Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Lima Hal yang Menimbulkan Ketidakadilan di Internasional

Sabtu, 28 Juni 2025 | 11:49 WIB Last Updated 2025-06-28T04:49:43Z

TintaSiyasi.id -- Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. (Pakar Hukum dan Masyarakat), memaparkan lima hal yang menimbulkan ketidakadilan di internasional.

"Pertama, mengenai ketidakadilan, ketidakadilan selalu melahirkan namanya chaos dan kalau sudah tingkat negara itu namanya sudah peperangan," tuturnya dalam Dialog Muharram: Hijrah, Merajut Ukhuwah, Merangkai Peradaban Islam Kaffah, Sabtu (28-6-2025) di YouTube One Ummah TV.

Ia menceritakan, setelah runtuhnya kekhalifahan Utsmani tahun 1924 sampai perang dunia ke-2, tahun 1945 di bulan Juni, dibentuk PBB, alasannya pemenang perang Amerika, Inggris, Perancis dan lain, ingin supaya tragedi perang dunia 2 yang menewaskan kurang lebih sebanyak 85 juta orang itu tidak terjadi, kemudian dibentuklah PBB. 

Lalu, ia menambahkan, di PBB dikenal ada piagam PBB, dibuat di bulan Juni 1945 dan berlaku mulai 24 Oktober 1945 yang kemudian dikenal sebagai hari lahir PBB. Dalam piagam PBB dijelaskan bahwa tujuannya memelihara perdamaian dunia, keamanan dan perdamaian dunia, tetapi setelah PBB berdiri disaksikan tidak mampu mewujudkan perdamaian dunia dan keamanan dunia.

"Karena di sini salah satunya PBB tidak mampu berbuat banyak (mewujudkan perdamaian dan keamanan dunia) karena anggota-anggotanya saling tersandera oleh kepentingan-kepentingan terutama terkait dengan dewan keamanan," ungkapnya.

"Di dalam Dewan Keamanan PBB ada lima anggota tetap yang punya hak veto, namanya, hak veto kesepakatan-kesepakatan terutama di Dewan Keamanan ini dalam hal ini ada Amerika Serikat, Cina, Rusia, Perancis dan Inggris itu yang punya hak veto, dan selama ini sudah dipakai sekitar 300 veto, hak veto digunakan yang paling banyak memang Rusia ada 129, kemudian Amerika 88 hak veto itu dan di antaranya 45-49 hak Veto Amerika itu dipakai untuk melindungi Israel, ini memunculkan juga banyak ketidakadilan yang lain, karena hak veto itulah kemudian PBB tidak bisa bergerak, maka ketidak adilan terus terjadi ketika PBB yang konon di tujuan utamanya adalah untuk memelihara perdamaian dan keamanan tidak bisa terjadi, itu hak veto," paparnya.

Kedua, kurangnya kekuatan militer. "Kalau kita punya negara ya mesti ada militer, ini PBB kumpulan dari negara-negara tetapi kurang memiliki kekuatan militer PBB, dan itu sebenarnya sudah disebutkan pada Piagam PBB itu Pasal 43 dan sampai pasal 47, nah sepanjang berdirinya PBB, komite staf militer itu tidak pernah dioperasionalkan, kenapa tersandera, kalau ini dibesarkan menjadi bumerang bagi negara-negara besar, kalau misalnya ada tentara PBB yang besar dan kuat, gampang untuk menjinakkan, bahkan untuk hapus penjajahan di atas dunia agresi-agresi bisa, tetapi karena ini tidak pernah dibentuk secara serius maka akibatnya itu yang terjadi di Palestina dan juga Israel itu akan terjadi di sepanjang masa," terangnya.

Ketiga, mandulnya international criminal court. "Kenapa mandul? Karena tidak punya taring, karena polisi internasional tidak ada, dalam arti tidak untuk menegakkan keadilan, untuk memburu penjahat-penjahat perang yang melakukan genosida, genosida bisa terjadi di dalam suatu negara maupun negara menggenosida negara lain seperti yang kita saksikan di Palestina. Jadi penjahat perang genosida, kejahatan kemanusiaan, dan agresi itu tidak bisa diburu, karena apa? Tidak ada polisinya, misalnya peradilan internasional menyatakan bahwa Netanyahu sebagai penjahat perang, terus siapa yang mau menangkap? Tidak ada," ungkapnya.

Keempat, ketidakadilan kepemilikan senjata nuklir. "Artinya ada beberapa negara, 9 negara di dunia yang dibiarkan (memiliki senjata nuklir), tapi negara lain tidak boleh mengembangkannya, akhirnya secara diam-diam negara yang lain yang tidak boleh, memproduksi, misalnya mulai memproduksi sampai pada titik menghasilan senjata ketahuan (akan) dilaporan ke badan atom internasional," ungkapnya.

Seperti, ia memberikan contoh, yang terjadi pada Iran, karena adanya laporan dari badan atom internasional yang mengatakan bahwa Iran sudah siap memproduksi senjata nuklir. "Tuduhan ini tidak ada pernah yang memverifikasi, seperti sebagaimana tadi senjata pemusnal massal yang terjadi di Irak itu tidak ada yang memverifikasi, dan jangan-jangan badan atom internasional juga masuk angin, bisa jadi, karena lebih berpihak kepada Amerika misalnya, sehingga dengan tujuan macam itu kemudian Amerika seolah-olah menjadi pahlawan internasional yang ingin menghabisi negara-negara yang memproduksi nuklir secara ilegal misalnya," urainya. 

Kelima, tidak ada binding mutual agreement. "Negara-negara Islam terutama, kita ini negara besar dan kecil tidak punya yang disebut dengan binding mutual agreement. Misalnya negara yang memiliki binding mutual agreement negara NATO, jadi kalau anggota negara NATO diserang maka yang lainnya turut ngeroyok jadi sekutunya," ungkapnya 

"Lah Islam punya tidak? Tidak, Palestina diserang mana itu negara-negara yang tergabung dalam OKI, enggak ada binding mutual agreement, kalau itu punya termasuk Indonesia juga termasuk di binding mutual agreement, maka Indonesia akan turut untuk mempertahankan atau membela Palestina. Nah sekarang kita sementara ini kan baru menyaksikan eh yang terjadi di Palestina ya sudah kalau sakit kita obati, kalau kurang makan kita kirim makanan sementara itu tidak menyelesaikan masalah," pungkasnya. [] Alfia Purwanti

Opini

×
Berita Terbaru Update