Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Blokir Rekening, Kebijakan Zalim

Selasa, 12 Agustus 2025 | 18:02 WIB Last Updated 2025-08-12T11:02:53Z

Tintasiyasi.id.com -- Masyarakat kembali dibuat heboh dengan kebijakan pemblokiran rekening yang mengganggur 3 bulan (dormant) oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK. Keresahanpun sampai menjalar kemana-mana, bahkan bermunculan di media sosial beragam respon mulai dari video hingga meme yang mengkritik Kebijakan tersebut.

Ramai diberitakan para warga yang kaget ketika mengetahui bahwa rekening mereka tiba-tiba diblokir oleh PPATK. Rekening yang tertimpa pemblokiran adalah rekening yang dianggap tidak aktif atau dormant dalam selang waktu 3 sampai 12 bulan.

Hal ini mengakibatkan muncul masalah baru. Dana yang selama ini tersimpan dimaksudkan untuk kebutuhan darurat justru tidak bisa diakses saat benar-benar dibutuhkan.

Bahkan ramai diberitakan orang-orang yang menarik dana besar-besaran di bank atau disebut dengan rush karena kekhawatiran akan adanya kebijakan blokir rekening dormant oleh PPATK. 

Kontra juga, ditunjukkan oleh anggota Komisi XI DPR RI, Melchias Marcus Menengah, yang menyatakan ketidaksetujuan terhadap langkah PPATK untuk memblokir rekening dormant atau pasif, sebagai upaya mencegah kejahatan keuangan. Ia menyampaikan bahwa tindakan PPATK tersebut sama saja dengan mengatur penggunaan uang pribadi seseorang (Republika.co.id, 31/7/2025).

Disebutkan sebelumnya bahwa PPATK melakukan pemblokiran rekening nganggur setelah menemukan penyalahgunaan rekening untuk menampung dana untuk tindak pidana seperti jual beli rekening, peretasan, penggunaan nomine sebagai rekening penampungan, transaksi narkotika hingga korupsi.

PPATK mengklaim bahwa telah terjadi tren penurunan transaksi deposit judi online (judol) setelah dilakukan pemblokiran rekening dormant. Disebutkan bahwa deposit judol menurun dari Rp 5 triliun menjadi Rp 1 triliun (news.detik.com, 5/7/2025).

Dalam sistem kapitalisme Sekuler, negara melegalkan pelanggaran terhadap kepemilikan pribadi. Kebijakan pemblokiran rekening baru-baru ini juga tanpa bukti hukum yang sah. Dalam sistem ini, negara menjadi alat penekan rakyat hingga memeras dan merampas harta milik pribadi tanpa hak, seakan mencari berbagai celah dari rakyatnya untuk dicari keuntungannya.

Islam Mengatur Kepemilikan
Berbanding terbalik dengan Islam. Islam adalah sebuah sistem kehidupan yang mengatur seluruh urusan kehidupan, termasuk perkara kepemilikan. Islam memiliki aturan yang tegas dalam menjaga dan menjamin kepemilikan individu.

Dalam sistem aturan Islam, tidak dibenarkan ada tindakan apapun yang dapat merugikan harta milik seseorang, kecuali dengan alat bukti yang sah dan proses hukum yang adil. Pemblokiran tanpa melalui proses hukum dianggap melanggar prinsip al-bara'ah al-asliyah (praduga tak bersalah). 

Seseorang dianggap bebas tanggung jawab hukum sampai memang terbukti dengan jelas.
Negara dalam sistem aturan Islam, tidak memiliki kewenangan dalam merampas ataupun membekukan harta rakyat secara sewenang-wenang.

Negara justru menjadi raa'in yang akan menjamin distribusi kekayaan dan juga keadilan. Islam memiliki prinsip-prinsip yang sangat ditekankan bahkan wajib, seperti amanah dan keadilan bagi setiap pemegang kekuasaan serta menetapkan sistem hukum yang transparan dan sesuatu dengan aturan Islam.

Kepemilikan Individu dalam Islam
Kepemilikan menurut syara' adalah izin dari al-syari' (pembuat hukum), untuk memanfaatkan suatu al-'ain (zat).Al-syari' disini adalah Allah Swt, sedang al-'ain adalah sesuatu yang bisa dimanfaatkan.

Jenis-jenis kepemilikan ada tiga yakni kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Hak kepemilikan individu merupakan hak syari' bagi individu, yakni berhak memiliki harta yang bergerak maupun yang tidak bergerak, seperti mobil, tanah, dan uang tunai.

Pemeliharaan kepemilikan individu adalah kewajiban negara. Maka, Islam menetapkan sanksi sebagai tindakan preventif (pencegahan) bagi siapa yang menyalahgunakan hak tersebut.

Adapun sebab-sebab kepemilikan individu yakni:

Pertama, bekerja seperti dalam sektor perdagangan, industri atau pertanian. Kedua, dari warisan. Ketiga, kebutuhan kepada harta sekedar untuk mempertahankan hidup. Keempat, pemberian harta oleh oleh negara kepada rakyatnya, dan yang kelima adalah harta yang diperoleh seorang individu tanpa ada kompensasi apapun semisal hibah (pemberian), hadiah dan sedekah.

Aturan Islam yang melarang untuk mengambil harta milik orang lain berlaku umum, baik Muslim ataupun bukan Muslim. Larangan mengambil harta milik orang lain berlaku mutlak kecuali ada sebab-sebab syar'i. Larangan inipun berlaku bagi negara. Negara dalam Islam dilarang mengambil harta yang merupakan milik individu meski dengan alasan maslahat. 

Kemaslahatan tidak bisa menjadikan sesuatu yang diharamkan menjadi halal,demikian pula sebaliknya, kemaslahatan tidak menjadikan yang halal menjadi haram.

Di antara dalil-dalilnya, salah satunya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

"Janganlah ada salah seorang kamu mengambil harta saudaranya baik dengan sungguh-sungguh ataupun dengan senda gura. Jika salah seorang telah mengambil tongkat saudaranya hendaklah ia mengembalikan tongkat itu kepadanya (HR Ahmad, Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

Dengan demikian, penerapan Islam secara komprehensif atau secara kaffah, jelas batas antara haq dan yang bathil, dengan aturan yang rinci, menyejahterakan dan mengedepankan keadilan, akan melahirakan ketenteraman hidup di dunia dan akhirat. Wallahua'lam bishshawwab.[]

Oleh: Linda Maulidia, S.Si.
(Aktivis Muslimah)

Opini

×
Berita Terbaru Update