Tintasiyasi.ID -- Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi beberkan dinamika hubungan Iran-Israel kepada TintaSiyasi.ID. “Begini dinamika hubungan Iran-Israel,” ujarnya, Jumat (27/06/2025).
“Iran selama
ini digunakan dan dikhianati oleh Amerika Serikat (AS), yakni sebagai alat
strategis AS,” katanya.
Pertama,
Iran membantu Amerika dalam berbagai konflik besar, yaitu perang melawan Irak.
Kedua, Iran
digunakan untuk menekan dan mengancam negara-negara Teluk.
Ketiga,
invasi ke Afganistan dan Irak, yakni Iran membantu AS menjatuhkan rezim Kabul
dan Baghdad.
Farid mengutip pernyataan
pemimpin Iran untuk memperkuat pernyataannya:
Pertama, Muhammad Abtahi
(Wakil Presiden Iran, era Muhammad Khatami), dalam pidatonya pada Konferensi
Teluk dan Tantangan Masa Depan, 13 Januari 2004 yang menyatakan, "Iran
telah memberikan bantuan yang signifikan kepada Amerika dalam perangnya melawan
Afganistan dan Irak. Tanpa kerja sama Iran, Kabul, dan Baghdad tidak akan jatuh
semudah itu."
Kedua, Hashemi Rafsanjani sebagai Ketua Dewan Kebijaksanaan Iran
mengulangi pernyataan serupa, "Tanpa Iran, Kabul, dan Baghdad tidak akan
jatuh."
Pengkhianatan AS terhadap Iran
Meski Iran telah melayani
kepentingan geopolitik AS, ujar Farid, namun AS tetap memberi lampu hijau
kepada entitas Yahudi (Israel) untuk menyerang Iran.
“Iran
hanya dianggap sebagai alat sementara, lalu ditinggalkan ketika sudah tidak
berguna,” tandasnya.
Selain itu, AS memanfaatkan Iran untuk agenda kotornya. “Laporan
Baker-Hamilton menyebut bahwa AS mensubkontrakkan Irak kepada Iran dan Suriah, memanfaatkan
Iran untuk menekan revolusi di Suriah dan Lebanon, dan membiarkan milisi Iran
seperti Hizbullah diserang oleh Israel tanpa pembelaan,” sebutnya.
“Iran menjadi boneka AS,
digunakan dalam agenda-agenda besar, namun dikhianati di saat genting, dan dibiarkan
diserang dan dilemahkan. Iran mengira perlindungan AS akan menyelamatkannya
dari Israel, padahal AS sendiri yang mendukung serangan Israel ke Iran,”
bebernya.
Ia menyatakan bahwa AS dan Israel
melakukan kolaborasi intelijen dan serangan terkoordinasi. “The Guardian dan
laporan lain menyatakan bahwa meski Israel yang melakukan penyerangan terhadap
situs nuklir Iran pada 13 Juni 2025, namun AS memberikan akses data intelijen
dan dukungan militer penuh, termasuk serangan rudal dan bom bunker-buster dari
B-2,” ulasnya.
“Pentagon menyampaikan bahwa
serangan tersebut adalah "U.S.-operated, U.S.-led",
menunjukkan peran langsung Washington, bukan hanya Israel,” tandasnya.
Fakta lain yang diungkapnya adala
pembocoran Intelijen AS-Israel tentang Iran. “Pertama, dokumen intelijen
yang bocor pada Oktober 2024 menunjukkan bahwa AS membocorkan rencana serangan
Israel ke Iran, termasuk rute serangan dan aset militer Israel, yang kemudian
dipakai untuk menyiapkan ofensif,” sebutnya.
“Kedua, kasus ini
mengungkap betapa eratnya kerja sama intelijen AS-Israel dalam konteks
penyerangan ke Iran,” tegasnya.
Ia pun menyebutkan, Iran sebagai alat
dalam operasi AS di Afganistan dan Irak. “PBS Frontline mengungkap bahwa
Iran melalui Jenderal Qassem Soleimani berperan dalam melatih dan mendukung
pasukan dalam invasi AS ke Afganistanm,” ulasnya.
Kemudian dari laporan 2008 dari
Institute for the Study of War, Farid menunjukkan pengaruh signifikan Iran
dalam Irak, Lebanon, dan Suriah demi menekan musuh-musuh pro-AS.
“Ada juga pengabaian dan eksploitasi
AS terhadap Iran. Meskipun Iran membantu AS, tekanan militer AS (melalui
Israel) tetap dialamatkan ke Iran secara agresif, bahkan AS ikut dalam serangan
tersebut,” katanya.
“Pernyataan diplomat Iran yang mengutuk
AS yang 'mengkhianati' diplomasi dengan cara menyerang situs nuklir Iran meski
sempat bekerja sama,” pungkasnya.[] Rere
Bersambung ke: FIWS: Kolaborasi
AS–Iran di Afganistan (Dinamika Hubungan Iran-Israel – Bagian 2)