Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Perbandingan Pajak, Zakat, dan Wakaf dalam Sistem Kapitalisme dan Islam

Jumat, 29 Agustus 2025 | 08:45 WIB Last Updated 2025-08-29T01:45:14Z
TintaSiyasi.id -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, dalam konteks kebijakan fiskal, pajak yang dibayarkan oleh masyarakat akan kembali ke masyarakat dalam wujud program perlindungan sosial, sehingga subsidi manfaatnya dapat langsung dirasakan oleh masyarakat, terutama kelompok berpendapatan rendah. Sri Mulyani menyatakan, kewajiban pajak sama dengan zakat dan wakaf. Pernyataan ini bertujuan untuk menggenjot penerimaan pajak yang sedang seret.

Center of Economic and Law Studies (Celios) mengusulkan 10 pajak baru yang diklaim bisa menghasilkan Rp388,2 triliun. Usul ini telah disampaikan kepada Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu.

Anggito Abimanyu, Wakil Menteri Keuangan, dengan tegas mengatakan pemerintah tidak akan menaikkan tarif pajak pada tahun 2026. Hal ini ditegaskannya dalam wawancara dengan Founder CT Corp, Chairul Tanjung, dalam Live Special Talkshow Nota Keuangan dan RAPBN 2026 di CNBC Indonesia TV, Jumat (15/8/2025). Selain tidak menaikkan pajak dan PNBP, pemerintah juga berjanji tidak akan membuat jenis pajak baru. Tahun depan, pemerintah hanya akan melakukan optimalisasi penerimaan pajak dan PNBP. “2026 kita harus ganti itu tanda petik dari sisi optimalisasi pajak dan PNBP, dan juga pajak,” tegasnya.

Akar Masalah Sistem Ekonomi Kapitalis

Pemerintah yang menerapkan sistem kapitalisme menjadikan pajak sebagai tulang punggung ekonomi, dan pada saat yang sama menyerahkan SDA kepada swasta kapitalis. Pajak dijanjikan sebagai alat untuk menjaga stabilitas ekonomi negara.

Rakyat makin dicekik dengan pajak sehingga banyak yang jatuh ke jurang kemiskinan, sedangkan para kapitalis makin kaya raya dan mendominasi ekonomi negara karena mendapatkan fasilitas dari pemerintah. Bahkan, undang-undang yang ada dibuat untuk memanjakan para kapitalis, sedangkan rakyat makin dipersulit.

Pajak dalam sistem kapitalisme sifatnya zalim dan mengambil harta rakyat miskin untuk kepentingan tertentu. Uang hasil pajak yang seharusnya kembali ke rakyat untuk kesejahteraan mereka justru dialihkan untuk proyek-proyek yang menguntungkan kapitalis.

Meneropong Pajak (Dharîbah) dengan Pandangan Ekonomi Islam

Pajak berbeda dengan zakat dan wakaf. Zakat adalah kewajiban atas harta bagi Muslim yang kaya dan kekayaannya melebihi nisab serta mencapai haul. Wakaf hukumnya sunah, bukan sebuah kewajiban. Sedangkan pajak dalam Islam hanya dipungut dari lelaki Muslim yang kaya, untuk keperluan urgen yang sudah ditentukan syariat sebagaimana tercantum dalam kitab Al-Amwâl. Sifatnya temporer, hanya ketika kas negara kosong.

Adapun pengeluaran zakat (objek penerimanya) sudah ditentukan oleh syariat dalam Surah At-Taubah ayat 60. Allah menetapkan delapan golongan yang berhak menerima zakat, yaitu: fakir, miskin, amil zakat, mualaf, memerdekakan budak (riqâb), orang yang berutang (gharim), fî sabilillâh (di jalan Allah), dan ibnu sabil (musafir yang kehabisan bekal).

Hukum asal menarik pajak dari rakyat adalah haram. Dalam hukum Islam, ada kondisi tertentu di mana pemerintah bisa mengenakan pajak kepada warganya, tetapi yang dikenai pajak hanya yang mampu (kaya) saja. Ada empat syarat pajak syariah:

1. Pajak yang dipungut bertujuan untuk melaksanakan kewajiban finansial bersama antara kewajiban negara dengan umat Islam, misalnya pajak untuk menyantuni fakir dan miskin.

2. Pajak dapat dipungut pada saat dana di kas negara (Baitul Mal) tidak ada atau kurang.

3. Pajak hanya dipungut dari warga Muslim saja, tidak dipungut dari warga non-Muslim.

4. Pajak hanya dipungut dari warga yang mampu, tidak dipungut dari warga miskin.
(Taqiyuddin An-Nabhani, Al-Nizham Al-Iqtishadi fi Al-Islam)

Dengan memperhatikan empat syarat pajak syariah tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak yang dipraktikkan saat ini bukanlah pajak syariah, melainkan pajak non-syariah, yang hukumnya sudah jelas haram dipungut negara dari rakyatnya.

Dalam Islam, pengelolaan negara disebut Baitul Mal yang memiliki banyak pemasukan dan tidak hanya bersandar pada zakat. Salah satu pemasukan terbesar adalah dari pengelolaan SDA milik umum oleh negara, yang tidak diserahkan kepada swasta. Penerapan sistem ekonomi Islam secara kaffah dalam sistem Khilafah akan mewujudkan kesejahteraan bagi setiap rakyat.

Wallahu bish-shawâb.


Oleh: Fitri Susilowati
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update