Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Mengakui Isr*el Sebagai Negara, Jelas Pengkhianatan!

Kamis, 12 Juni 2025 | 10:00 WIB Last Updated 2025-06-12T03:00:21Z
Tintasiyasi.id.com -- Logika yang bisa diterima ketika perampok mengakses rumah, kemungkinan besar kita tidak akan tinggal diam. Perlawanan pun akan dilakukan demi bisa mempertahankan hak milik kita. Begitu pula halnya dengan peran tetangga, tetangga yang baik, pasti akan bereaksi kontra terhadap pelaku perampokan.

Entah dengan tindakan fisik mengusir atau sekadar berteriak meminta pertolongan orang lain.
Namun akan menjadi aneh dan tak bisa diterima nalar, apabila sang tetangga malah menjanjikan kebebasan perampok tersebut, bahkan bisa memiliki setengah rumah dan harta korbannya jika sang perampok mengakui bahwa rumah tersebut memang milik korbannya.

Demikian halnya pernyataan Presiden Prabowo Subianto mengenai masalah Palestina saat pertemuan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron di Istana Merdeka, Rabu, 28 Mei 2025.

Dalam pernyataannya tersebut, Prabowo mengatakan bahwa Indonesia siap mengakui Israel sebagai negara berdaulat dan siap membuka hubungan diplomatik jika Israel mengakui kemerdekaan Palestina. 

Ia juga berjanji akan menjaga keamanan dengan mengirimkan pasukan penjaga keamanan di wilayah perbatasan kedua negara. Serta mendukung upaya Prancis dan Arab Saudi untuk menyelenggarakan KTT solusi dua negara dan perdamaian di Timur Tengah pada Juni di New York (Tempo.co, 30/5/2025).

Pernyataan tersebut mendapat respon dukungan dari Ketum PBNU Yahya Cholil Staquf. Menurutnya, sikap itu mencerminkan konsistensi politik luar negeri Indonesia yang selalu mendukung kemerdekaan tiap bangsa. Hal ini juga sejalan dengan garis perjuangan NU selama ini. 

Ia menegaskan, prioritas utama dunia internasional hari ini ialah menyelamatkan ribuan nyawa dari ancaman akibat perang lewat konsolidasi dan kesepakatan-kesepakatan hukum internasional demi terwujudnya solusi dua negara (Tempo.co, 31/5/2025).

Meluruskan Fakta

Secara garis besar, Palestina adalah wilayah yang merdeka dibawah kekuasaan Turki Utsmani, yang jauh sebelumnya dibebaskan oleh Khalifah Umar Bin Khattab pada perang Yarmuk 637 M. Selama berabad-abad hidup berdampingan harmonis dari berbagai etnis dan agama. 

Namun kekacauan terjadi setelah kekhilafahan Turki Utsmani runtuh, yaitu melalui perjanjian Balfour, Inggris sebagai pemenang Perang Dunia I tahun 1918 mengumumkan dukungan pembentukan negara Yahudi di tanah Palestina.

Sejak saat itu, kebijakan-kebijakan pro Yahudi dijalankan, upah besar bagi pekerja Yahudi, penggelontoran dana, serta pasokan senjata oleh Barat. Hal ini mendorong migrasi besar-besaran entitas Yahudi ke tanah Palestina, disamping peristiwa Holocaust yang dilakukan oleh Nazi Jerman di Eropa menjalang dan selama Perang Dunia II.

Selama pendudukan itu pula Yahudi melakukan berbagai teror pembunuhan dan pengusiran terhadap warga Palestina. Hingga puncaknya PBB mendeklarasikan berdirinya negara Israel raya di tanah Palestina tahun 1947. 

Puncak kengerian yang tak terbayangkan sebelumnya yakni munculnya peristiwa Nakba pada tahun 1948 yang menewaskan ratusan ribu warga Palestina.
Gelombang perlawanan Intifada pun terus menggelora oleh para pejuang yang menginginkan kemerdekaan hingga saat ini.

