin Ertugrul atau generasi Utsman bin Affan. “Generasi sekarang kalau kita pakai kacamata peradaban hidup dalam kemewahan, hidup dalam kenyamanan. Sehingga mereka bisa mengindra tapi ya keburu mager, keburu diajak main pedel gaskeun. Jadi, ya sudahlah kita menghadapi generasi muda yang klemar-klemer, susah untuk diajak gerak. Apakah ini tidak bisa diobati? Tentu bisa. Banyak sekali obatnya, salah satunya adalah menjauhi penggunaan hp secara intens," pungkasnya. [] Munamah