Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Di Saat Kenaikan PBB Gila-Gilaan, Hal Ini Membuat Rakyat Makin Nyesek

Selasa, 19 Agustus 2025 | 21:08 WIB Last Updated 2025-08-19T14:18:16Z

TintaSiyasi.id -- Di tengah kenaikan pajak sampai ratusan persen di berbagai daerah mendapat protes dari rakyat, namun kata Analis Ekonomi dari Pusat Kajian dan Analisa Data (PKAD) Ismail Izzuddin, ada hal yang membuat rakyat tambah nyesek.

"Ada kabar beberapa daerah lainnya malah nyaris 1000 persen naiknya. Yang bikin tambah nyesek, disaat rakyat merasa dicekik, BPS mengumumkan kabar pertumbuhan ekonomi Indonesia katanya melesat ke angka 5,12 persen kontras enggak sih?" Ungkapnya di akun TikTok ismail.pkad, Ahad (17/8/2025).

Ia menjelaskan, dalam sistem ekonomi kapitalis pertumbuhan ekonomi diukur pakai PDB (Produk Domestik Bruto). Intinya semua barang dan jasa yang dihasilkan di Indonesia termasuk yang dibuat oleh perusahaan asing di sini dibandingkan periode yang sama tahun lalu. 

"Masalahnya kalau sumber daya alam, air, tambang, energi plus BUMN yang dulu milik negara sekarang sudah banyak yang diprivatisasi kebayangkan yang pegang duit gede ya swasta dan asing, negara cuma kebagian royalti sama pajak, itu artinya walaupun grafik PDB naik duitnya enggak otomatis ngalir ke rakyat kayak pesta dirumah tetangga rame mewah, musik kenceng tetapi kita cuma mendengar dari luar pagar," ungkapnya. 

Ia mengutip UUD 1945 Pasal 33 (3) bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

"Masalahnya ada di tafsir kata dikuasai jika dimaknai sebagai milik negara berarti bisa saja negara ngasih hak kelola ke swasta atau asing secara legal dan inilah yang sekarang kejadian dan kejadian pula menteri bilang semua tanah milik negara," paparnya. 

Prinsip Ekonomi Islam

Ia memberikan perbandingan prinsip ekonomi yang diajarkan Rasulullah Saw, “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).

"Dalam bahasa hari ini itu artinya public goods, laut, pantai, hutan, gunung, mineral, gas, listrik, bukan milik pemerintah tetapi milik rakyat, negara jadi pengelola dengan kontrol seluruh rakyat bukan dikasih ke korporasi," ujarnya. 

Sementara, ia menambahkan, secara pribadi swasta boleh membangun industri pada komoditas yang bukan public goods dan bagi muslim yang mampu wajib membayar zakat cuma 2,5 persen, sementara bagi non muslim laki-laki yang mampu membayar jizyah.

"Inilah secuil gambaran kebijakan fiskal yang adil mensejahterakan seluruh rakyat baik muslim dan non muslim dan pernah menjadi adidaya yang menyelimuti 2/3 dunia penuh berkah selama belasan abad," pungkasnya. [] Alfia Purwanti

Opini

×
Berita Terbaru Update