Tintasiyasi.ID-- Pendahuluan: Cemburu yang Terpuji
Dalam dunia yang penuh dengan perlombaan duniawi—jabatan, kekayaan, dan pengaruh—kita seringkali lupa bahwa ada jenis perlombaan lain yang lebih agung: perlombaan menuju Allah.
"Dan untuk yang demikian itu hendaklah orang-orang berlomba-lomba."
(QS. Al-Muthaffifin: 26)
Cemburu dalam kebaikan adalah cemburu yang terpuji. Cemburu karena melihat orang lain lebih dekat kepada Allah, lebih dalam ilmunya, lebih sibuk dalam dakwah, lebih khusyuk dalam ibadah—adalah tanda hidupnya hati.
1. Cemburu pada Mereka yang Bercumbu dengan Ilmu
Mereka yang menjadikan ilmu sebagai sahabat hidup, seolah bercumbu dengannya siang dan malam. Waktu mereka dihabiskan untuk:
Membaca Al-Qur’an dan memahaminya
Menggali hikmah dari kitab-kitab ulama
Menghadiri majelis ilmu
Menyusun kalimat demi kalimat untuk mencerahkan umat
Mereka menjadikan ilmu bukan hanya untuk tahu, tetapi untuk hidup dengan sadar dan bijak.
Imam Syafi’i berkata:
"Aku mengadu kepada Waki’ tentang buruknya hafalanku, lalu ia menasihatiku agar meninggalkan maksiat, sebab ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak diberikan kepada pelaku maksiat."
Ilmu membuat mereka rendah hati, bukan sombong. Karena mereka tahu bahwa hakikat ilmu adalah tanggung jawab dan amanah, bukan sekadar status dan gelar.
2. Cemburu pada Mereka yang Berlimpah dengan Dakwah
Mereka tidak menyimpan kebaikan untuk diri sendiri. Mereka menebar cahaya, walau dengan satu ayat. Mulut mereka menyampaikan, tangan mereka menulis, kaki mereka melangkah, hati mereka gelisah untuk menyelamatkan umat dari gelapnya kebodohan dan jauh dari Allah.
Mereka menyeru bukan karena merasa suci, tapi karena tidak ingin melihat saudaranya binasa dalam kesesatan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sampaikan dariku walau hanya satu ayat.”
(HR. Bukhari)
Mereka berdakwah bukan karena panggung, bukan karena honor, tapi karena cinta dan tanggung jawab ruhani.
Mereka sadar: “Jika aku tahu jalan ke surga, mengapa aku diam melihat orang lain berjalan ke neraka?”
3. Cemburu pada Mereka yang Bermesra dengan Allah
Di saat malam sunyi, ketika dunia tertidur dan lampu kota padam, mereka menghidupkan malamnya dengan munajat, rintihan, dan doa.
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya…” (QS. As-Sajdah: 16)
Mereka menemukan kenikmatan dalam tangisan, kelezatan dalam sujud, dan kekuatan dalam kelemahan di hadapan Allah.
Mereka tidak sibuk mempercantik wajah di hadapan manusia, tapi memperindah ruh di hadapan Allah.
Mereka bukan pencari dunia, tapi kekasih Tuhan. Itulah yang membuat hidup mereka tenteram, wajah mereka berseri, dan langkah mereka ringan meski memikul beban umat.
Penutup: Saatnya Kita Cemburu untuk Bangkit
Mari cemburu bukan pada mereka yang memiliki mobil mewah, followers berjuta, atau popularitas semu.
Tapi cemburulah pada mereka yang:
Bercumbu dengan ilmu, menyatu dengan cahaya hikmah.
Berlimpah dengan dakwah, yang hidupnya menjadi manfaat tanpa henti.
Bermesra dengan Allah, yang menjadikan malam sebagai taman pertemuan dengan Rabbnya.
Karena di sisi Allah, itulah kekayaan sejati.
Ya Allah, hidupkan hati kami untuk mencintai ilmu, sibukkan kami dengan dakwah, dan jadikan malam-malam kami penuh rindu dan mesra bersama-Mu.
Jadikan kami bagian dari orang-orang pilihan-Mu. Aamiin.
Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si. (Penulis Buku Gizi Spiritual dan Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo)