Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Wacana Sekolah Rakyat Berpotensi Memperparah Kesenjangan

Rabu, 07 Mei 2025 | 04:56 WIB Last Updated 2025-05-06T21:57:23Z
TintaSiyasi.id -- Merespons wacana sekolah rakyat, Direktur Pusat Analisis Kebijakan Strategis (PAKTA) Dr. Erwin Permana menilai itu justru berpotensi memperparah kesenjangan sosial dan pendidikan.

"Wacana sekolah rakyat tidak menyelesaikan akar masalah, tetapi justru berpotensi memperparah kesenjangan sosial dan pendidikan," tuturnya kepada Tintasiyasi.id, Senin (5/5/2025). 

Menurutnya, bila sekolah rakyat hanya menjadi “tempat darurat” dengan fasilitas dan kualitas rendah, ini akan memperkokoh kelas-kelas sosial dalam dunia pendidikan. "Islam menolak model pendidikan semacam ini, karena pendidikan harus dapat diakses setara oleh semua orang," ungkapnya.

Ia menegaskan bahwa pendidikan adalah hak dasar setiap individu yang wajib dipenuhi oleh negara sebagai bentuk tanggung jawabnya dalam ri’ayah syu’unil ummah (mengurusi urusan rakyat). Karena itu, imbuhnya, negara harus memastikan seluruh rakyat mendapatkan pendidikan berkualitas.

"Dalam pandangan Islam, pemerataan tidak cukup dengan memberi akses minimal kepada kelompok miskin, tetapi harus memastikan seluruh rakyat mendapatkan pendidikan terbaik tanpa perbedaan layanan," ujarnya.

Lebih lanjut ia menilai, wacana sekolah rakyat menunjukkan bahwa sistem pendidikan saat ini belum memenuhi prinsip keadilan dan pemerataan. Sementara dalam Islam, pendidikan harus disediakan secara gratis, berkualitas, dan merata, tanpa diskriminasi.

"Dalam sistem Islam, tidak boleh ada dikotomi antara “sekolah rakyat” dan “sekolah elite”. Pendidikan harus disediakan secara gratis, berkualitas, dan merata, tanpa diskriminasi berdasarkan kelas sosial atau kemampuan ekonomi," tegasnya.

Program seperti sekolah rakyat ini menurutnya merupakan indikasi dari kegagalan sistem kapitalisme dalam memenuhi kebutuhan dasar rakyat, termasuk pendidikan. Lebih lanjut ia mengatakan, wacana semacam ini muncul karena negara melepaskan tanggung jawabnya kepada mekanisme pasar dan menyerahkan sebagian besar urusan pendidikan kepada swasta, lembaga donor, atau masyarakat sendiri. 

"Padahal dalam Islam, negara adalah pihak utama yang wajib menyediakan pendidikan secara penuh. Wacana sekolah rakyat ini hanyalah tambalan atas sistem pendidikan yang tidak berakar pada prinsip keadilan dan tanggung jawab negara menurut syariah," ujarnya.

Sebelumnya diketahui, sekolah rakyat digagas Presiden Prabowo untuk memutus rantai kemiskinan dan membuka masa depan lebih cerah. Rancangan itu kemudian tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) No 8 Tahun 2025, program Sekolah Rakyat yang merupakan bagian dari pelaksanaan pengentasan kemiskinan dan penghapusan kemiskinan ekstrem. Kelak sekolah tersebut berada dalam tanggung jawab Kementerian Sosial (Kemensos).

Sistem Pendidikan Islam

Sementara itu, Erwin menerangkan, pembangunan dan pemerataan pendidikan menurut Islam harus dilakukan dalam kerangka sistem pendidikan Islam yang dijalankan oleh negara Khilafah. Beberapa prinsip dasarnya antara lain:
Pertama, pendidikan gratis untuk semua jenjang, tanpa diskriminasi.

Kedua, kurikulum berbasis akidah Islam, yang mencetak manusia berkepribadian Islam dan memiliki kemampuan hidup (skill).

Ketiga, negara wajib membiayai seluruh fasilitas pendidikan, termasuk gaji guru, buku, bangunan, laboratorium dan teknologi pendukung, dari baitul mal.

Keempat, pemerataan sarana dan kualitas pendidikan di seluruh wilayah, baik kota maupun desa, tanpa adanya kelas-kelas elit atau inferior.

Kelima, ilmu umum dan ilmu agama tidak dipisahkan. "Karena, Islam mendorong penguasaan ilmu pengetahuan sebagai bentuk ibadah," pungkasnya.[] Saptaningtyas

Opini

×
Berita Terbaru Update