Normalisasi Terhadap Penjajah adalah Pengkhianatan
Pernyataan Prabowo yang siap mengakui kemerdekaan Israel jika Palestina diberi kemerdekaan adalah sebuah jebakan narasi solusi dua negara buatan Inggris dan AS. 

Statemen tersebut juga merupakan bentuk pengkhianatan terhadap perjuangan seluruh rakyat Palestina, bahkan mengkhianati para pembebas tanah Syam Umar Bin Khattab, Salahuddin Al Ayyubi, para korban Nakba, para pejuang Intifada dan martir Taufan Al Aqsa.

Berdalih bahwa pernyataan tersebut bertujuan sebagai batu loncatan diplomatik dan tekanan politik, hanyalah harapan semu belaka. Faktanya Israel telah sering kali melanggar hukum internasional, namun tidak ada satu negara pun yang dapat memberikan sanksi tegas terhadap kejahatannya, melainkan hanya kecaman dan retorika belaka. 

Genosida Palestina telah membuka betapa hipokritnya Barat dan para pemimpin dunia Islam.
Akar masalah sesungguhnya ialah penjajahan yang disertai pembersihan etnis yang berlangsung puluhan tahun oleh entitas Yahudi atas restu Barat AS dan sekutunya.

Justru aneh dan akan sangat buruk ketika Indonesia sebagai muslim terbesar malah membuka celah normalisasi hubungan dengan pihak pembantai muslim Palestina. Mempersulit posisi pemerintahan Prabowo ditengah kepercayaan masyarakat yang mayoritas mendukung Palestina. Hal ini juga tidak sejalan dengan nafas UUD 1945 tentang hak kemerdekaan setiap bangsa.

Jihad dan Khilafah Solusi Palestina

Sangat dipahami, bahwa prioritas umat Islam saat ini ialah menghentikan genosida dan mengupayakan kemerdekaan Palestina. Tapi bukan dengan cara seperti itu, karena Zionis Yahudi terbukti tidak pernah punya niatan baik. 

Sejak zaman kenabian hingga sekarang selalu berperilaku tidak baik, apabila terikat perjanjian selalu berkhianat, serta berbuat kerusakan dimuka bumi. Allah Subhanahu Wata'ala telah berfirman yang artinya: "Pasti akan engkau dapati orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik." (TQS. Al-Maidah : 82).

Kelemahan di tubuh umat Islam ialah karena terpecah belah akibat sekat nasionalisme yang lebih mengutamakan stabilitas nasional dan disibukkan oleh konflik dalam negeri, bukan karena tidak memiliki potensi kekuatan. Satu-satunya solusi mengusir penjajah Zionis adalah dengan jihad akbar di bawah komando seorang Khalifah. 

Memiliki kekuatan menyatukan negeri-negeri muslim yang tercerai-berai atas negara bangsa menjadi satu kekuatan global atas dasar ikatan akidah dalam sistem kepemimpinan Islam Khilafah Islamiyah. Khilafah mampu memobilisasi pasukan terbaik untuk membebaskan Palestina karena terlepas dari berbagai kepentingan kekuasaan dan pengaruh Barat.

Kebutuhan adanya Khilafah adalah sesuatu yang sangat mendesak saat ini. Inilah satu-satunya solusi syar'i untuk menyolusi penjajahan entitas Yahudi dan menghadang kekuatan hegemoni Barat AS dan para sekutunya.

Adapun hal yang harus dilakukan umat ialah berupaya lebih fokus, bersungguh-sungguh dan istikomah memperjuangkan tegaknya Khilafah melalui thariqah perjuangan Rasulullah Saw hingga kekuasaan Islam tegak kembali.
Wallahu'alam Bishshowwab.[]

Oleh: Anggia Widianingrum
(Pegiat Literasi)

Opini

×
Berita Terbaru Update