Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Ketika Perayaan Kemerdekaan Hanya Sebatas Euforia, Sistem Islam Solusinya

Kamis, 21 Agustus 2025 | 06:26 WIB Last Updated 2025-08-20T23:28:48Z

TintaSiyasi.id -- Delapan puluh tahun berlalu semenjak hari kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945. Ritual seremonial yang selalu berulang masih sebatas upacara kemerdekaan, pemasangan spanduk-spanduk, atribut merah putih, dan serangkaian lomba yang serentak diadakan di seluruh pelosok tanah air. Jika kita merunut KBBI, arti kemerdekaan negara adalah keadaan berdiri sendiri (bebas, lepas, tidak terjajah lagi, dan sebagainya). Sementara makna kemerdekaan menegaskan hak bangsa Indonesia untuk mengatur nasibnya sendiri tanpa tekanan dari pihak mana pun (kompas.com, 9-8-2025).

Mari kita renungkan bersama, apakah negara kita ini sudah layak menyandang gelar merdeka?

Memang Indonesia tidak lagi dijajah dalam bentuk perang fisik. Tetapi jika kita amati, Indonesia saat ini justru terjerat dalam neo-kolonialisme yang cengkeramannya lebih menghancurkan kedaulatan bangsa. Bagaimana tidak, penjajahan gaya baru ini menyerang ke segala lini: mulai dari campur tangan politik dan ekonomi, ketergantungan pada pinjaman luar negeri, eksploitasi kekayaan alam yang hanya menguntungkan pihak asing dan kalangan elite, pergeseran budaya dan gaya hidup yang merusak serta meracuni generasi, bahkan perubahan ideologi yang makin menggerus jati diri dan keimanan.

Semua ini semakin bertambah runyam ketika oligarki memegang kuasa, yang berimbas pada kekayaan hanya berputar di kalangan mereka saja, sementara kebijakan serta peraturan tidak membawa keadilan yang merata. Rakyat dipaksa meratapi nasib dan menahan perihnya ketidaksejahteraan, namun tetap harus berjibaku hanya untuk sekadar memenuhi kebutuhan dasar yang kian hari kian menghimpit.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran terbuka pada Februari 2025 mencapai 7,27 juta orang, meningkat 1,11 persen dibanding tahun sebelumnya (tempo.com, 19-7-2025). Sementara tingkat kemiskinan nasional pada Maret 2025 berada di level 8,47 persen atau sebanyak 23,85 juta orang (tempo.com, 25-7-2025).

Jadi, siapakah yang sesungguhnya merasakan kemerdekaan jika fakta yang ada justru menggambarkan hal yang sebaliknya?

Kemerdekaan Menurut Perspektif Islam

Sesungguhnya segala bentuk penjajahan, baik fisik maupun nonfisik, sejatinya merupakan bentuk perbudakan (isti‘bad) manusia atas manusia lainnya. Kemerdekaan memiliki makna bebas dalam semua hal dalam batasan rambu-rambu yang diatur oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai pedoman hidup.

Allah Swt. berfirman:
"Sungguh, Aku adalah Allah. Tidak ada Tuhan selain Aku. Oleh karena itu, sembahlah Aku." (TQS. Thaha: 14).

Imam Ath-Thabari menjelaskan: “Sungguh, Aku adalah Allah” bermakna tidak ada penghambaan kecuali kepada Dia. Semangat tauhid ini sekaligus membangkitkan semangat dalam melawan segala bentuk perbudakan atas sesama manusia ataupun penjajahan atas segala bangsa.

Hal ini selaras dengan isi dialog antara Rib‘iy bin ‘Amir Ats-Tsaqafi (seorang utusan yang dikirim untuk mendakwahi para pemimpin Persia) dengan Rustam Farrokhzad, seorang jenderal Persia:

"Allah telah mengutus kami untuk mengeluarkan siapa saja yang Dia kehendaki dari penghambaan diri kepada sesama manusia agar mereka menghambakan diri kepada Rabb manusia. Dia mengeluarkan mereka dari dunia yang sempit menuju akhirat yang luas, dan mengeluarkan mereka dari kedzaliman agama-agama yang ada kepada keadilan Islam."

Tujuan kemerdekaan dalam Islam adalah menyeru seluruh manusia kepada tauhid dengan jalan dakwah dan jihad sebagai upaya untuk mengubah pikiran, perasaan, dan perilaku manusia dari aturan jahiliah menuju ketundukan sepenuhnya kepada syariat Allah Swt. Sehingga terwujud kemerdekaan yang nyata, yang akan membebaskan dari segala bentuk penjajahan dan mewujudkan keadilan serta kesejahteraan yang menyeluruh bagi manusia.

Allah Swt. berfirman:
"Alif Lam Ra. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Mahaterpuji." (QS. Ibrahim: 1).


Oleh: Dwi Ummu Hassya
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update