Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Minimnya Perlindungan Korban Kecelakaan Tunggal, HILMI Usulkan Reformasi Sistem Kesehatan

Senin, 04 Agustus 2025 | 14:29 WIB Last Updated 2025-08-04T07:29:38Z

Tintasiyasi.ID -- Perhimpunan Intelektual Muslim Indonesia (HILMI) melalui Laporan Kebijakan (Policy Brief) Nomor 001 yang diterbitkan pada 01 Agustus 2025, menyoroti minimnya perlindungan yang diterima korban kecelakaan tunggal dalam sistem layanan kesehatan di Indonesia.

 

“Masih minim perlindungan yang diterima korban kecelakaan tunggal dalam sistem layanan kesehatan di Indonesia,” sebut HILMI kepada Tinta Siyasi.ID, Jumat (01/08/2025).

 

Kelompok seperti pengendara motor yang jatuh akibat jalan berlubang di malam hari, ujarnya, merupakan pihak yang paling rentan, namun seringkali kesulitan mendapatkan akses perlindungan.

 

HILMI menyebut, ketika korban kecelakaan tunggal datang ke rumah sakit, mereka seringkali ditolak oleh BPJS Kesehatan karena dianggap sebagai tanggung jawab Jasa Raharja.

 

“Ironisnya, Jasa Raharja hanya dapat memberikan santunan jika terdapat bukti formal dari kepolisian, yang sangat sulit diperoleh, terutama jika kejadian tidak disaksikan, korban sendirian, atau tidak sempat mendokumentasikan tempat kejadian perkara (TKP). Akibatnya, korban terpaksa menanggung biaya pengobatan sendiri,” rilis HILMI.

 

Akar Masalah

 

Pertama, dualisme tanggung jawab antara BPJS dan Jasa Raharja tanpa adanya sinkronisasi prosedur dan kriteria verifikasi.

 

Kedua, bukti TKP yang tidak praktis juga menjadi kendala utama, sebab korban yang terluka tidak mampu mendokumentasikan atau melapor tepat waktu.

 

Ketiga, tidak adanya dana darurat alternatif jika klaim asuransi tidak dapat dipenuhi.

 

Keempat, tidak adanya skema akuntabilitas infrastruktur publik, padahal kerusakan jalan bisa menjadi penyebab utama kecelakaan.

 

Pandangan Islam

HILMI menyitat sabda Rasulullah saw.:

Barang siapa yang memudahkan kesulitan seorang Muslim, maka Allah akan memudahkannya di dunia dan akhirat. (HR Muslim)

 

Dari perspektif Islam, HILMI menegaskan bahwa penguasa adalah pengayom dan pelayan rakyat, bukan penghisab manfaat.

 

HILMI mengutip sabda Rasulullah saw., "Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya," yang mendasari etika bagi negara untuk hadir secara aktif melindungi warga yang mengalami musibah di jalan umum, termasuk korban kecelakaan tunggal yang tidak memiliki daya advokasi diri.

 

“Situasi ini sebagai uji integritas sistem sosial, di mana negara tidak boleh abai terhadap warga yang menjadi korban bukan karena kesalahan mereka, melainkan karena kelalaian kolektif dan buruknya tata kelola infrastruktur,” beber HILMI.

 

Rekomendasi Kebijakan

 

Melihat urgensi permasalahan tersebut, HILMI merekomendasikan lima kebijakan utama untuk reformasi sistem:

 

Pertama, sinkronisasi regulasi BPJS & Jasa Raharja. “Korban dapat diterima dahulu dengan pembiayaan BPJS darurat, disusul penagihan silang ke Jasa Raharja bila bukti dikumpulkan belakangan. Tambahkan klausul "pengecualian pelaporan" jika kondisi darurat,” saran HILMI.

 

Kedua, digitalisasi pelaporan kecelakaan dan verifikasi TKP. “Buat aplikasi nasional yang dapat dipakai korban atau saksi untuk pelaporan kecelakaan (meliputi lokasi GPS, foto, suara, dan kronologi). Aplikasi ini juga dapat memanfaatkan CCTV dan kecerdasan buatan (AI) lalu lintas sebagai verifikator independen TKP,” usul HILMI.

 

Ketiga, dana kontinjensi sosial pemerintah daerah (Pemda). “Pemda menyediakan skema "Biaya Pertolongan Pertama" bagi korban yang tidak memiliki akses klaim formal,” HILMI menyarankan.


Keempat, reformasi prosedur rumah sakit. “Petugas rumah sakit perlu dilatih untuk mendokumentasikan pasien kecelakaan lalu lintas tunggal sebagai data awal klaim, serta melibatkan Rukun Tetangga (RT), Dinas Perhubungan (Dishub), atau Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dalam validasi awal kejadian,” advis HILMI.

 

Kelima, penegakan akuntabilitas pemerintah terhadap infrastruktur. “Bangun mekanisme pelaporan jalan rusak dan kompensasi kepada korban jika terbukti kecelakaan terjadi karena kelalaian pemeliharaan,” HILMI menganjurkan.

 

“Sudah saatnya reformasi sistem dimulai untuk memastikan perlindungan yang layak bagi korban kecelakaan Tunggal,” tandas HILMI.[] Rere

Opini

×
Berita Terbaru Update