TintaSiyasi.id -- Presiden Prabowo Subianto menyebut ada bahaya besar mengintai Indonesia sebagai negara berkembang. Bahaya itu adalah State Capture. Menurut Prabowo masalah ini sangat serius dan harus diselesaikan. Kolusi yang terjadi antara para pemilik modal besar dengan para pejabat pemerintahan serta elite politik. Hal ini diungkapkan Prabowo saat menjadi pembicara di St Peters burg International Internationla Economic Forum (SPIEG) 2025 di Rusia.
State Capture (penguasaan negara) adalah bentuk korupsi tersistematik yang mementingkan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Mengendalikan dan mempengaruhi lembaga-lembaga negara. Memang benar seperti yang disebut Presiden Prabowo State Capture sangat berbahaya, bukan dari sekadar teori semata tetapi pada realitasnya hal ini bisa menghambat kemajuan suatu bangsa. Sebab kolusi ini dapat menghambat praktek pembasmian korupsi, dan tidak akan mampu membantu mengentaskan kemiskinan. Laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan sepanjang tahun 2023 saja laporan, terdapat lebih dari 580 kasus korupsi yang melibatkan lebih dari 1200 orang tersangka dan sebagian besar dari pejabat publik dan pengusaha. (Kumparan.com, 20/06/2025)
Kasus yang masih hangat saat ini adalah kasus korupsi WILMAR group yang merugikan negara sebesar Rp 11,8 T.
Fenomena ini merupakan hal lumrah dalam sistem demokrasi dengan sistem ekonomi kapitalistik yang di adopsi sampai hari ini. Demokrasi melahirkan para penguasa yang serakah bahkan mengorbankan kesejahteraan rakyat. Sistem demokrasi meniscayakan adanya praktik korupsi dan kolusi. Maka wajar jika dalam penerapan sistem rusak ini tindak korupsi dan kolusi terus terjadi hingga lapisan masyarakat paling bawah yaitu desa. Sistem ini juga meniscayakan terjadinya politik transaksional karena penguasa membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya dari para pengusaha. Maka sebagai kompensasi para pengusaha akan menuntut balas budi dalam bentuk kebijakan penguasa yang terpilih untuk meloloskan berbagai kebijakan yang pro pengusaha. Maka pengusaha dan penguasa dalam sistem demokrasi saling membutuhkan dan menguntungkan.
Lembaga yang disediakan oleh negara untuk memberantas korupsi sepenuhnya tidak mampu membasmi tuntas hingga ke akar nya, bahkan semakin menggurita. Ini lah buah hasil dari sistem ekonomi kapitalistik, standarnya hanya manfaat dan maslahat semata.
Islam menjadikan akidah Islam sebagai asas kehidupan setiap individu. Islam juga mengatur sistem tatanan bernegara. Akidah yang benar akan menjadikan setiap individu amanah dalam setiap tindak tanduknya dan takut untuk melakukan kecurangan apabila mendapat jabatan atau kewenangan dalam suatu lembaga negara.
Jabatan dalam Islam adalah amanah yang harus dilaksanakan dengan amanah dan sesuai syariat yang kelak di akhirat akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT. Tugas seorang pemimpin adalah mengurus rakyatnya bukan untuk memperkaya diri apalagi merugikan negara. Tugas pemimpin dalam Islam adalah pengayom umat.
Begitu banyak contoh teladan dari para pemimpin Islam, salah satu nya adalah Khalifah Umar bin Khattab yang memanggul gandum sendiri untuk rakyatnya yang kelaparan, beliau melakukannya karena tanggung jawab yang besar kelak di hadapan Sang Khaliq. Selain itu, Khalifah Umar bin Abdul Azis yang mematikan penerangangan di istananya, ketika putranya datang untuk membicarakan masalah keluarga. Masih banyak lagi pemimpin dalam sistem Islam yang patut dijadikan contoh bagi para pemimpin sekarang ini agar mampu mewujudkan kebaikan di dunia dan akhirat.
Memberantas kolusi dan korupsi tidak cukup sekadar teori, tetapi harus ada mekanisme yang jelas dan tegas untuk menjaga integritas setiap individu maupun pejabat. Islam memiliki sanksi yang tegas bagi pelaku atau pelanggaran. Penerapan hukum Islam secara kaffah berfungsi sebagai jawazir (pencegah) dan jawabir (penebus). Sehingga individu yang lain yang bukan pelanggar hukum dapat tercegah dari perbuatan serupa dan menjadi penebus dosa bagi yang dijatuhi sanksi hukum. Sanksi (uqubat) disesuaikan dengan kadar pelanggarannya. Mekanisme pengawasan bukan saja dari negara tetapi dengan adanya kontrol masyarakat sehingga individu ingat akan adanya perhitungan di akhirat. Alhasil korupsi dan kolusi hanya akan dapat dicegah dalam negara yang menjalankan aturan Islam secara kaffah.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Farida Marpaung
Aktivis Muslimah